SAMPANG, Jumat (27/9) suaraindonesia-news.com – Sekretaris DPD KNPI Kabupaten Sampang Wafie Anas menegaskan, program Universal Health Coverage (UHC), adalah sistem pelayanan kesehatan dari Pemerintah Pusat, bukan program daerah atau produk politik.
“Sehingga siapapun Bupatinya program UHC tetap ada dan gratis,” tegasnya.
Pernyataan itu disampaikan Wafie Anas, untuk meluruskan anggapan masyarakat bahwa program UHC adalah program daerah atau produk politik. Karena, masyarakat harus tau dan paham tentang masalah program UHC ini.
Dikatakannya, program UHC ini berlaku diseluruh Indonesia tidak hanya di Kabupaten Sampang. Dan sistem pelayanan ini gratis karena menggunakan kartu BPJS.
Ia menjelaskan, DPD KNPI Sampang beberapa waktu lalu, pernah menggelar Diskusi publik ‘UHC Untuk Siapa’ menghadirkan empat narasumber di aula Hotel Panglima Sampang. Bertujuan, untuk memberi penjelasan pada masyarakat tentang program UHC.
Empat narasumber itu, Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes-KB) Sampang dr Abdullah Najich, Plt Dirut RSUD dr Muhammad Zyn Sampang dr Bhakti Setyo Tunggal, Kepala Bidang SDMUK BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan Ary Adiyanto, dan Anggota DPRD Sampang Moh Iqbal Fatoni.
Wafie mengungkapkan, saat itu Kepala Dinkes-KB Sampang Abdullah Najich menyatakan, program UHC dipastikan berlanjut. Pemkab Sampang berkomitmen untuk tetap melanjutkan program UHC dengan prosedur seperti biasanya. Tanpa harus melengkapi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari pemerintah desa dan Dinsos.
“Cuma nanti akan ada perbaikan data warga yang berhak mendapat program UHC,” ungkapnya.
Perbaikan data peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segmentasi penerima bantuan iuran daerah (BPID) penting dilakukan untuk bisa mengurangi beban fiskal dari Pemkab Sampang dan memastikan pemanfaatan program tepat sasaran.
Sementara narasumber dari Kepala BPPKAD Sampang Hurun Ien menyampaikan, Pemerintah Daerah telah berkomitmen melanjutkan program UHC dan menjadi program prioritas.
Namun, perlu dilakukan validasi data peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segmentasi penerima bantuan iuran daerah (BPID). Sebab, selama ini iuran yang dibayarkan ke BPJS melebihi dari jumlah minimum kepesertaan.
“Salah satu syarat program UHC adalah pemkab membayarkan iuran BPJS minimal 95 persen dari jumlah kepesertaan baik mandiri, PPU, atau PBID, jadi kalau iuran yang dibayarkan sampai melebihi jumlah kepesertaan itu tidak wajar, makanya kita kurangi,” ungkapnya.
Anggaran sebesar Rp 51 miliar, yang disediakan untuk program UHC sudah dibayarkan ke BPJS baik untuk peserta yang sakit ataupun tidak. Sehingga, dipastikan tidak ada anggaran yang bocor di program tersebut.
Yang menarik ungkap Wefie, saat narasumber dari anggota DPRD Sampang Moh Iqbal Fatoni, yang dengan tegas mengatakan, program UHC tetap harus berlanjut. Ia meminta validasi data penduduk dengan peserta JKN segera dituntaskan. Karena akan berdampak pada kemampuan anggaran pemerintah daerah.
“Program UHC adalah sebuah sistem pelayanan kesehatan dari pemerintah pusat, bukan produk politik sehingga siapapun bupatinya program UHC tetap ada dan gratis,” tegas Fafan saat itu.
Fafan waktu itu menambahkan, untuk 26 jiwa yang sudah terverifikasi dan terlanjur dinonaktifkan, bila membutuhkan layanan kesehatan harus diaktifkan kembali tanpa persyaratan SKTM.
“Pemkab melalui PAK akan menggelontorkan dana sebesar Rp 7 miliar untuk membantu beban yang ditanggung kepada BPJS Kesehatan,” kata politikus PPP itu.