Reporter : Adhi
Surabaya, suaraindonesia-news.com – Di Surabaya, Hari Kebebasan Pers se-Dunia diperingati dengan aksi damai, selain berorasi, gelaran treatrikal juga disuguhkan. Itu dilakukan oleh puluhan wartawan berbagai media cetak, elektronik, fotografer dan online tergabung dalam Journalist Surabaya untuk Kebebasan (JaSuKe), mereka mengenakan pakaian hitam di depan Kebun Binatang Surabaya, Selasa 3 Mei 2016.
“Di hari Kebebasan Pers se Dunia ini, kita kembali mengingatkan kepada semua pihak, kalau para pekerja media masih rentan dengan tindakan intimidasi dan perbuatan tidak menyenangkan lainnya,” ujar Koordinator Aksi, Totok J Soemarno.
Mengusung tema “Pewarta Bukan Pembawa Petaka”, Totok menegaskan
Kebebasan pers baru sebatas slogan, belum terwujud nyata.
“Masih banyak pihak beranggapan pewarta pembawa petaka. Perlu dipahami, pekerja media juga berperan sebagai penjaga demokrasi,” teriaknya.
Fungsi pers sebagai alat kontrol, sarana pendidikan, dan hiburan harus benar-benar diwujudkan, tidak boleh ada yang menghalangi.
“Jika itu terjadi, pelakunya sama saja mengangkangi keberadaan UU Pers No 40, dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Menghalangi tugas jurnalistik apalagi melakukan intimidasi, sama dengan menabrak undang-undang, itu melukai hak masyarakat untuk tahu,” tegasnya.
Di aksi treatrikal, fotografer media cetak nasional kemudian muncul, wajahnya kemudian disiram cat warna merah sebagai simbol masih adanya tekanan, intimidasi dan pelecehan profesi yang dilakukan.
“Pakaian hitam adalah simbol matinya kebebasan pers, simbol pemasungan, pengekangan kebebasan pers dan tindakan lain yang masih kerap terjadi,” lanjut Totok.
Lewat aksi tersebut diharapkan semua pihak tergugah, khususnya para elit di organisasi media untuk aktif menyuarakan kebebasan pers.
“Bukan memilih diam, demi terjaganya kepentingan golongan. Wujudkan Kebebasan Pers Sepenuhnya,” teriak Totok diikuti kepalan tangan peserta aksi.