Ryanti Dermawan: Stop Wacana Penundaan Pemilu

oleh -355 views
wakil ketua DPC Gerindra Kota Bogor, Ryanti Dermawan

KOTA BOGOR, Kamis (7/4/2022) suaraindonesia-news.com – Polemik tiga periode kepemimpinan atau perpanjangan masa jabatan beberapa pekan ini terus bergulir, suara suara lantang menolak bergema dimana mana, akan tetapi tidak sedikit juga sebagian kalangan menginginkan ada masa perpanjangan kepemimpinan presiden yaitu menjadi 3 periode.

Seperti diketahui, wacana penundaan pemilu pertama kali dilontarkan Menteri BKPM Bahlil Lahadalia yang mengklaim pengusaha meminta Pemilu 2024 diundur. Hal itu kemudian digulirkan terus-menerus oleh partai koalisi Jokowi seperti PKB, PAN, Golkar, hingga Menteri Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, demikian disampaikan wakil ketua DPC Gerindra Kota Bogor, Ryanti Dermawan, Rabu (06/04/2022).

Menurutnya, bahkan Luhut menyebut wacana penambahan masa jabatan presiden berasal dari aspirasi warganet di media sosial yang jumlahnya mencapai 110 juta.

“Karena tak cukup alasan, sebaiknya para politisi menghentikan manuvernya untuk menunda pemilu, dari tahun 2024 ke 2027. Memperpanjang- panjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup akan dicatat sejarah sebagai skandal politik,” ungkapnya

Ryanti menyebut, penundaan pemilu 2024 bukan hanya akan memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden, melainkan juga memperpanjang masa jabatan anggota parlemen, yakni DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

“Hal ini karena Indonesia menerapkan konsep pemilu serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta memilih anggota dewan atau legislator, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang merupakan implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 14/PUU-XI/2013. Dan tentunya perpanjangan masa jabatan presiden juga otomatis akan berdampak pada masa jabatan kabinet pemerintah,” ujarnya.

Dengan demikian kata Ryanti, dapat dikatakan bahwa upaya penundaan pemilu merupakan ide oligarki bagi para elit politik untuk melanggengkan kekuasaannya.

“Tentu saja konstitusi dapat diamandemen agar memberi keabsahan menunda pemilu, atau menambah durasi jabatan presiden menjadi tiga periode. Tapi tanpa alasan yang cukup, manuver itu akan berbalik menjadi catatan sejarah yang kelam bagi bangsa Indonesia dimana kekuasaan dapat mengatur segala sesuatu termasuk penundaan pemilu,” tuturnya.

Dikatakan Ryanti, karena situasi darurat, pemilu dapat ditunda. seperti negara dalam keadaan darurat baik itu bencana ataupun Perang seperti yang terjadi di Ukraina saat ini. Dalam keadaan Perang Mustahil bisa berencana menyelenggarakan pemilu seperti di era normal. Suasana darurat memang dibolehkan menunda pemilu. Tapi itu haruslah alasan yang cukup dan masuk akal. Sedangkan Indonesia saat ini sudah siap untuk menjemput pemilu pada 14 Februari 2024.

Bahkan di tahun 2022 ini sudah menjadi trend dunia. Kita bersama memasuki era endemik. Covid-19 masih akan panjang bersama kita. Tapi ini babak akhir era pandemik, yang berubah menjadi endemik.

Di tahun 2022, Covid sudah melewati puncaknya. Apalagi di tahun 2024, dua tahun dari sekarang. Tak masuk akal Covid-19 dijadikan alasan untuk menunda sila pertama demokrasi. Sila pertama reformasi. Yaitu pemilu yang diselenggarakan secara reguler.

“Menurut saya jangan biarkan kisruh dan polemik ini terus berlanjut. Berikan ketenangan pada masyarakat setelah kita berhasil melewati Pandemi dan berangsur edemi. Jadi tidak ada alasan apapun untuk menunda nunda pemilu, biarkan reformasi ini berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi yang dijamin oleh konstitusi,” pungkasnya.

Reporter : Iran G Hasibuan
Editor : Redaksi
Publisher : Syaiful

Tinggalkan Balasan