Hari Santri Nasional 2025 dan Spirit Resolusi Jihad - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
Opini

Hari Santri Nasional 2025 dan Spirit Resolusi Jihad

×

Hari Santri Nasional 2025 dan Spirit Resolusi Jihad

Sebarkan artikel ini
IMG 20251022 132219
Foto: Zaini Amin (Alumni Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep).

Penulis: Zaini Amin (Alumni Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep).

Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN). Tanggal ini bukan sekadar momentum seremonial, melainkan pengingat sejarah besar yang lahir dari semangat jihad kebangsaan para ulama dan santri di masa perjuangan kemerdekaan.

Sejarah mencatat, pada 22 Oktober 1945, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), mengeluarkan fatwa monumental yang dikenal sebagai Resolusi Jihad. Fatwa ini muncul atas permintaan Presiden Soekarno yang kala itu mencari pandangan ulama mengenai hukum membela tanah air dari penjajah.

Menjawab kegelisahan itu, para ulama NU berkumpul di Surabaya dan dengan tegas memutuskan bahwa membela negara dari penjajahan adalah fardhu ‘ain kewajiban individual bagi setiap Muslim. Fatwa inilah yang menjadi dasar moral dan spiritual bagi rakyat Indonesia, khususnya para santri, untuk bangkit mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan.

KH. Wahab Hasbullah, salah satu tokoh penting NU, menerjemahkan fatwa itu dalam bentuk gerakan nyata. Ia membentuk laskar santri, yang kemudian dikenal dengan cikal bakal Barisan Ansor Nahdlatul Ulama (Banser). Dari sinilah semangat perjuangan santri meluas ke berbagai pelosok Jawa Timur.

Baca Juga :  Melalui Event dan UMKM, Pemkab Sumenep Sukses Tekan Angka Kemiskinan Hingga 6,23%

Tak lama setelah itu, semangat resolusi jihad menjelma menjadi perlawanan nyata dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Para santri dan kiai dari berbagai pesantren turun ke medan tempur bersama rakyat dan tentara, bersenjatakan bambu runcing dan tekad yang menyala. Dengan pekikan “Allahu Akbar!”, mereka maju tanpa gentar melawan pasukan Sekutu dan NICA.

Pertempuran heroik itu melahirkan banyak kisah legendaris. Salah satunya adalah gugurnya Jenderal Mallaby dan peristiwa di Hotel Yamato, ketika para pejuang Surabaya berhasil menurunkan bendera Belanda dan merobek bagian birunya tanda penolakan terhadap kembalinya penjajahan. Sejarah mencatat, para pejuang dan santri memainkan peran besar dalam peristiwa bersejarah itu.

Semangat jihad santri bukan jihad dalam arti perang semata, melainkan jihad dalam makna luas: membela kebenaran, menegakkan keadilan, dan menjaga martabat bangsa. Spirit ini tetap relevan hingga hari ini, di tengah tantangan zaman yang berbeda.

Baca Juga :  Politik Jalan Ketiga

Santri masa kini tidak lagi berjuang dengan bambu runcing, tetapi dengan pena, ilmu pengetahuan, dan akhlak. Di ruang-ruang kelas pesantren, di kampus, dan di ranah digital, para santri terus berikhtiar menjadi pelopor moderasi, penjaga moral bangsa, serta agen perubahan yang membawa nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

Momentum Hari Santri Nasional 2025 menjadi refleksi bagi seluruh umat, khususnya kalangan santri, untuk meneladani semangat keikhlasan dan pengorbanan para ulama terdahulu. Santri bukan hanya penjaga agama, tetapi juga penjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Mari terus warisi semangat resolusi jihad itu—bukan dengan mengangkat senjata, tetapi dengan mengangkat ilmu, etika, dan kerja nyata bagi kemajuan bangsa.

Selamat Hari Santri Nasional 2025.
Dari Pesantren, Untuk Indonesia. Dari Santri, Untuk Peradaban Dunia.