Pati, Suara Indonesia-News.Com – Keberadaan kelompok kesenian saat ini dinilai kian terpinggirkan. Munculnya kesenian modern seperti halnya dangdut tak jarang memaksa kesenian tradisional berguguran satu demi satu.
Hal itulah yang justru menjadi semangat Teater Gong untuk tetap berkarya sampai tuwek. Di usianya yang telah menginjak seperempat abad, kelompok kesenian yang berasal dari Desa Gabus, Kecamatan Gabus ini masih berproses. Bahkan pementasan akbar telah disiapkan dalam rangka peringatan ulang tahun ke 25 tahun itu.
Moh Zubaidi mengatakan, momentum 25 tahun itulah yang menjadi kegelisahan setelah agak lama mandek berproses secara komunal. Maka dari itulah dalam proses pengkaryaan tersebut sengaja menghadirkan tema sampek tuwek.
“Dalam pagelaran tersebut, kami hadirkan sejumlah karya dari teater Gong. Seperti pentas teater dengan lakon Barabah, pentas musik kontekstual, launching antologi puisi Tak karya almarhum Dwi Riyanto, monolog Demokrasi dan lain sebagainya,”ungkap Zubaidi Kepada Suara Indonesia News.com.
Sejumlah pegiat seni kenamaan juga akan hadir untuk meramaikan kesenian di Pati tersebut. Seperti Sosiawan Leak yang akan membawakan puisinya, dan Hanindawan yang bersiap mengisi workshop.
“Kegiatan itu sendiri rencananya akan kami gelar di gedung serba guna Gabus dan halaman KUD Gabus pada Sabtu (31/10) hingga Minggu (1/11) mendatang. Kami harapkan masyarakat bisa hadir untuk turut meramaikannya,”ujarnya.
Secara historis, Gabus sendiri dikenal tidak pernah berhenti melahirkan pekerja seni. Berawal pada Era tahun-70an, Gabus berjaya dengan berdirinya Persatuan Pelajar Gabus (PPG). Dengan bentuk perjalanan kreatifnya, pada era itu Gabus mampu menjadi barometer tumbuh kembangnya kesenian di wilayah Kabupaten Pati.
Namun seiring berjalanya waktu, ditambah dengan tuntutan kebutuhan hidup, perlahan-lahan gairah berkesenian menjadi redup. Puncaknya pada tahun 80-an, proses berkesenian di Gabus benar-benar amblas.
“Kegelisahan itulah akhirnya muncul untuk membangkitkan kembali wadah komunal yang bisa menampung sekaligus menjadi media ekpresi segala unek-unek secara bersama. Maka di awal tahun 90an, tepatnya bulan Juni, beberapa pekerja seni di Gabus sepakat untuk mendirikan sebuah komunitas seni yang kemudian diberi nama Teater Gong,”tambahnya.
Dari sanalah akhirnya karya demi karya mulai dilahirkan. Bermula dari tahun 1991 proses pementasan mulai bermunculan. Pentas Perdana digelar di gedung serbaguna Gabus dengan membawakan naskah “Ngoyak Mimpi Memedi Ngoyak” karya sekaligus disutradarai almarhum Dwi Riyanto, yang juga mantan ketua Dewan Kesenian Pati (DKP).
“Setelah itu beragam pentas dilanjutkan. Seperti pentas November Kelabu, Musikalisasi Puisi Gong Bersuara, Kolaborasi bersama Teater Kubur Jakarta dalam Sandiwara DOL, Ilustrasi Performance Art Reportoar Anjing Kota,dan Pementasan reportoar Piring Emas,”tambahnya.
Bahkan beragam prestasi sempat ditorehkan oleh Teater Gong selama ini. Seperti Juara 1 dan Juara Favorit Festival Musik Jalanan di Juana, Juara II dalam Festival Musik Umum Plus Etnik di FKY ke-10.
“Kami juga sempat menyelenggarakan dialog budaya di gedung serbaguna Gabus, membentuk GAGEGO musik kampoeng serta membuat acara Jemuah Wagenan,”tambahnya.(Pung).













