Reporter: Rusdi Hanafiah
Tamiang, 06/08/1016 (Suaraindonesia-news.com) – Perjuangan masyarakat Aceh Tamiang yang telah mempertahankan 114 hektar tanah atas haknya kini masih dipenjara, dari 12 orang 10 orang berada di LAPAS Kabupaten Aceh Tamiang dan 2 berada di Lapas Kota Langsa.
Bambag Herman, Koordinator Lapangan Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat Aceh Kabupaten Aceh Tamiang, mendesak kepada DPD RI perwakilan Aceh Fachrurrazi, untuk memperjuangkan nasib ke 12 warga masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang yang sudah ditahan melebihi dari satu tahun didalam sel.
”Ke 12 orang masyarakat yang telah di tahan dalam lapas Tamiang, dan 2 lainnya di Lapas Kota Langsa, semua mereka sudah mendekam sejak, tahun 2015 hingga sekarang, diantaranya kesemua nama korban yang masih berada dalam tahanan. di Lapas Aceh Tamiang, Zainuddin bin Usman, Basri Bin Johan, Zulkifli Bin Ali, Ngudiman Bin Marlias, Muhammad, HS Bin Husein, Salihin Bin Wirazi,” tutur Bambang, kepada Suara Indonesia News, Sabtu (5/8/2016).
Ia menambahkan, Sementara di Lapas Kota Langsa, Rusli Bin Yunus dan M. Nur Bin Abdul Raja, kesemua itu mereka para masyarakat yang mempertahan harta yang sudah mereka garap sejak tahun 1943, sebelum adanya kehadiran PT RAPALA pada tahun 1980, di Aceh Tamiang.
Aktifis PAKAR, mengharapkan kepada Fachrurazi selaku utusan DPD RI, agar dapat melakukan mediasi menuntaskan permasalahan tersebut ke tingkat Nasional, karena Masyarakat tidak bersalah mereka mempertahankan haknya untuk kelangsungan hidup keluarga, sehingga mengharapkan nasib ke 12 Narapidana tersebut untuk dapat di tangguhkan.
Bambang, mengharapkan agar kasus yang menimpa ke- 12 orang masyarakat Aceh Tamiang, sejak tanggal 2014 sampai sekarang belum mendapatkan titik temu, justru masyarakat kecil saja yang dijadikan korban atas tindakan pemilik PT. RAPALA (Paul Baja Marudut Siahaan)
“Sangat dikhawatiran Kebangkitan Rakyat dan perlawanan rakyat menjadi pemicu konflik baru di Aceh, akibat tindakan pihak PT, RAPALA,” sambungnya.
Konflik dan Sengketa tanah merupakan persoalan pelik di setiap daerah yang tidak dapat diselesaikan secara bijak oleh pemerintah.
“Terus saja Rakyat menjadi korban, dengan kehadiran PT, RAPALA di Aceh Tamiang terkesan tidak pro rakyat, yang terjadi di Tanah Aceh Tamiang,” tegas Bambang.