BOGOR, Minggu (14/04/2019) suaraindonesia-news.com – Dukungan Wali Kota Bogor terpilih, Bima Arya Sugiarto terhadap Capres Jokowi-Ma’ruf Amin merupakan pilihan dan hak politik warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU RI No 39 Tahun 1999 tentang HAM. Namun Bima Arya juga sebagai pejabat publik dan juga Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN), tentunya harus menempatkan diri secara profesinal atas dukungannya terhadap pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Menurut Ketua Umum LSM Mitra Rakyat Bersatu, Jamal Nasir, pada saat ini Bima Arya adalah salah satu elit PAN di tingkat nasional dan tentunya mengemban visi dan misi partainya untuk menjadi partai yang ingin lolos diambang batas parlemen (Parliamentay threshold), sementara kebijakan dukungan PAN untuk pasangan Prabowo-Sandi, sehingga ini menjadi paradoks.
“Idealnya, jika sudah yakin dengan apa yang menjadi keputusannya mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin harus all out segenap tenaga, bukan hanya retorika politik tapi mengambil langkah konkret mundur dari kepengurusan PAN agar tidak membingungkan masyarakat, sehingga kakinya tidak sebelah berpijak di Jokowi- Ma’ruf Amin dan yang sebelahnya di PAN,” kata Jamal.
Oleh Karena itu kata Jamal, seharusnya Bima Arya berani mengambil sikap politik yang jelas dan menunjukan keberpihakan sikap politis serta eksistensi politiknya sebagai konsekwensi logis atas pilihan politiknya.
“Perlu ditegaska garis dukungan PAN kepada pasang Prabo-Sandi, tetapi mampukah Bima Arya Sugiarto mengalihkan dukungan PAN Kota Bogor untuk Jokowi-Ma’ruf Amin, karena secara struktural keorganisasian kepartaian, keberadaan Bima Arya di PAN cukup strategis,” terangnya.
Namun sebaliknya ungkap Jamal, jika Bima Arya tidak berdaya, lalu beranikah memutuskan untuk bergabung dengan partai-partai yang konsisten sejak awal mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin atau akan tetap bermain didua kaki sebagai safety player tuturnya.
Seperti diketahui, pada saat acara Speak Up “Satukan Suara” di Puri Begawan Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor, Jumat (12/04) yang lalu, Wali Kota Bogor terpilih periode 2019-2024 Bima Arya Sugiarto menentukan dukungan dan pilihannya kepada pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Joko Widodo – KH. Maruf Amin pada Pemilu 2019.
Pada saat itu Bima mengutarakan, memilih Jokowi itu karena dirinya melihat bahwa capres 01 ini merupakan sosok yang jujur, yang satu antara kata dengan perbuatannya. Selain itu, dirinya mengaku menjadi kepala daerah karena belajar dari Joko Widodo.
“Pembelajaran menjadi kepala daerah itu pertama kali ke Pak Jokowi, ketika saya mau maju di Kota Bogor tahun 2012 lalu. Jadi, menurut saya Pak Jokowi itu salah satu model selaku kepala daerah,” kata Bima kepada media usai acara.
Dirinya juga menyadari bahwa pilihannya ke 01 itu berbeda dengan partainya yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) yang merupakan partai pengusung pasangan Capres-Cawapres nomor urut 02, Prabowo – Sandiaga Uno.
Akan tetapi, Bima menyebutkan bahwa PAN itu partai yang lahir dari rahim reformasi, di mana platformnya adalah nasionalis dan pluralis. Jadi, PAN itu partai tengah yang menjunjung tinggi keberagaman.
“Bagi saya, kalau bicara platform partai, semestinya PAN menjatuhkan pilihan kepada Pak Jokowi, bukan yang lain,” terangnya.
Ia juga mengatakan, bahwa Ketua Umum PAN Zulkifli sudah mengetahui terkait pilihannya kepada Jokowi. Hanya saja, waktu itu ia masih aktif sebagai kepala daerah, sehingga dirinya menyampaikan tidak akan terbuka dulu soal menentukan pilihan, karena untuk menjaga kebersamaan.
“Hari ini saya warga biasa, saya bukan seorang kepala daerah, saya seorang kader partai yang memilih segala resikonya untuk berbeda dengan garis partai. Saya meyakini PAN itu partai tengah, partai yang menjunjung tinggi keberagaman dan kebersamaan,” tuturnya.
Selain itu, Bima mengaku siap menanggung segala resiko yang dihadapinya. “Insya Allah saya siap untuk segala resikonya,” ucapnya.
Bima pun menegaskan bahwa dirinya tidak akan keluar dari partai. Sebab, ia merasa ikut mendirikan partai berlambang matahari putih tersebut.
“Tidak pernah terpikir sekali pun untuk keluar dari partai. Ini adalah suatu ikhtiar saya untuk sejalan dengan platform partai,” tegasnya.
Ia juga menegaskan pada saat Rakernas PAN dan berkumpul bersama untuk memutuskan mendukung Prabowo – Sandi, dirinya waktu itu menyampaikam secara terbuka dan menilai masa capres dan cawapres itu dari partai yang sama, yaitu Partai Gerindra.
“Saat itu, saya tidak habis pikir ya, mengapa harus seperti itu. Meski demikian, saya fatsun kepada keputusan partai waktu itu,” pungkasnya.
Reporter : Iran G Hasibuan
Editor : Amin
Publisher : Dewi