Kota Malabar, Suara Indonesia-News.Com – Konsulat Jenderal Jepang diminta turun tangan mengatasi polemik revitalisasi Hutan Kota Malabar di Kota Malang oleh Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPH) Kota Malabar yang menilai, pembangunan yang dilaksanakan di Hutan Kota Malabar yang didanai oleh CSR PT Amerta Indah Otsuka memiliki banyak kejanggalan dan persoalan sehingga aliansi mendatangi Konsulat Jepang hari ini.
Koordinator aksi Robbani Amal Romis mengungkapkan saat aksi demo didepan konjen jepang bahwa kejanggalan tersebut misalnya tidak adanya AP (Advice Planning) dari Pemkot Malang terkait pembangunan ini. Sebagai kawasan lindung, tidak adanya AMDAL dalam proses pembangunannya, serta tidak adanya pelibatan aktif warga sekitar dalam persetujuan pembangunan Hutan Kota Malabar.
Lebih lanjut, kata Robbani, proses penyaluran CSR PT Amerta Indah Otsuka sendiri bermasalah terkait aspek transparansi-akuntabilitas serta etika tanggung jawab sebuah perusahaan.
“Berdasarkan analisis dan temuan di lapangan, Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Kota Malabar menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh PT Otsuka bukanlah murni Tanggung Jawab Sosial Lingkungan/CSR seperti yang diamanatkan peraturan perundang-undangan. Melainkan, hanya strategi pemasaran yang menunggangi aktivitas CSR,” nilai Robbani, Kamis (17/9/2015).
Ditegaskan Robbani, hal itu bisa dilihat dari rencana pemasangan pelang bertuliskan nama produk dari perusahaan, dan patung berbentuk produk perusahaan yang rencananya akan dipasang di gerbang masuk menuju Hutan Kota Malabar.
Karena itu, Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Kota Malabar menyampaikan kepada Konsulat Jepang di Surabaya agar memperhatikan masalah ini dengan serius. Pemerintah Jepang selama ini terlihat sangat konsen dalam menjalankan kebijakan lingkungan hidup.
Aliansi meminta Konsulat Jepang harus mengambil tindakan terhadap PT Amerta Indah Otsuka yang menggunakan CSR-nya untuk mendanai pembangunan yang merusak kesehatan dan keberlanjutan lingkungan hidup juga meminta PT. Amerta Indah Otsuka untuk mengubah desain pembangunannya di Hutan Malabar yang berparadigma ekologis. Sekaligus juga meminta penghentian sementara, hingga muncul kesepakatan bersama mengenai Detail Engineering Design (DED) revitalisasi Hutan Kota Malabar.
Dalam salahsatu tuntutannya pihak Aliansi, Konsulat Jepang diminta menegur PT. Amerta Indah Otsuka untuk tidak menunggangi tanggung jawab sosial dan lingkungannya (TJSL) untuk kepentingan pemasaran serta menertibkan CSR PT. Amerta Indah Otsuka untuk melengkapi syarat-syarat yang diperlukan dalam melakukan pembangunan di daerah seperti Advise Plan, AMDAL.
Jika PT Otsuka benar-benar menghentikan/mencabut CSR, sambungnya, wajib bertanggung jawab melakukakan restorasi ekologi, memulihkan hutan kota seperti keadaan semula, bukan malah meninggalkan perusakan alih fungsi.
“Tindakan itu semakin menunjukkan bahwa CSR hanya sekedar branding produk, dan komitmen lingkungan hanya lip service,” ujarnya.(Adhi).