ACEH, Kamis (25/07) suaraindonesia-news.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh tidak perlu gentar dalam melakukan proses penegakan hukum dan upaya pemberantasan kasus Korupsi di Aceh terutama sekali terkait kasus korupsi bantuan Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
Hal itu di sampaikan Auzir Fahlevi Ketua Gerakan Masyarakat Partisipatif (GeMPAR) Aceh dalam rilis Rabu (24/7) menanggapi adanya permintaan oknum petinggi Komite Peralihan Aceh(KPA) yang meminta kasus tersebut di proses setelah selesai Pilkada.
Sebagai salah satu elemen sipil di Aceh kami mendukung sepenuhnya kerja keras dan kerja cerdas Kejati Aceh dalam mengungkap pelaku maupun aktor intelektual dibalik kasus korupsi bantuan fiktif BRA untuk masyarakat korban konflik di Aceh Timur.
“Apa yang dilakukan oleh Kajati Aceh Joko Purwanto bersama jajaran khususnya tim Penyidik Pidsus Kejati Aceh sudah seharusnya mendapat acungan jempol dan apresiasi dari masyarakat,” ucap Auzir.
Selanjutnya Auzir menegaskan, pihaknya menentang keras atas pernyataan pihak tertentu yang mencoba melakukan intervensi secara terbuka terhadap aparat Kejaksaan Tinggi Aceh dan mengkait-kaitkan dengan persoalan pilkada hanya demi membela para koruptor yang nyata-nyata telah menyebabkan kerugian negara sebesar 15,7 Milyar.
Baca Juga: Polsek Indra Makmur Ringkus Terduga Penadah dan Pelaku Pencurian Sepeda Motor
“Pernyataan-pernyataan dari kelompok tertentu itu bisa dianggap sebagai perbuatan pidana karena menghalang-halangi terhadap proses penyidikan.perlu kami pertegas bahwa sama sekali tidak ada relevansi dan korelasi pengungkapan kasus korupsi dengan Pilkada,” tegas Auzir
“Jadi jangan digiring seolah-olah pengungkapan kasus korupsi BRA ini oleh Pihak Kejati Aceh adalah politis.penegakan hukum tidak ada sangkut pautnya dengan politik apalagi para tersangka yang sudah ditetapkan itu tidak ada yang berstatus sebagai Bacalon Kepala Daerah. tahapan pilkada pun belum berjalan termasuk pendaftaran secara resmi di KIP Aceh maupun di KIP Kabupaten/Kota,” Lanjutnya.
Menurut Auzir yang juga advokat muda, siapapun harus menghargai setiap penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum baik oleh Kepolisian maupun kejaksaan sejauh memenuhi ketentuan dan Perundang-undangan yang berlaku.
“Apalagi dasar penetapan tersangka dalam kasus BRA ini telah melalui hasil pemeriksaan saksi-saksi, ahli dan surat serta barang bukti berupa dokumen terkait dengan Pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.artinya Jaksa telah memperoleh bukti permulaan yang cukup sehingga sangat beralasan secara hukum untuk diusut tuntas,” tandasnya.
Auzir menjelaskan, berdasarkan proses penyidikan, diketahui bantuan Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah untuk Masyarakat Korban Konflik di Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2023 itu tidak pernah ada alias fiktif. Masyarakat korban konflik sebagai penerima manfaat tidak pernah mendapatkan bantuan tersebut, melainkan sejumlah uang tunai dengan nilainya bervariasi.
Diketahui pula, perusahaan yang merupakan penyedia barang tidak pernah melakukan pekerjaan sesuai dengan kontrak, sebab perusahaan tersebut juga fiktif dan hanya menerima fee dengan modus peminjaman profil perusahaan.
“Jadi tidak ada alasan-alasan yang patut untuk melakukan pembelaan terhadap orang-orang yang terlibat dalam kasus BRA ini dengan alasan-alasan yang tidak rasional dan menyesatkan,” jelas Auzir.
Terakhir ia menambahkan, pernyataan ini jangan dianggap sebagai sebuah sentimen tapi justeru sebagai komitmen bahwa pemberantasan korupsi di Aceh harus dilakukan tanpa pandang bulu dan tidak ada yang merasa kebal hukum.
“Yang jelas kami mendorong Kejati Aceh untuk mengungkap kasus korupsi BRA secara terang benderang,profesional dan transparan sehingga pelaku yang nantinya dituntut dimuka pengadilan adalah benar-benar orang yang bersalah tanpa ada pengecualian,” pungkasnya.
Reporter: Masri
Editor: Amin
Publisher: Eka Putri