ACEH TIMUR, Senin (13/06/2022) suaraindonesia-news.com – Tindak lanjuti tuntutan masyarakat 6 Kecamatan, DPRK Aceh Timur dalam waktu dekat akan panggil Direktur PT Bumi Flora dan PT Dwi Kencana selaku pemegang izin Hak Guna Usaha(HGU) di Kabupaten Aceh Timur.
Pemanggilan kedua perusahaan HGU kelapa sawit disampaikan Ketua DPRK Aceh Timur Fattah Fikri, setelah mendengar tuntutan ratusan masyarakat yang ber audiensi ke gedung wakil rakyat di Pusat Pemerintahan. Senin (13/06).
Menurut Fatah Fikri, DPRK akan segera panggil pihak Bumi Flora dan Dwi Kencana untuk meminta penjelasan terkait terjadinya sengketa lahan dan akan meminta pengembalian hak -hak masyarakat.
“Kami sudah terima aspirasi dan akan memproses nya, termasuk akan segera panggil mereka, untuk meminta penjelasan yang sebenar nya,” terang Fatah Fikri.
Selanjutnya Fatah Fikri menegaskan bahwa tugas dan kewajiban kita adalah mengembalikan hak-hak masyarakat dulu bukan masalah nya dulu.
“Jadi masyarakat untuk bersabar, berikan waktu untuk kami dalam waktu tidak lama akan memanggil mereka,” harap Fatah Fikri.
Sementara beberapa perwakilan masyarakat yang dari 6 Kecamatan Banda Alam, Idi Tunong, Darul Ihsan, Peudawa, Ranto Peureulak dan Idi Timur menyampaikan tuntutan di hadapan pimpinan dan anggota dewan dan ratusan masyarakat.
Iskandar Sarong selaku perwakilan masyarakat Kecamatan Darul Ihsan, minta DPRK Aceh Timur untuk membentuk pansus dan selanjut memanggil pihak perusahaan Bumi Flora dan Dwi Kencana.
“Kita minta kepada dewan untuk bentuk Pansus terkait kasus sengketa lahan antara masyarakat dengan pihak perusahaan dan panggil mereka,” ujarnya.
Kemudian Iskandar Sarong meminta masyarakat, Keuchik, anggota dewan untuk kompak memperjuangkan tuntutan masyarakat.
“Jangan ada oknum-oknum yang bermain di bawah meja,” tegas Iskandar Sarong.
Pada kesempatan tersebut Yulindawati, Sekjen Umum Forum Relawan Demokrasi (Foredes) Aceh yang mengadvokasi hak masyarakat, menyampaikan beberapa alasan dan tuntutan penolakan perpanjangan izin HGU Bumi Flora dan Dwi Kencana.
“Pertama mereka mengembalikan tanah milik masyarakat yang telah di serobot lebih kurang 500 ha. Kedua menuntut ganti rugi atas kerusakan infrastruktur seperti jalan desa akibat beroperasi perusahaan tersebut. Ketiga
mempertanyakan dana CSR, sebab selama ini tidak pernah di penuhi sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkar areal HGU terakhir mempertanyakan keuntungan atau PAD yang didapat dari operasional kedua perusahaan HGU tersebut,” sebut Yulindawati.
Berdasarkan informasi yang di peroleh media ini, PT Bumi Flora dengan izin areal HGU seluas 3600 ha dan akan berakhir izin pada tahun 2024.
Sementara PT Dwi Kencana seluas 6250 ha akan berakhir izin HGU pada tahun 2033, dan telah terbengkalai selama 25 tahun.
Sampai berita ini diturunkan media ini belum mendapatkan akses ke pihak Bumi Flora dan Dwi Kencana untuk mendapatkan konfirmasi terkait tuntutan dan penolakan perpanjangan izin HGU.
Reporter : Masri
Editor : Redaksi
Publisher : Romla













