Reporter: Zainal
Pasuruan, Minggu (11/12/2016) suaraindonesia-news.com – Pengakuan pemerintah pusat serta kepedulian membangun desa sebagai daerah pinggiran untuk menjadi desa mandiri sejahtera lewat slogan desa membangun melalui penetapan undang-undang NO.06 tahun 2014 tentang desa, masih jauh dari harapan. Hal ini tercermin denfan masih belum transparan dan profesionalnya pengelolaan dana yg di gelontorkan dari pusat ke desa.kendali keuangan dan perencanaan masih banyak berpusat pada kepala desa.
Sebagian besar warga desa belum tahu tentang dana tersebut serta bagaimana peruntukanya. Pada waktu suaraindonesia-news.com menyambangi salah satu desa di Desa Bajangan Kecamatan Gondangwetan Kabupaten Pasuruan.
Imron selaku Kepala Desa mengatakan bahwa tidak ada kendala dalam perencanaan, pelaksanaan serta pelaporan dana yang diterima desanya.
Namun ketika disinggung mengenai belum cairnya dana desa tahap 2 hingga ahir semester 2. Imron tidak bisa menjelaskan.
“Sudah masuk mas. Sudah masuk semua,” katanya Tanpa mau menjelaskan apa maksudnya.
Senada dengan Imron, Endang Prihatiningsih, Kasie Pemerintahan Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan dikonfirmasi tentang belum cairnya dana desa tahap 2 hingga ahir semester juga tidak mau menjelaskan dan hanya mengatakan bahwa berkas sudah selesai serta sudah masuk.
Bahkan ketika dikonfirmasi tentang desa desa yang belum cair, Endang meminta surat tugas pada wartawan suaraindonesia-news.com, tanpa mau menjelaskan surat tugas seperti apa yg di minta.
“Ke pimpinan saya saja mas untuk konfirmasi hal itu. saya kan punya atasan,” imbuhnya.
Hal ini berbanding terbalik dengan undang-undang no.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Serta Permendagri NO.14 tahun 2014 tentang pembangunan desa. Dimana warga masyarakat berhak untuk ikut andil dalam perencanaan pembangunan, pelaksanaan serta pengawasanya. Serta juga merujuk pada surat komisi pemberantasan korupsi, KPK tertanggal 31 Agustus 2016 yg ditujukan kepada kepala desa se indonesia.
Dana desa harus dapat dikelola secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengelolaan keuangan desa termasuk dana desa merupakan bagian dari upaya membangun kedejahteraan, oleh karena itu KPK meminta kepada seluruh kepala desa, untuk : 1. Mematuhi seluruh peraturan tentang pengelolaan keuangan desa hususnya dalam penggunaan dana desa dengan menghindari yang tidak sesuai dengan peruntukanya.
Sehingga tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
2. memahami dengan baik dan menggunakan aplikasi sistem keuangan desa (siskeudes) yang dikembangkan oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) bekerjasama dgn kementrian dlm negeri untuk pengelolaan keuangan.
3. Komisi pemberantasan korupsi, KPK. Bersama sama kemendesa PDTT dan kemendagri melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penggunaan dana desa.
4. Mendorong partisipasi masyarakat agar melakukan pengawasan dan melaporkan informasi serta keluhan yang dianggap perlu terkaet penyalahgunaan keuangan desa hususnya dana desa kepada satgas desa kemendesa PDTT dengan menghubungi telpon 1500040 atau SMS 081288990040/087788990040 atau melalui website satgas.kemendesa.go.id.
5. Memperbanyak surat himbauan ini dan menempel di tempat tempat strategis seperti kantor desa atau tempat lain yang mudah dibaca masyarakat.
Petikan surat ini ditandatangani langsung oleh ketua komisi pemberantasan korupsi, KPK Agus Raharjo.
Di tempat terpisah, Opek Mbara dari lembaga swadaya masyarakat peduli Pasuruan membangun mengatakan, sudah seharusnya dana trilyunan yang dikucurkan pemerintah pusat melalui dana desa langsung ke pemerintahan didesa bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Baik mulai tingkat perencanaanya, pelaksanaan maupun masyarakat punya akses untuk mengawasi penggunaan dana tersebut.
“Karena selama ini sebagian besar masyarakat hanya bisa mendengar kalau ada dana milyaran yang diterima oleh desa tanpa tau detailnya dana dari mana dan untuk apa aja peruntukanya. Selama ini kan musyawarah tingkat desa baik musyawarah dusun, musyawarah desa bahkan musyawarah tingkat kecamatan tentang alokasi dana di desa itu nyaris tidak terdengar, yang diundang hanya itu-itu aja, Formalital saja. masyarakat umum didesa tidak diberi ruang untuk ikut berpartisipasi didalamnya,” Imbuh Opek.
“Saya saja yang warga desa kurang paham berapa besaran dana ke desa, digunakan untuk apa serta siapa saja penanggungjawab pelaksanaan kegiatan didesa itu mas,” sambung Opek.
Disisi lain M. Hambali kaur Keuangan desa menginginkan pihak pemerintah kecamatan dan kabupaten untuk lebih serius memberi bimbingan teknis tentang penggunaan dan pelaporan dana di desa, serta secepatnya ada tindakan pemerintah dalam hal ini untuk dapat menerbitkan SK untuk mengisi kekosongan jabatan perangkat desa di desanya.

