Sekda BEM Nusantara Jatim Nilai Pengesahan UU Cipta Kerja Berpotensi Matikan Petani - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
EkonomiHukumTeknologi

Sekda BEM Nusantara Jatim Nilai Pengesahan UU Cipta Kerja Berpotensi Matikan Petani

×

Sekda BEM Nusantara Jatim Nilai Pengesahan UU Cipta Kerja Berpotensi Matikan Petani

Sebarkan artikel ini
IMG 20230329 152940
Foto: Sekretaris Daerah BEM Nusantara Jawa Timur, Moh Choirul Anam (Istimewa)

SUMENEP, Rabu (29/03/2023) – Minggu-minggu terakhir ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan pengesahan UU Cipta Kerja. Akibatnya, terjadi perbincangan hangat dari berbagai kalangan di masyarakat tak terkecuali mahasiswa.

Sekretaris Daerah BEM Nusantara Jawa Timur, Moh Choirul Anam yang merupakan aktivis muda Sumenep mengungkapkan disahkannya UU Cipta Kerja berpotensi matikan petani Indonesia.

Pasalnya dalam UU Cipta Kerja yang dirumuskan dengan metode omnibus law tersebut terdapat muatan aturan yang esensinya untuk membuka keran impor pangan selebar-lebarnya di tengah kondisi petani lokal yang hasil pertaniannya sering tidak terserap optimal oleh pasar.

Perlu diketahui pada pasal 30 Ayat 1 UU Cipta Kerja terdapat perubahan yang sangat krusial dibandingkan dengan UU eksisting pasal 30 ayat 1, Yeng bunyinya bahwa setiap orang dilarang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan cadangan pemerintah.

Namun hal itu berubah menjadi “kecukupan kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor dengan tetap melindungi kepentingan petani”.

“Pasal 30 ayat 1 UU Cipta Kerja ini sangat tidak berpihak pada petani, saat UU eksisting dengan tegas melarang impor ketika kondisi kebutuhan terpenuhi, UU cipta kerja justru memberikan ruang bebas untuk melaksanakan impor,” ungkap Moh Choirul Anam.

Dia menyebutkan tanpa adanya UU Cipta Kerja saja, persoalan impor pangan yang membuat harga jual hasil pertanian petani lokal sangat murah pun tak kunjung terselesaikan. Ditambah lagi dengan adanya aturan yang jelas-jelas memberikan ruang untuk melaksanakan impor sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan konsumen dan cadangan pangan nasional akan menghimpit petani lokal.

“Persoalan impor pangan yang membuat hasil pertanian dihargai murah saja menjadi masalah yang tidak kunjung terselesaikan. Apa lagi ditambah dengan aturan cilaka seperti ini, tentu akan semakin menghimpit petani kita,” tambahnya.

Di samping itu, aturan sanksi dua tahun penjara dan denda Rp 2 miliar bagi pengimpor komoditas pertanian, saat hasil komoditas lokal masih mencukupi yang sebelumnya diatur di Pasal 101 UU Nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani juga dihapus ataupun tidak terdapat di UU Cipta Kerja.

“Bunyi Pasal 101 Nomor 19 UU perlindungan dan pemberdayaan petani yang memaparkan sanksi bagi pelaku impor komoditas pertanian saat hasil petani lokal masih mencukupi pun juga di hapus di UU Cipta Kerja. Ini kan semakin memperjelas arah kepentingan yang di perjuangkan dalam UU cilaka ini,” tegas Choirul Anam, memaparkan.

Menurutnya petani Indonesia sendiri tidak akan mampu bersaing dalam pasar bebas dengan kekuatan korporasi atau pun pemodal besar di bidang pangan. Hal ini sangat berpotensi mematikan petani lokal di Nusantara.

“Terlebih saat kita melihat dari proses penyusunan dan pengesahannya yang terkesan ugal-ugalan dan dipaksakan,” ujarnya.

Tidak sampai di situ, Moh Choirul Anam juga menjelaskan, bahwa MK telah menilai UU tersebut cacat formil dalam proses pembahasannya yang tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan, yang tertera dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Baca Juga :  Breaking News: KPK OTT Bupati Jombang Jatim

Dengan sangat jelas MK memutuskan UU tersebut inkonstitusional bersyarat. Tapi setahun kemudian, pemerintah menerbitkan Perpu Nomor 2 tahun 2022 untuk mengganti UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Baca Juga :  Gawat, 58,8 Persen Pelajar Kelas X SMA di Jatim Ternyata Pengguna Narkoba

Apalagi di tengah banyaknya penolakan atas UU Cipta Kerja, DPR malah melaksanakan Rapat Paripurna tepatnya Selasa (21/03) untuk mengesahkan undang-undang cilaka tersebut.

“Dari proses penyusunan hingga pengesahannya yang ugal-ugalan dan sama sekali tidak memperhatikan suara rakyat yang bergejolak, kita bisa mengetahui dan tentu semakin memperkuat asumsi kita. bahwa patut di duga ada kekuatan besar di balik kekuasaan yang mengarahkan pembuatan undang-undang cilaka ini,” tutupnya.

Reporter : Ari
Editor : Wakid Maulana
Publisher : Nurul Anam