Harga Susu Anjlok, Sapi Perah Beralih Fungsi - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
Teknologi

Harga Susu Anjlok, Sapi Perah Beralih Fungsi

×

Harga Susu Anjlok, Sapi Perah Beralih Fungsi

Sebarkan artikel ini
PhotoGrid 1465124984061

Reporter: Adi Wiyono

Kota Batu, suaraindonesia-news.com – Murahnya harga susu sapi ditingkat petani peternak berkisar Rp 4.500 hingga Rp 4.800 membuat sebagian  peternak sapi beralih fungsi,  sapi yang semula dijadikan   produksi susu, kini sebagian  petani  dijadikan sapi potong, akibatnya  dari tahun ke tahun produksi susu sapi  terus mengalami penurunan.

Di daerah Jawa timur dua tahun lalu  terdapat 570 ribuan  ekor sapi perah sekarang tinggal 440 ribuan, menyusutnya sapi perah ini karena factor ekonomi yang tidak menjanjikan, pakan ternak yang terus melambung ternyata tidak dibarengi dengan  kenaikan harga harga susu.

Muhammad Syarkawi Rauf  Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ditemui usai sidak terkait anjloknya harga susu dan melambungnya harga daging sapi, mengatakan bahwa dirinya  datang di dusun Baru, Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji  itu tidak lain karena ada info dari masyarakat yang mengeluhkan harga susu sapi yang murah.

Baca Juga :  Sejak Merdeka Belum Miliki Lampu Penerang Listrik, 60 Rumah Gunakan Energi Pohon Kedondong

“Ada keluhan kalau harga  susu sapi  itu dibeli  dengan murah ditingkat petani  peternak sapi perah, harganya berkisar Rp 4.500 hingga Rp 4.800,  perliternya, tapi  harga pakan ternak terus melambung,” kata dia, Sabtu (04/06/206).

Meskinya, secara hitungan matematik tidak terjadi susu murah   karena Susu segar di Indonesia itu masih membutuhkan 3, 8 juta liter per harinya, sementara secara nasional Indonesia  hanya mampu memproduksi susu sapi segar  sekitar 800 liter per hari.

“Ini apa artinya kebutuhan impor kita masih sangat tinggi, sementara peternak-peternak lokal ini tidak bisa berkembang  dan tidak melanjutkan usahanya karena dibeli dengan harga murah,” jelasnya

Lanjut Syarkawi , Petani peternak sapi perah tidak bisa berkembang lantaran susu sapi  dibeli oleh dua perusahaan besar Indonesia  yang sewaktu-waktu dapat mengendalikan harga, dua induk perusahaan pengelola susu yang terbesar ini dapat   menguasai disegala lini mulai dari agen hingga tingkat koperasi.

Baca Juga :  Sebanyak 21 Rumah Warga Rusak Berat Diterjang Angin Puting Beliung

“Insentif yang paling tepat adalah melalui mekanisme harga, tetapi rantai distribusi yang panjang  tidak akan memperoleh harga yang maksimal, petani tetap saja menjadi korban,” ucapnya

Kata dia, penyalagunaan posisi dominan itu  bisa saja terjadi karena ada efek domino, harga rendah akibatnya  sapi yang seharusnya produktif dipotong menjadi sapi pedaging, mereka beralasan produksi sapi perah secara ekonomi tidak menguntungkan  karena harganya terlalu rendah, hal ini karena ada dugaan bergaining position, atau posisi tawar dengan industry pengelolahan susu.