Penulis: Satori, 32 Institute – Alumni Universitas Jember
Pilkada Lumajang 2024 menunjukkan dinamika yang menarik jika koalisi antara Partai Demokrat, Golkar, dan NasDem bisa terbentuk. Koalisi ini memancing spekulasi berbagai kalangan, mengingat ketiga partai tersebut memiliki modal yang cukup untuk berkoalisi. Otak-atik gathuk’, atau memiliki potensi nyata.
Mari kita lihat latar belakang masing-masing partai tersebut. Partai Demokrat saat ini dikenal sebagai partai anak muda, melihat ketua Umumnya AHY adalah sosok anak muda yang energik. Selama ini, Demokrat sering mengusung anak muda sebagai calon kepala daerah dan berorientasi pada modernisasi. Di sisi lain, Golkar memiliki sejarah panjang dalam perpolitikan dan kader partainya yang militan. Partai ini sering mengandalkan kader-kader yang berpengalaman dalam politik daerah untuk diturunkan ke arena. Sementara itu, NasDem, yang lebih baru dibandingkan kedua partai lainnya, telah membangun reputasi sebagai partai yang mengusung perubahan dan pembaruan, dengan fokus pada keterbukaan dan inovasi.
Ketika ketiga partai ini berkoalisi dalam Pilkada Lumajang 2024, muncul pertanyaan apakah mereka dapat menjadi satu kekuatan politik yang kohesif?. Dalam politik, tidak ada yang tidak mungkin. Jika Demokrat, Golkar, dan NasDem mampu mengatasi perbedaan yang ada dan membangun platform bersama yang kuat, sangat berpotensi mengubah peta politik di Lumajang.
Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Pertama, ego partai dan kepentingan masing-masing parta berbeda. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap partai memiliki ambisi dan target politiknya sendiri. Mengkondisikan kepentingan-kepentingan ini dalam satu koalisi tidaklah mudah. Kedua, keputusan Partai yang di daerah kadang kalah beda dengan keputusan partai yang di pusat soal pemberian rekom.
Baca Juga: PPP Berpeluang Jadi King Maker di Pilkada Lumajang 2024
Di sisi lain, jika koalisi ini berhasil, keuntungan yang didapat bisa sangat signifikan. Pertama, kekuatan koalisi ini akan memiliki daya tawar yang besar terhadap calon-calon penantang baru atau partai lain. Kedua, dengan kombinasi pengalaman Golkar, inovasi NasDem, dan pendekatan modern Demokrat, koalisi ini dapat menawarkan solusi yang lebih komprehensif untuk Lumajang kedepan.
Contoh, isu-isu seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, dan pelayanan publik yang lebih baik bisa ditangani dengan pendekatan yang lebih terintegrasi. Golkar dengan jaringan luasnya dapat membantu dalam implementasi kebijakan tersebut, sementara Demokrat dapat fokus pada modernisasi kota, serta NasDem mengusung inovasi dalam pemerintahan yang lebih inklusif.
Pada akhirnya, keberhasilan koalisi Demokrat-Golkar-NasDem di Pilkada Lumajang 2024 sangat tergantung pada kemampuan elit partai tersebut untuk menyatukan visi, mengelola ego partai, dan menyusun strategi yang efektif. Jika semua elemen ini dapat dikondisikan, maka bukan tidak mungkin koalisi ini akan terbentuk.
Seperti dalam pepatah Jawa, “otak-atik gathuk” seringkali dipandang negatif sebagai usaha memaksakan sesuatu yang sebenarnya tidak cocok. Namun, dalam konteks politik, jika upaya dilakukan dengan maksimal, maka koalisi ini bisa menjadi ‘gathuk’ atau cocok. Kita tunggu saja kejutannya, apakah golkar, demokrat dan nasdem akan berkoalisi atau tidak.
Dengan ini saya berharap Pilkada Lumajang lebih dinamis, terbuka dan memberikan kedewasaan politik pada Masyarakat. ***