SUMENEP, Kamis (05/09) suaraindonesia-news.com – Perubahan suku bunga kredit secara mendadak naik di Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Pembantu (KCP) Sumenep menimbulkan polemik di kalangan nasabah dan memicu kekhawatiran tentang praktik perbankan yang diduga kurang transparan.
Salah satu kasus yang mencuat adalah insiden yang dialami oleh Nanda Wirya Laksana, pemilik Perumahan Bukit Damai di Sumenep, yang merasa dirugikan oleh perubahan suku bunga yang terjadi secara tiba-tiba tanpa penjelasan memadai.
Nanda mengungkapkan bahwa salah satu konsumennya, Sugiati Puji Utami, telah mendapatkan persetujuan kredit dengan suku bunga 5,25 persen, sebagaimana tertera dalam Surat Persetujuan Penyediaan Kredit (SP3K) yang diterbitkan pada 10 Juli 2024.
Namun, ketika proses realisasi kredit hendak dilakukan, suku bunga tersebut mendadak berubah menjadi 5,99 persen tanpa adanya penjelasan yang memadai dari pihak BTN.
“Waktu itu, sudah jelas suku bunga di SP3K adalah 5,25 persen, tetapi saat mau realisasi, tiba-tiba berubah jadi 5,99 persen,” keluh Nanda dalam wawancaranya pada 30 Agustus 2024.
Kasus ini menimbulkan tanda tanya terkait apakah BTN telah melanggar prinsip keterbukaan yang diatur oleh Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/15/PBI/2012 mewajibkan bank untuk memberikan informasi lengkap dan jelas terkait produk mereka, termasuk suku bunga kredit.
Pimpinan Kantor Cabang Pembantu (KCP) BTN Sumenep, Ali, menjelaskan bahwa kenaikan suku bunga tersebut adalah kebijakan dari BTN pusat yang dapat berubah sewaktu-waktu.
“Kenaikan suku bunga ini mengikuti aturan yang ada, jadi sifatnya bisa mendadak, tergantung kebijakan pusat terhadap setiap pengajuan,” jelasnya.
Sementara, Kepala BTN Kantor Cabang Bangkalan, Asep Hendrisman, turun langsung ke Sumenep pada 2 September 2024 untuk bertemu Nanda Wirya Laksana dalam upaya menyelesaikan permasalahan ini. Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup, Asep meminta maaf dan menyatakan bahwa masalah tersebut telah diselesaikan secara damai.
“Kami sudah diskusikan dengan Mas Wirya, dan sepakat untuk islah. Ini murni karena miskomunikasi,” kata Asep.
Meski demikian, Asep tidak memberikan penjelasan lebih lanjut terkait perubahan suku bunga yang menjadi inti dari permasalahan ini.
Kasus ini memicu kekhawatiran di kalangan nasabah BTN lainnya mengenai potensi pelanggaran terhadap regulasi perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia. Perubahan suku bunga kredit tanpa pemberitahuan yang jelas dapat dianggap melanggar prinsip transparansi dan keterbukaan, serta menciptakan ketidakpastian bagi nasabah.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk memastikan bank-bank di Indonesia mematuhi regulasi terkait keterbukaan informasi. Investigasi dari pihak regulator diperlukan untuk memastikan apakah terjadi pelanggaran dalam kasus ini. Jika terbukti ada pelanggaran, sanksi tegas harus dijatuhkan guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Secara keseluruhan, BTN perlu meningkatkan standar operasional prosedur (SOP) internal mereka dan memperbaiki komunikasi dengan nasabah agar kejadian seperti perubahan suku bunga mendadak ini tidak terulang.
Kejelasan dalam layanan kredit dan kepatuhan terhadap peraturan perbankan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi perbankan.