ACEH TIMUR, Minggu (06/09/2020) suaraindonesia-news.com – Banyak petani yang menggarap lahan di Desa Sijudo, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur diduga tertindas oleh perusahaan pemegang ribuan lahan Hak Guna Usaha (HGU). Banyak petani yang sudah menjadi korban penggusuran lahan yang telah ditanami bermacam tanaman. Bahkan ada kabar dalam proses pengambil alihan lahan ada oknum-oknum yang bermain melakukan penipuan untuk mendapat keuntungan diatas penderitaan petani.
Untuk memastikan kabar tersebut sejumlah awak media Jumat (04/08) melakukan investigasi ke Desa Sijudo untuk menggali informasi dari berbagai pihak.
Dari berbagai data dan informasi yang di himpun awak media mendapatkan keterangan bahwa banyak petani menjadi korban penindasan karena ketidak jelasan status lahan, terutama tapal batas lahan HGU milik beberapa Perusahaan perkebunan kelapa sawit salah satunya adalah PT Tualang Raya.
Tidak jelas nya tapal batas lahan HGU menyebabkan banyaknya petani yang menjadi korban, setelah puluhan tahun mereka garap lahan, dimana tanaman yang ditanami telah menghasilkan atau sudah berbuah seperti pinang, jengkol, coklat, Pala, kepala sawit, dan tanaman muda lain nya, secara tiba-tiba lahan nya di gusur oleh Perusahaan.
Akibat nya sejumlah petani bukan hanya merugi secara materi terhadap biaya mereka keluarkan untuk penggarapan lahan mulai biaya penebasan, penebangan, pembersihan hingga biaya penanaman dan pemeliharaan, termasuk terkuras tenaga dan waktu.
Padahal Petani berharap usaha taninya sebagai sumber ekonomi untuk menopang hidup keluarga sebagai tumpuan harapan untuk menghidupi keluarga maupun untuk kebutuhan biaya sekolah anak-anak mereka.
Banyak yang menangis histeris dan trauma melihat lahan nya yang sudah menghasilkan tiba-tiba hilang di gusur karena lahan tersebut diklaim lahan milik perusahaan HGU.
Seperti yang dialami sejumlah petani dalam beberapa bulan terakhir, salahsatunya Selasih (32) warga Sijudo tanah nya yang sudah ditanami pinang dan telah berbuah seluas 3 hektar, saat mendatangi lahan nya sudah bersih di gusur pihak PT Tualang Raya.
“Karena lahan sudah digreder dengan alat berat lalu menjumpai Pihak Humas Tualang Raya mempertanyakan kenapa lahan di greder, apalagi tanpa pemberitahuan lebih dulu, setelah saya kompalain langsung ke pihak humas, baru dibayar ganti rugi,” katanya.
Namun menurut Selasih, biaya ganti rugi tak sebanding dengan biaya yang telah kita keluar maupun tenaga.
Begitu juga yang dialami Zainal (40) warga Lubok Pusaka saat ditemui media ini mengatakan, ia sudah lama menggarap lahan di Sijudo, dengan mentanami pohon karet seluas 3 hektar sudah mulai deres, mengalami nasib yang sama, tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi, tanaman karet nya sudah tidak ada lagi telah di gusur pihak perusahaan.
“Iya saya sangat terkejut saat melihat lahan karet nya sudah bersih di gusur, tanpa ada pemberitahuan lebih dulu, saat saya pertanyakan kenapa lahan saya di gusur kata mereka ini lahan milik PT Tualang Raya,” tuturnya.
“Karena saya keberatan baru menawarkan ganti rugi tapi saya menolak nya, lalu mereka memberikan lahan lain, tapi kembali harus mulai dari nol,” kata Zainal dengan nada sedih.
Sementara Ratman (60) alias Boh Salak pemilik kebun jengkol seluas 3 ha, harus mengelus dada, pohon jengkol nya yang sudah berbuah dalam sekejab ludes akibat di gusur pihak perusahaan.
“Mereka menggusur se enak nya tanpa ada pemberitahuan lebih dulu,” katanya.
“Saya Komplain terhadap perusahaan, katanya mereka berjanji akan menganti kerugian, bahkan sudah diminta foto kopy KTP tapi sudah enam bulan belum ada kejelasan,” ungkap nya.
Bukan hanya dirinya, tapi banyak yang lain mengalami nasib serupa yang menjadi korban.
Bukan hanya itu saja, ada informasi dalam proses ganti rugi banyak terjadi penipuan yang dilakukan oknum-oknum yang bermain antara pihak perusahaan dengan pemilik lahan.
Menurut pengakuan beberapa Warga Sijudo ada oknum yang meminta foto copy KTP, petani yang menggarap lahan kata nya untuk mengurus bantuan kelompok tani ujung-ujung nya di suruh datangi kantor humas PT Tualang Raya untuk mengambil uang ganti rugi lahan kebun nya.
Dikatakan lahan nya itu masuk lahan HGU, jadi terima atau tidak lahan nya tersebut tetap di gusur.
“Daripada tidak mendapatkan apa-apa kami terpaksa mengambil uang nya walaupun jumlah cuma satu atau dua juta,” kata petani yang tak ingin disebut namanya.
Sementara Keuchik Sijudo Alamsyah mengakui dan membenarkan adanya proses pengalihan tanah, namun dalam hal ini tidak ada pemberitahuan dan melibatkan perangkat Desa, karena itu langsung petani dengan Humas Perusahaan.
“Saya tak bisa melarang maupun tak bisa berbuat apa-apa, karena itu lahan mereka, pun demikian kami sangat sesalkan nya, kasian petani capek-capek membuka lahan saat akan memetik hasil, pihak perusahaan mengambil alih,” kata Alamsyah.
Menurutnya, sampai hari ini ia mengaku tidak mengetahui batas lahan HGU, karena baik pihak perusahaan maupun Pemerintah tidak menjelaskan batas-batas lahan HGU, sehingga tanah milik masyarakat saja khusus di Dusun Sijudo tidak bisa membuat Surat Akta Tanah maupun sertifikat tanah.
“Kita berharap Pemerintah Aceh Timur dalam hal ini Bupati H.Hasballah M.Thaib, Ketua DPRK, BPN, Kadis Perkebunan dan Kehutanan dan Pihak perusahaan untuk memperjelas batas wilayah HGU biar ada kejelasan status hukum, jika tidak bukan hanya petani yang menggarap lahan saja yang jadi korban, masyarakat Sijudo saja yang telah membangun rumah tidak nyaman takut sewaktu-waktu rumah nya digusur dalih masuk areal HGU,” Tandas Alamsyah yang didampingi sejumlah tokoh setempat.
Humas PT Tualang Raya, Syahadat saat di temui media ini untuk mempertanyakan informasi ini mengaku bukan humas tapi hanya sebagai pengawas lapangan.
“Saya bukan humas, tapi sebagai pengawas lapangan,” jelas nya.
Ketika ditanya soal banyak petani menjadi korban karena penggusuran pihak perusahaan, menurut nya banyak petani yang menggarap lahan diatas lahan HGU.
“Jadi sebelum kita gusur lebih dulu kita memberitahukan dan sebelum kita bersihkan lahan, pihak perusahaan memberikan biaya ganti rugi, baik biaya pembukaan lahan dan biaya tanaman,” tuturnya.
“Jadi pihak perusahaan tetap memberitahu lebih awal dan membayar biaya ganti rugi berdasarkan luas lahan yang mereka garap maupun tananam,” jelas nya.
Reporter : Masri
Editor : Amin
Publisher : Ela