Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita UtamaRegional

Seluas 1,057 Ha Areal Sawah di Peureulak Masih Bergantung Tadah Hujan, Pemerintah Dinilai Tak Serius

Avatar of admin
×

Seluas 1,057 Ha Areal Sawah di Peureulak Masih Bergantung Tadah Hujan, Pemerintah Dinilai Tak Serius

Sebarkan artikel ini
IMG 20240730 165826
Foto: Kondisi areal persawahan tadah hujan di Desa Keumuneng, Kec. Peureulak.

ACEH TIMUR, Selasa (30/7) suaraindonesia-news.com – Sebanyak 50 persen areal persawahan di Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, masih bergantung pada tadah hujan. Pemerintah dinilai tidak serius dalam membangun sektor pertanian di daerah tersebut.

Data tahun 2020 menunjukkan bahwa dari total 2.420 ha areal sawah di Peureulak, sekitar 1.057 ha masih bergantung pada tadah hujan, sementara 1.662 ha menggunakan sistem pompanisasi. Dari 38 desa di kecamatan ini, 30 desa masih bertumpu pada tadah hujan.

Tokoh masyarakat Peureulak, Fadli Sulaiman, menyoroti keterlambatan pembangunan pertanian di kecamatan ini.

“Petani di Kecamatan Peureulak sangat jauh tertinggal dalam sektor pembangunan pertanian, padahal areal persawahan sangat luas dan potensial. Namun, masih bergantung pada tadah hujan,” kata Fadli di ladang cabai miliknya di Desa Pasir Putih, Minggu (28/7).

Para petani berharap pemerintah membangun sistem saluran irigasi agar Peureulak bisa menjadi sentra produksi pangan, khususnya padi.

“Ini jangankan bisa bercocok tanam setahun dua kali, setahun sekali turun sawah saja gagal panen karena krisis air,” ujarnya.

Fadli menambahkan bahwa perhatian pemerintah terhadap nasib petani di Peureulak sangat kurang, padahal sumber daya air tersedia dari Sungai Peureulak.

Baca Juga :  Seorang Pelaku Cabul Diamankan Sat Reskrim Polresta Deli Serdang

Baca Juga: Pemkab Aceh Timur Diminta Bangun Jalan Aspal Depan Pasar Baru Peureulak

“Jika pun tidak mampu dibangun sistem irigasi, pemerintah bisa membantu melalui pompanisasi. Terlihat pemerintah tak serius memikirkan nasib petani,” tandasnya.

Hal senada disampaikan Rizalihadi, Kepala Desa Keumuneng dan Ketua Forum Keuchik Peureulak. Ia mengungkapkan bahwa beberapa desa hanya bisa bersawah setahun sekali di musim hujan karena tidak adanya saluran atau pipanisasi di desanya.

“Ada ratusan hektar sawah yang mengandalkan tadah hujan setahun sekali untuk bersawah karena kekeringan dan tidak tersedianya irigasi atau pipanisasi,” ujarnya.

Rizalihadi menuding pemerintah kabupaten abai dalam menangani persoalan tersebut. Menurutnya, setiap Musrenbang Kecamatan, usulan pipanisasi selalu diusulkan namun hasilnya selalu nihil.

“Setiap tahun kita selalu mengusulkan saluran irigasi sebagai program prioritas dalam forum Musrenbang, tapi hingga saat ini belum terealisasi,” ungkapnya.

Pada tahun 2006, pemerintah pernah membangun dua unit pompanisasi skala besar di Desa Pasir Putih, Kecamatan Peureulak, dan Desa Tanjong Tualang, Kecamatan Peureulak Barat. Namun, mesin pomponisasi yang menggunakan janamu tidak berfungsi akibat salah perencanaan, sehingga mesin dan gudang kini terlantar dan menjadi besi tua.

Baca Juga :  Kontrak Berakhir Tahun 2021, Proyek Jargas Masih Dalam Tahap Pekerjaan

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Erwin Atlizar mengatakan bahwa pihaknya sudah turun ke Desa Blang Batee untuk mengecek mesin pomponisasi.

“Pomponisasi di Desa Blang Batee yang dibantu dari APBN sejak tahun 2017 dengan total anggaran mencapai Rp 6 miliar diharapkan bisa mengairi lebih luas lagi sawah warga,” katanya.

Erwin menyebut bahwa pomponisasi di Blang Batee ditargetkan mampu mensuplai air sampai ke Desa Dama Tutong. Namun, hingga kini airnya baru mampu mengalir ke Desa Punti.

“Kami sudah mengecek bersama konsultan, untuk mengairi air ke lebih luas lagi membutuhkan anggaran sekitar Rp 5 miliar lagi,” sebut Erwin.

Erwin juga menjelaskan bahwa dari empat mesin pomponisasi yang berfungsi, hanya dua unit yang beroperasi, sementara dua lagi rusak.

“Seharusnya petani dapat mengumpulkan uang setiap habis panen untuk biaya perawatan mesin, karena di dinas tidak ada anggaran untuk perawatan. Jadi, masyarakat sendiri harus ikut membantu menjaga dan merawat,” pungkasnya.

Reporter: Masri
Editor: Amin
Publisher: Eka Putri