JAKARTA, Selasa (18/10/2022) suaraindonesia-news.com – Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta (UPNVJ), Abdul Halim, meminta Kapolri menjadikan kasus Sambo dan Teddy Minahasa sebagai momentum bersih-bersih institusi Kepolisian.
“Kepala Kepolisian RI, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo seyogianya tegas menindak para aparat kepolisian yang telah melakukan pelanggaran hukum. Kita dukung Kapolri untuk melakukan pembenahan institusi Polri secara cepat dan menyeluruh,” ungkap Abdul Halim, Selasa (18/10).
Pihaknya sangat begitu menyikapi dan menyoroti persidangan kasus Sambo yang mulai disidangkan hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan kasus Teddy Minahasa di Jakarta.
“Jika bukan karena integritas yang tinggi dan kejujuran dari Polri, saya yakin kasus Sambo dan Teddy Minahasa berpeluang di petieskan dan tidak akan diketahui masyarakat umum,” ujar Abdul Halim sambil memberikan apresiasi terhadap kinerja Polri.
“Kita mendukung penuh komitmen Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam memperbaiki citra negatif dan menjadikan Polri sebagai institusi yang prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan (Presisi),” kata dia lebih lanjut.
Menurut Abdul Halim, jika Kapolri tidak melakukan pembenahan serius dan menyeluruh sesegera mungkin, maka momentum ini akan lewat dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri akan semakin merosot.
“Inilah saat yang tepat bagi pak Jenderal Polisi Listyo Sigit untuk mengangkat harkat dan nama baik Polri. Jangan sampai masyarakat skeptis dengan kepemimpinan Kapolri,” tegas Halim.
“Tindak tegas aparat polisi yang bermasalah. Lakukan segera monitoring dan evaluasi secara cepat dan menyeluruh. Membersihkan institusi polisi dari narkoba, bisnis narkoba, judi online, prostitusi, kekerasan terhadap masyarakat seperti peristiwa tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan penonton sepak bola, konflik di internal kepolisian dan kesewenang-wenangan dalam menangani berbagai kasus hukum di tengah-tengah masyarakat,” tambahnya.
Pihaknya juga mengungkapkan, Polri harus bercermin dan sikap mawas diri, selalu menjaga nilai-nilai kepatutan serta keteladanan perilaku.
“Polri sendiri memiliki sosok Jenderal Hoegeng yang terkenal dengan kejujuran dan integritasnya dalam bertugas,” ungkap Halim.
“Kita memerlukan polisi yang berwatak sipil di negeri ini. Polisi Indonesia kini bukan lagi berkarakter militer, namun sekadar ‘a civilian in uniform’, orang sipil yang diberi baju seragam. Sebagai polisi sipil tentu polisi harus menempatkan diri secara proporsional, kapan polisi harus bertindak sebagai ‘strong hand of society’, dan kapan harus bertindak dengan karakter ‘soft hand of society’,” jelas Halim menimpali.
Di samping itu, pihaknya juga mengusulkan kepada Kapolri untuk melakukan evaluasi sistem rekrutment polisi dan sistem kenaikan jabatan di kepolisian serta pengawasan yang menyeluruh.
Dia menyebut, jika kasus tersebut harus ada uji publik dan terlibat masyarakat dalam menentukan calon pejabat Polri dan tentu memperhatikan track record dan prestasi yang telah dicapai calon pejabat kepolisian yang akan dipromosikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Halim, perlu jug memperhatikan mekanisme dan sistem pengawasan internal dan eksternal di lingkungan kepolisian sehingga lahir solidaritas internal bukan solidaritas kelompok, apalagi solidaritas upeti.
“Berikan ruang yang sama dan hak yang sama bagi seluruh polisi untuk mengembangkan karirnya, buka kesempatan yang sama bagi anggota polri untuk mengikuti pendidikan dan promosi jabatan,” ujar mantan wartawan ini, sambil memberikan usulan dan saran.
Tuntutan masyarakat, kata dia lebih lanjut, agar Polri bersikap mandiri tanpa adanya intervensi dari pihak manapun, kekuatan politik, oligarki dan pihak-pihak yang memanfaatkan institusi Polri untuk kepentingan tertentu.
Di mana, Polri harus profesional dalam menjalankan tugas. Kembalikan fungsi dan perannya sebagai aparat penegak hukum, pelindung, pengayom serta pelayan masyarakat.
“Alasan mendasar Polri keluar dari Departemen Pertahanan TNI/ ABRI agar Polri menjadi institusi independen dan mandiri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden selaku Kepala negara,” tegas Halim.
“Tugas berat Kapolri adalah membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri dengan menggandeng tokoh masyarakat, agama, adat, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lainnya. Lepaskan institusi Polri dari oknum-oknum yang melakukan bisnis haram narkoba, judi, suap, korupsi, sikap hedonisme dan kekerasan terhadap masyarakat,” imbuhnya.
Sebenarnya, lanjut dia, untuk menjamin profesionalitas dan agar Polri tidak keluar dari tugas dan fungsi yang sebenarnya, maka perlu ditaati Kode etik profesi kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan profesional.
Hal itu juga telah diatur secara normatif dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian yang ditindaklanjuti dengan aturan kode etik tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian.
Dia menjelaskan, jika anggota polri memiliki tanggung jawab meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri, jelas Halim.
“Agenda penting yang mendesak dilakukan Kapolri adalah dengan fokus pada reformasi institusi Polri secara menyeluruh, melakukan perbaikan ke dalam dengan menerapkan tata kelola manajemen kelembagaan dan pengawasan terhadap prilaku anggota kepolisian serta transparansi dan akuntabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
Reporter : Iran G Hasibuan
Editor : M Hendra E
Publisher : Nurul Anam