Oleh: Annisa Kartika Devi*
Definisi Narapidana Terorisme (Napiter)
Narapidana merupakan orang yang tersesat dan melakukan tindakan menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Narapidana juga seorang manusia yang memiliki akal dan pikiran yang membuat ia dapat menjalin hubungan baik dengan Tuhan, manusia, dan juga lingkungan di sekitarnya.
Ketika seseorang telah berada di jalan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja menjadi pelanggar hukum yang telah mengikuti serangkaian proses peradilan pidana dan dijatuhi hukuman tetap maka statusnya berubah menjadi “narapidana”.
Dari banyaknya kasus pidana yang terjadi, salah satunya yaitu kasus terorisme. Terorisme didefinisikan sebagai “kekerasan yang bermuatan politis, yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau negara, untuk menimbulkan perasaan terteror dan tidak berdaya pada suatu populasi, dengan tujuan mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan atau mengubah perilaku” (Moghaddam, 2005)
Menurut Mufid, penyebab kasus-kasus terorisme di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(1) penyebab struktural seperti ketidakseimbangan demografis, globalisasi, modernisasi, kesenjangan sosial, dan kelas sosial;
(2) Penyebab konduktif seperti media komunikasi, teknologi transportasi, dan keamanan;
(3) Dorongan pribadi; dan
(4) Faktor pemicu seperti acara-acara provokatif. Oleh karena itu, terorisme di Indonesia dipandang menjadi masalah budaya bukan hanya masalah keamanan (Mufid, 2011)
Definisi Deradikalisasi
Deradikalisasi adalah mendeteksi secara dini, menangkal sejak awal, dan menyasar berbagai lapisan potensial dengan beragam bentuk dan varian yang relevan bagi masing-masing kelompok yang menjadi sasaran (SETARA Institute for Democracy and Peace, DE2012).
Deradikalisasi ini terdiri dari:
(1) Reedukasi yang merupakan penangkalan dengan mengajarkan pencerahan kepada masyarakat tentang paham radikal sehingga tidak terjadi pembiaran berkembangnya paham tersebut;
(2) Rehabilitasi yang memiliki dua makna yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian. Pembinaan kemandirian adalah melatih dan membina para mantan narapidana, mempersiapkan keterampilan dan keahlian, supaya setelah mereka keluar dari Lapas, mereka sudah memiliki keahlian dan dapat membuka lapangan pekerjaan.
Sedangkan pembinaan kepribadian adalah melakukan pendekatan dengan berdialog kepada para narapidana terorisme agar mindset mereka dapat diluruskan serta memiliki pemahaman yang komprehensif serta dapat menerima pihak yang berbeda dengan mereka. Namun hal ini berat untuk dilakukan karena membutuhkan banyak ahli dan strategi dalam menjalankannya;
(3) Kemudian, untuk memudahkan mantan narapidana terorisme kembali dan berbaur ke tengah masyarakat Badan Penanggulangan Terorisme Nasional (BNPT) juga membimbing mereka dalam bersosialisasi dan menyatu kembali dengan masyarakat (resosialisasi dan reintegrasi). (M. Josefhin, 2018)
Analisis Swot Program Deradikalisasi
Strengths (S)
Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan tempat menjalankan pembinaan bagi para narapidana. Termasuk juga narapidana terorisme yang pastinya membutuhkan pembinaan khusus yang sesuai dengan tindak pidana yang telah ia lakukan.
Salah satu program pembinaan yang dilakukan yaitu deradikalikasi sebagai salah satu upaya deteksi dini yang mencegah akan terjadinya tindakan terorisme yang akan menimbulkan lebih banyak kerugian. Dengan adanya deradikalisasi, tidak hanya mengikis radikalisme dan memberantas potensi terorisme tetapi juga mengokohkan implementasi empat pilar hidup berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional Indonesia (SETARA Institute for Democracy and Peace, 2012).
Weakness (W)
Dalam implementasinya di Lapangan, deradikalisasi mengharuskan para petugas pemasyarakatan untuk langsung berinteraksi dengan para napiter. Dititik ini para petugas pemasyarakatan sangat rentan dalam menjalankan tugasnya. Dikhawatirkan bagi petugas yang masih kurang akan pengetahuan serta kemampuan dalam menyampaikan maksud dan tuuan deradikalisasi akan menjadi terpapar pemahaman radikal. Sehingga sangat ditekankan dan menjadi perhatian penting bagi petugas untuk selalu meningkatkan keimanan dan integritasnya dalam setiap bertugas terlebih lagi saat menghadapi para napiter.
Opprtunities (O)
Untuk mencegah akan terpaparnya petugas pemasayarakatan atas paham radikal, maka dperlukan juga peningkatan pengetahuan, skill, dan keterampilan petugas dalam pelaksanaan program deradikalisasi. Peningkatan tersebut dapat berupa pelatihan dan juga sosialisasi secara rutin dan memiliki target ataupun progress setiap pertemuannya. Sehingga usaha meminimalisir kelemahan dalam pelaksanaan program deradikalisasi memiliki hasil yang pasti.
Threaths (T)
Terlepas dari ancaman internal yang telah dibahas sebelumnya, seiring perkembangan global yang pesat tidak menutup kemungkinan bahwa para teroris yang masih berada di luar lapas atau dengan kata lain masih berada di sekitar kita, memungkinkan memulai aksi-aksinya tahap demi tahap. Oleh karena itu, pergerakan para petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan program deradikalisasi harus segera terlaksana dengan cepat dan tepat.
Dengan adanya analisis SWOT, para petugas pemasyarakat dapat melakukan perencanaaaan akan strategi dan menimbang seberapa besar peluang terbaik dari berjalannya program deradikalisasi. Dengan begitu para petugas pemasyarakatan harus segera melakukan langkah nyata dalam membuat keputusan terbaik untuk memberikan pembinaan yang tepat khususnya kepada narapidana terorisme.
*Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip)
Prodi: Manajemen Pemasyarakatan