JEMBER, Kamis (02/01/2020) suaraindonesia-news.com – Usai melakukan investigasi langsung ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Puger, Jember, Jawa Timur, Tim Gabungan dari Dinas Kesehatan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember serta Loka BPOM Jember menggelar konferensi pers terkait keracunan ikan tongkol di Media Center Kantor Pemkab Jember, Kamis (02/01) sore.
Plt. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember, Murtadlo menjelaskan keracunan massal yang dialami ratusan warga Kabupaten Jember usai mengonsumsi ikan tongkol dalam kondisi tidak segar.
Menurutnya, ikan tongkol yang dikonsumsi warga sehingga mengakibatkan keracunan tersebut adalah ikan tongkol tikus atau locok. Ikan tongkol jenis ini hanya mempunyai ketahanan selama 4 jam setelah mati.
“Setelah kami investigasi, sejak tanggal 23-31 Desember 2019 itu ditemukan fakta bahwa nelayan di Puger ini sedang panen ikan tongkol jenis locok, kemudian pada tanggal 31 Desember 2019 pagi masyarakat berbondong-bondong membeli ikan tongkol tersebut di TPI Puger, kemudian dibawa pulang ke rumah dan dimasaknya itu jam 10:00 pagi sampai menjelang tengah malam, padahal ketahanan (masa segar) ikan tongkol locok ini tingkat kesegaran layak dikonsumsi ini maksimal 4 jam setelah itu tidak layak konsumsi atau bisa keracunan. Nah ini belinya pagi dan baru dimasak sore bahkan tengah malam itu sudah berapa jam, kecuali masyarakat menyimpannya dengan baik yaitu dibekukan supaya tahan ,” jelas Murtadlo.
Ia menambahkan bahwa keracunan tersebut berasal dari kandungan histamine yang tinggi pada ikan tongkol jenis tikus atau locok ini, sehingga masyarakat harus menyimpannya dengan benar.
“Kebiasaan masyarakat menyimpannya di stirofoam dan diberi es batu, nah penyimpanan seperti ini tidak maksimal, apalagi ini ikan tongkol tikus harus lebih perhatian dalam hal penyimpanan, suhu harus di bawah -6°C ,” imbuhnya.
Selain cara penyimpanan yang benar, Murtadlo juga menjelaskan bahwa pengolahan ikan tongkol tikus ini harus matang seratus persen.
“Nah ini sudah melebihi 4 jam, menyimpannya tidak benar atau bahkan tidak disimpan di freezer, diperparah lagi dengan cara bakarnya yang tidak matang seratus persen, sudah sangat jelas akan menimbulkan keracunan,” ujarnya.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Dyah Kusworini menjelaskan kejadian keracunan ikan tongkol terjadi mulai 31 Desember 2019.
“Kejadian keracunan ikan tongkol ini dimulai pada 31 desember 2019, diawali dengan laporan salah satu puskesmas tentang adanya pengingkatan kasus, lalu kami kembangkan ke puskesmas yang lain dan akhirnya sampai hari ini 2 januari 2020 tercatat mencapai 250 warga yang mengalami keracunan,” tutur Dyah.
Upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan, lanjut Dyah, penanganan, pengobatan serta perawatan sampai sembuh.
“Dan sampai siang tadi sebanyak 248 orang sudah dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang, sementara 2 orang sisanya masih dirawat di RS.Kaliwates dan Puskesmas Ledokombo,” imbuhnya.
Penanganan keracunan massal ini melibatkan 50 puskesmas, 13 RS dan klinik pratama di Kabupaten Jember.
Sementara itu Kepala Loka BPOM Jember Ani Kusbudiwati mengatakan bahwa pihaknya telah mengambil sampel dan mengirimkannya ke Balai Besar BPOM di Surabaya untuk diteliti.
“Untuk hasil labnya itu maksimal 14 hari,” ungkapnya.
Untuk diketahui, Timbulnya histamine (amina biogenik) disebabkan penanganan ikan yang tidak baik selama penangkapan, penanganan dan penyimpanan.
Histamin berkembang setelah ikan mati dan akan meningkat jika ikan terlalu lama diluar air setelah kematian dan tidak cukup pendinginannya segera. Penyimpanan pada suhu di atas 16°C (60°F) pada kondisi kontak dengan udara, akan dikonversi menjadi histamin melalui enzim dekarboksilase histidin yang dihasilkan oleh bakteri yang ada dalam insang dan usus, antara lain bakteri Morganella morganii. Kondisi inilah yang merupakan salah satu alasan mengapa ikan harus disimpan pada suhu rendah.
Reporter : Guntur Rahmatullah
Editor : Amin
Publisher : Oca