Raja Ampat, Suara Indonesia-News.Com-Hasil pantauan informasi data yang di peroleh media ini. Kabupaten Raja Ampat merupakan sebuah daerah destinasi wisata nomor wahid di Indonesia, dengan sumber daya alam (SDA) yang berlimpah, antara lain sektor kelautan, perikanan dan pariwisata menjadikan nama Raja Ampat terkenal sampai ke mancanegara karena keindahan panorama lautnya.
Kontur kelautan yang dikelilingi ribuan pualau semakin menambah eksotika dan estetika pulau bahari ini, yang tentu sangat baik stimulus pertumbuhan lokal. Sementara di lain hal, pekerjaan rumah (PR) Pemerintah daerah saat ini sedang mengalami disorientasi dalam pemanfaatan SDA.
Hal ini sangat jelas terlihat dari beberapa perencanaan kebijakan, baik dari segi legislasi dan pengawasan (DPR) serta dalam hal penerapan kebijakan, sebagai produk hukum daerah yang mengikat kepada segenap masyarakat, lembaga dan investor lokal maupun asing yang masih kurang maksimal. Hal tersebut secara otomatis berdampak pesat bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat lokal. Sebab, acuan dasar kebijakan Pemerintah dalam membangun perekonomian lokal khususnya lewat pengelolaan SDA.
Sejak awal melepaskan diri dari kabupaten induk (Kabupaten Sorong) sampai dengan hari ini belum mengacu pada rencana tata ruang wilayah (RTRW). Sebagaimana yang di amanatkan pada Bab I, Pasal I (4) UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang.
Sesuai hasil pantauan dan informasi data media ini tanah seluas kurang lebih 600 Ha yang teletak di distrik kota waisai, di klaim milik Pemda Raja Ampat namun didalamnya terdapat puluhan sertifikat tanah milik masyarakat. Persoalan tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi eksekutif dan legislatif untuk segera diselesaikan.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Mohliyat Mayalibit.SH, Kepala bagian Hukum Sekertariat daerah (Setda) Raja Ampat, Mohliyat menuturkan, sebenarnya Pemda Raja Ampat sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) Bupati terkait pencantuman nama-nama jalan.
“Seharusnya instansi terkait yang menangani tupoksi tersebut, berkoordinasi terlebih dahulu dengan Pemda Raja Ampat melalui bagian Hukum Setda untuk pencantuman nama jalan,”ujar Mohliyat Mayalibit.
Menurutnya, Dinas perhubungan harus mengevaluasi dokumennya jangan asal mencantumkan nama jalan yang akhirnya berdampak kepada masyarakat dalam hal perijinan, (IMB) ijin membangun pasalnya letak tanah dan bangunan tidak sinkron, karena ulah dinas perhubungan akhirnya masyarakat jad korban, kata Mohliyat dengan tegas saat ditemui, jumat (24/7/2015) di ruang kerjanya.( Zainal).

