SUMENEP, Rabu (12/02) suaraindonesia-news.com – Musim hujan yang berlangsung sejak akhir 2024 diduga menjadi penyebab utama peningkatan signifikan kasus demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sumenep, Madura, pada awal 2025.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB), Sumenep, hingga 4 Februari 2025, tercatat 178 kasus DBD yang tersebar di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk 30 puskesmas, RSUD dr. H. Moh. Anwar, RSUD Garam Kalianget, serta klinik rawat inap lainnya.
Kasus tersebut mencakup semua kelompok usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Namun, kelompok anak-anak menjadi yang paling dominan terdampak.
Kepala Dinkes P2KB Kabupaten Sumenep, drg. Eliya Fardasah, melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Achmad Syamsuri, menjelaskan bahwa genangan air sisa hujan menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti, vektor utama penyebaran DBD.
“Pada musim hujan, banyak air yang tergenang di berbagai tempat, seperti selokan, ember bekas, atau bak mandi yang tidak dikuras secara rutin. Ini menjadi lingkungan ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak,” ujar Syamsuri.
Selain faktor cuaca, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan juga turut berkontribusi pada peningkatan kasus DBD.
Banyak warga yang masih jarang menguras tempat penampungan air, tidak menutup wadah air minum, serta membiarkan barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Syamsuri, mengingatkan pentingnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan metode 3M Plus, yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat wadah air, dan mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
“Selain itu, penggunaan kelambu dan obat nyamuk juga dapat membantu mengurangi risiko gigitan nyamuk,” tambah Syamsuri.
Ia juga memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dalam menghadapi lonjakan kasus DBD sejak awal 2025.
Seluruh puskesmas dan rumah sakit di wilayah tersebut telah menyiapkan tempat tidur, obat-obatan, serta peralatan medis yang dibutuhkan untuk merawat pasien DBD.
“Selama kapasitas puskesmas masih mencukupi, pasien tetap bisa ditangani. Kami sudah menyiapkan tempat tidur, cairan infus, dan obat-obatan yang diperlukan,” kata Syamsuri.
Menurutnya, pemeriksaan DBD kini dapat dilakukan lebih cepat berkat penggunaan alat NS1, yang memungkinkan diagnosis dilakukan dalam satu hingga dua hari pertama sejak gejala muncul.
Namun, jika pasien sudah mengalami demam lebih dari tiga hari, pemeriksaan lanjutan di laboratorium tetap diperlukan.
Ia menjelaskan, dinkes sumenep juga terus menggencarkan penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan DBD.
Warga diimbau untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami demam lebih dari dua hari.
“Seluruh layanan kesehatan terkait DBD di puskesmas tetap gratis, sesuai prinsip pelayanan kami,” tegas Syamsuri.
Dengan langkah-langkah tersebut, Syamsuri berharap dapat menekan angka kasus DBD dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.













