PASURUAN, Sabtu (5/5/2018) suaraindonesia-news.com – Sebagai salah satu wilayah agraris, kecamatan Rejoso, kabupaten Pasuruan, mengalami kelangkaan buruh tani sejak beberapa tahun terahir.
Dari pantauan Suara Indonesia Sabtu (5/5/18) di desa Karangpandan, salah satu desa di kecamatan Rejoso, buruh tani kian langka. Saat ini, buruh tani hanya tinggal beberapa orang di desa ini.
“Tukang tandur (penanam padi) hanya tinggal sekitar tiga sampai lima orang. Itu pun rata-rata sudah tua,” jelas Kholifah (43), warga Karangpandan.
Sementara itu, Zainul Abidin (29), seorang petani muda yang meneruskan jejak kakek dan ayahnya sebagai petani, mengaku khawatir dengan makin langkanya buruh tani di sekitar tempat tinggalnya.
“Kalau buruh tani yang sekarang sudah pensiun, saya khawatir tidak ada yang mau menjadi buruh. Sekarang saja, dari beberapa orang yang masih bekerja, kalau mau menyuruh harus gentian dengan petani lain. Karena memang sudah tidak banyak yang mau bekerja di sawah,” jelas petani pemula itu kepada Suara Indonesia.
Sementara itu di desa Manikrejo, kecamatan Rejoso, buruh tani juga mengalami kelangkaan karena para buruh rata-rata sudah udzur, sedangkan penerusnya tidak ada.
“Sekarang agak sulit mencari buruh tani untuk menggarap sawah. Di sini hanya tinggal yang tua-tua yang mau menjadi buruh tani,” jelas Sujai (62), warga Manikrejo, Rejoso.
Langkanya para buruh tani ini membuat sejumlah petani sedikit khawatir mengingat beberapa desa di kecamatan Rejoso merupakan daerah agraris. Sedangkan kebutuhan pangan, hanya bisa disuplai dari sektor pertanian.
Rata-rata warga di kedua desa yang menjadi sampel kelangkaan buruh tani ini lebih memilih bekerja sebagai kuli pabrik, kuli bangunan dan kaum perempuan memilih menjadi karyawan pabrik atau pembantu rumah tangga.
Disisi lain, Samadi (43), warga Manikrejo yang berprofesi sebagai kuli tani, malah mensyukuri kelangkaan buruh tani ahir-ahir ini. “Saya sampai sering menolak orang menyuruh saya (bekerja di sawah). Untuk ndaut (menyiapkan ladang yang hendak ditanami padi), petani harus antri menunggu saya kosong,” tuturnya.
“Tapi kalau saya nanti sudah tidak kuat (bekerja), kira-kira apa masih ada yang mau menjadi kuli tani?” tambah lelaki setengah baya itu menyayangkan.
Reporter : kholilul Rohman
Editor : Agira
Publisher : Imam












