SUMENEP, Senin (01/06) suaraindonesia-news.com – Wabah sapi mati mendadak semakin meluas di Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur. Salah satunya di Desa Montorna, Kecamatan Pasongsongan dan meminta Pemerintah segera Bertindak Cepat.
Sebelumnya, wabah tersebut terjadi di Desa Prancak, Dusun Tegal Barat, Dusun Bile Mabup, dan Dusun Pandian Daya Kecamatan Pasongsongan yang menyebabkan Ratusan sapi mati.
Wabah ini ditandai dengan keluarnya busa dari mulut, hilangnya nafsu makan, dan munculnya cairan dari hidung sapi dan tiba-tiba mati mendadak.
Warga setempat mengeluhkan dampak besar akibat wabah ini yang telah berlangsung sejak awal 2024. Hingga kini, puluhan sapi dilaporkan mati, sementara upaya penanganan dinilai minim.
Baihaki, warga Dusun Tanonggul, Desa Montorna, menyebutkan bahwa warga mulai menjual sapi mereka dengan harga murah karena khawatir sapi akan mati mendadak.
“Orang tua saya menjual satu induk sapi dan anaknya hanya seharga Rp8 juta. Padahal, biasanya anak sapi saja sudah mencapai harga itu jika tidak ada wabah,” kata Baihaki, Minggu (05/01/2024).
Ia mengungkapkan, di Dusun Tanonggul, wabah ini baru berlangsung selama lima hari, tetapi di dusun lain seperti Komes, Berkongan, dan Delima, kasus serupa telah terjadi lebih dari dua minggu.
Di Tanonggul sendiri, sudah empat ekor sapi mati akibat wabah ini.
“Pihak pemerintah sudah datang untuk observasi, tetapi hanya sekali. Mereka hanya memberikan arahan pencegahan, seperti menggunakan bahan alami seperti kunyit. Kami berharap ada tindakan nyata untuk pengobatan,” tambahnya.
Warga berharap pemerintah segera mengambil tindakan konkret untuk mengatasi wabah ini. Mereka juga meminta sosialisasi lebih lanjut terkait cara penanganan wabah dan langkah pencegahan yang lebih efektif.
“Sejauh ini, tindakan pemerintah masih terbatas pada arahan pencegahan. Kami butuh pengobatan nyata agar sapi-sapi yang sakit bisa sembuh,” tutup Baihaki
Selaras dengan itu, Abdul Aziz, warga Dusun Tanggulun, juga membenarkan bahwa wabah ini telah menyebabkan lebih dari 30 sapi mati di wilayahnya.
“Setiap hari ada dua sampai tiga sapi yang mati. Sapi biasanya tiba-tiba roboh dan meninggal, ada juga yang sempat demam satu malam sebelum mati,” ujar Abdul Aziz.
Sementara itu, sekretaris Desa Montorna, Moh. Huri, mengatakan pihak desa sudah menawarkan vaksinasi kepada warga, tetapi banyak yang menolak.
“Banyak warga yang menolak vaksin karena menganggap ini sebagai musibah saja. Padahal, di dusun seperti Delima dan Komis, kasus sapi mati sudah sangat parah,” kata Huri.
Ia menyebut, kasus paling parah terjadi di Dusun Delima dan Komes. Kini, wabah juga menyebar ke Dusun Tanonggul.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep, Chainur Rasyid, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan langkah-langkah penanganan seperti penyemprotan disinfektan.
Namun, data terkini jumlah sapi mati masih dalam proses pengumpulan, Ia juga mengimbau warga untuk menjaga kebersihan kandang.
“Fenomena seperti ini biasa terjadi saat musim pancaroba. Virus seperti BEF (Bovine Ephemeral Fever) sering menyerang sapi dengan gejala kembung, demam tinggi, dan kejang. Kami telah melakukan pengobatan gratis serta memberikan cairan penurun demam,” ujar Chainur saat dihubungi oleh pihak media lewat via whtsap. Minggu, (05/01/2025).
Pihaknya sudah siaga menugaskan 26 petugas inseminator di setiap kecamatan, meskipun jumlah itu terbatas.
“Kami meminta masyarakat tidak panik dan segera melaporkan kasus ini kemperintah terdakat,” tambah Chainur.