SAMPANG, Jumat (26/7) suaraindonesia-news.com – Tunjukkan kelasnya. Kalimat itu pas diberikan pada KH Muhammad Bin Mu’afi Zaini (Gus Mamak), pengasuh Ponpes Besar Nazhatut Thullab, Prajjan Camplong, dan juga anggota DPRD Jawa Timur, yang saat ini memantapkan diri maju menjadi Bacabup pada Pilkada Sampang Tahun 2024.
Mengapa? karena setiap acara serasehan selalu dipadati masyarakat dari berbagai elemen. Seperti, acara serasehan dengan tema ‘Keberagamaan Sebagai Kekuatan Merubah Perbedaan Menjadi Kelebihan” bersama masyarakat dari 6 kelurahan Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, di aula Hotel Bahagia Jl Bahagia, Sampang, Kamis (25/7/2024), pukul 15.30 WIB.
Dalam paparannya, Gus Mamak menyampaikan Sampang itu beragam. Pesantren saja ragamnya banyak. Blater juga ragamnya banyak. Ada blater yang menjadi bajingan dan ada juga blater dengan berbagai macam ragam lainnya.
“Sebenarnya, pada satu sisi itu potensi buat saya. Saya bilang potensi, karena mengalami sendiri di Ponpes Nazhatut Thullab menjadi besar karena dibentuk dengan keberagaman. Salah satu contoh, saya dengan isteri latar belakangnya beda jauh. Saya agama murni dan isteri dokter murni. Yang kata orang, air campur minyak tidak akan ketemu,” jelasnya.
Tapi kami baik-baik saja dan justru jadi pemicu Ponpes Nazhatut Thullab berkembang dengan pesat. Sama halnya dengan Kabupaten Sampang, justru pluraritasnya jauh lebih luas. Seperti, ada kyai sebagai penjaga moral, ada kyai pencetak manusia dan ada kyai pencetak tanfidz.
Manusianya juga banyak dengan latar belakang status sosial dan pendidikan. Contoh, masyarakat Kecamatan Sokobenah dan Kecamatan Sampang, berbeda jauh karakter manusiannya. Tapi, itu bisa jadi booster atau penguat selama dipakek yang tepat. Hanya bagaimana meramunya yang menjadi PR.
Baca Juga: Pj Bupati Sampang Rudi Arifiyanto Tanda Tangani Tiga Kerjasama Dengan Investor
Ditanya bagaimana konsepnya, Gus Mamak mengatakan sangat sederhana. Misalnya, kita butuh devisa. Yang mendatangkan devisa di Kabupaten Sampang, sudah ada yaitu masyarakat Pantura. Karena orang-orang Pantura penghasil devisa semua. Tapi, karena mereka tidak terkoneksi dengan pendidikan yang baik di selatan, penghasilan devisanya hanya sekitar 1500-2000 ringgit. Itu setara dengan Rp 4-Rp 6 juta.
Pertanyaannya, kenapa tidak terkoneksi dengan pendidikan yang baik, sehingga mereka menjadi tenaga kerja murah di Luar Negeri. Coba ini di satukan dikoloborasikan atau di didik yang baik dan dikirim ke Luar Negeri dengan harga yang baik seperti ke Jepang, gajinya mencapai Rp 15 juta per bulan. Hanya dengan koloborasi dua titik.
Terakhir Gus Mamak memberi contoh, orang ingin mendirikan Pabrik di Sampang, tenaga kerjanya banyak diwilayah tengah yang nganggur. Bagaimana koloborasinya, pendidikannya ditangani orang selatan dan moralnya ditangani pondok pesantren.
“Ini bisa jadi perusahaan yang terjamin tidak ada aksi demo. Kok bisa, karena pekerjanya santrinya kyai semua. Jika kyai nya bilang jangan demo maka tidak akan ada aksi demo. Tapi, yang terjadi sekarang tidak demikian, Ponpes ditinggal dan ada dibelakang. Demikian juga, nelayan yang sengaja dibuat tergantung pada tengkulak, yang menjual barang mentah ke Pasuruan dan daerah lainnya,” pungkasnya.
Reporter: Nora
Editor: Amin
Publisher: Eka Putri