KOTA BOGOR, Senin (14/04) suaraindonesia-news.com – Kondisi memprihatinkan Pasar Induk Kota Bogor terungkap dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Komisi III DPRD Kota Bogor. Meskipun pengelola pasar menyebut bangunan masih layak pakai, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya, atap bangunan dalam kondisi rusak parah, sudut-sudut pasar tampak kumuh, dan secara umum mengkhawatirkan dari sisi keselamatan.
Pengelola pasar menyatakan struktur bangunan masih kokoh, namun Komisi III mencatat kondisi sebaliknya.
“Kami lihat sendiri, bangunan sudah sangat tidak layak, atap hampir roboh,” kata Ketua Komisi III, DPRD Kota Bogor Heri Cahyono
Diketahui, renovasi baru direncanakan pada tahun 2026/2027. Hal ini tentu mengindikasikan akan adanya permohonan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) untuk pembiayaan revitalisasi pasar. Ironisnya, sejak pembangunan pada 2001, belum pernah dilakukan renovasi total maupun audit kelayakan bangunan ungkapnya.
Menurutnya Pernyataan pengelola bahwa akses jalan masuk dan keluar pasar masih bagus dan terkendali, dibantah langsung oleh hasil temuan sidak.
“Kami lihat ada lubang besar yang memotong separuh jalan utama, jelas ini membahayakan aktivitas kendaraan dan pengunjung pasar,” tuturnya.
Heri menyebut, terkait penataan kendaraan, pengelola menyebut dilakukan oleh petugas parkir, namun belum jelas apakah petugas tersebut merupakan karyawan Perumda Pasar Pakuan Jaya atau dari pihak ketiga. Hal ini perlu diperjelas untuk memastikan tanggung jawab pengelolaan parkir pasar.
Pengelola pasar mengklaim adanya sistem pemilahan sampah organik dan non-organik, namun kenyataannya di lapangan tidak ditemukan praktik tersebut. Seluruh pengelolaan sampah sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga. Mirisnya, dengan anggaran operasional pengelolaan pasar yang mencapai lebih dari Rp 5 miliar, belum terlihat adanya inovasi dalam pengolahan sampah internal pasar.
“Kenapa dengan anggaran sebesar itu tidak ada terobosan pengolahan sampah yang lebih baik? Ini menjadi catatan serius bagi kami,” ujarnya.
Saat sidak, Komisi III mencatat bau pesing tercium di hampir seluruh area pasar, bertolak belakang dengan klaim pengelola bahwa tidak ada kekumuhan atau bau tidak sedap.
“Faktanya, kondisi pasar sangat tidak nyaman, terutama di area sayur mayur yang penuh bau menyengat,” imbuhnya.
Jumlah petugas kebersihan pun belum jelas, dan akan diminta keterangan lanjutan mengenai total tenaga kebersihan yang tersedia.
Pengelola pasar menyebut total kapasitas kios dan los mencapai sekitar 1.500 unit dengan okupansi 80 persen atau sekitar 1.200 kios terisi. Namun, dalam sidak sebelumnya disampaikan hanya sekitar 900 kios yang terisi. Jika benar terdapat 1.200 kios aktif, maka pendapatan pasar diperkirakan lebih dari Rp 8 miliar, jauh di atas asumsi sebelumnya yang mengacu pada 900 kios.
Alumni Fahutan ini menfatakan, dalam sidak tersebut, fasilitas toilet yang diklaim tersedia dan berfungsi baik oleh pengelola, justru tidak tampak sama sekali di lokasi. Ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai ketersediaan dan kebersihan fasilitas sanitasi pasar.
Heri menegaskan, perlunya evaluasi menyeluruh terhadap manajemen pasar, termasuk keterbukaan data jumlah pedagang, kondisi fisik bangunan, pengelolaan sampah, hingga kelayakan fasilitas umum.
“Kami tidak ingin pasar ini terus terabaikan. Fakta di lapangan jauh dari apa yang dilaporkan,” tutupnya.