Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
NasionalPeristiwaSosial Budaya

Sejarah Dibalik Halal Bi Halal, Ini Ceritanya

Avatar of admin
×

Sejarah Dibalik Halal Bi Halal, Ini Ceritanya

Sebarkan artikel ini
IMG 20170627 113659
Kiri Bung Karno, dan Kanan KH Abdul Wahab Chasbullah seorang Ulama Besar Nadhatul Ulama Penggagas Halal Bi Halal

JEMBER, Selasa (27 Juni 2017) suaraindonesia-news.com – Bukan suatu hal yang asing lagi bagi kita, khususnya Umat Islam di Indonesia mengenai budaya Halal Bi Halal ketika lebaran telah tiba.

KH Abdul Wahab Chasbullah seorang Ulama Besar Nadhatul Ulama punya cerita, kenapa ada Halal Bi Halal setelah lebaran dan siapa yang mencetus tradisi yang melekat dalam masyarakat muslim Indonesia dimanapun mereka tinggal, di dalam negeri ataupun di penjuru dunia tempat mereka berada.

Lalu bagaimana ceritanya?

Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum.

Sementara pemberontakan terjadi dimana-mana, diantaranya DI/TII, PKI Madiun.

Pada tahun 1948, yaitu di pertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara, untuk dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat ini.

Baca Juga :  PMII Jatim Gelar Harlah ke-65 di Kediaman Gubernur Khofifah, Tekankan Kolaborasi dan Semangat Perubahan

Kemudian Kyai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahim, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunnahkan bersilaturrahmi.

Lalu Bung Karno menjawab, “Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain”.

“Itu gampang”, kata Kyai Wahab. “Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah ‘’Halal bi Halal”, jelas Kyai Wahab.

Dari saran Kyai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara guna menghadiri silaturrahmi yang diberi judul ‘Halal bi Halal’ dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Baca Juga :  Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Heri Cahyono, Galakkan Gerakan Bogor Hejo

Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian diikuti juga oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Jadi Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kyai Wahab menggerakkan warga dari bawah.
Istilah “halal bi halal” ini dicetuskan oleh KH. Wahab Chasbullah dengan analisa pertama yaitu (thalabu halâl bi tharîqin halâl) adalah mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan.

Analisa kedua yaitu (halâl “yujza’u” bi halâl) adalah pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.

Jadilah Halal bi Halal sebagai kegiatan rutin (budaya) Indonesia saat Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang ini. (Guntur Rahmatullah)