SUMENEP, Kamis (24/10) suaraindonesia-news.com – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep, bekerja sama dengan USAID ERAT LPKP Jawa Timur, menggelar diskusi panel yang melibatkan para tokoh agama untuk mencegah perkawinan anak di wilayah Sumenep. Acara ini diadakan pada Rabu (23/10/2024) di Ruang Rapat Potre Koneng, Bappeda Sumenep.
Diskusi tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh penting, seperti hakim Pengadilan Agama Sumenep, pengasuh pondok pesantren, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Pengurus Daerah Muhammadiyah, serta organisasi perempuan seperti Muslimat NU dan Fatayat NU. Hadir pula beberapa kepala Kantor Urusan Agama (KUA), kepala desa, dan tokoh agama lainnya.
Perkawinan anak, yang melanggar hak-hak anak sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta UU No. 35 Tahun 2014 dan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, menjadi fokus utama dalam diskusi ini. Anak-anak yang menikah dini berisiko menghadapi berbagai dampak negatif, termasuk hilangnya masa kanak-kanak dan potensi terjadinya kekerasan fisik, psikis, serta seksual.
Kepala Bappeda Sumenep, Arif Firmanto, menyampaikan bahwa tujuan dari diskusi ini adalah menyamakan persepsi di kalangan tokoh agama terkait pentingnya melindungi kepentingan terbaik bagi anak.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara tokoh agama dan pemerintah dalam pencegahan perkawinan anak.
“Diskusi ini diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dalam pencegahan perkawinan anak dan penanganan masalahnya di Kabupaten Sumenep,” ujar Arif.
Menurut data dari Pengadilan Agama Sumenep, pada tahun 2024, terdapat 191 kasus dispensasi kawin yang diajukan, dengan 165 kasus telah diputuskan. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan anak masih menjadi masalah serius di daerah tersebut.
Arif menambahkan bahwa perkawinan anak dapat membawa dampak lintas generasi, termasuk meningkatkan risiko kematian anak-anak yang lahir dari ibu berusia muda.
Ia berharap, melalui diskusi dan sosialisasi ini, tokoh agama dapat lebih aktif mengedukasi masyarakat mengenai bahaya perkawinan anak.
“Ajaran agama Islam juga perlu menekankan pentingnya persiapan matang sebelum membina rumah tangga,” tutup Arif.