Komisi VIII DPR RI Sosialisasikan UU No 34 Tahun 2014 Di Kota Bogor - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
PendidikanRegional

Komisi VIII DPR RI Sosialisasikan UU No 34 Tahun 2014 Di Kota Bogor

×

Komisi VIII DPR RI Sosialisasikan UU No 34 Tahun 2014 Di Kota Bogor

Sebarkan artikel ini
ghj
Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Dr Deding Ishak SH, MM

BOGOR, Jumat (01/06/2018) suaraindonesia-news.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Golongan Karya Jawa Barat III Dr Deding Ishak SH, MM sosialisasikan UU No 34 tahun 2014 tenyang perlindungan anak di salah satu Hotel di Kota Bogor, Kamis (31/05).

Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan Dr Deding Ishak, SH, MM dalam sambutannya mengatakan, untuk mengatasi problem penelantaran anak yang sering terjadi di Indonesia, negara dan masyarakat bertanggung jawab bersama dalam melindungi anak.

“Pada dasarnya, penanggung jawab pertama dan utama dari pengasuhan dan perawatan anak adalah orangtuanya sendiri,” terangnya.

Menurutnya, sebagian besar kasus penelantaran, pelaku penelantaran justru orangtua atau keluarga dekat.

“Sehingga, pihak lain dalam hal ini, masyarakat dan negara menjadi penanggungjawab,” tegasnya.

Baca Juga :  Ketua Pansel Umumkan Nama-Nama Peserta Calon JPTP 2019

Ditambahkan pria dari Fraksi Partai Golongan Karya Jawa Barat III ini, di dalam ketentuan No 6 UU Perlindungan Anak no 35 tahun 2014 disebutkan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Di sisi lain penelantaran anak ini menurut ketentuan no 15a di Undang-undang yang sama merupakan bagian dari tindak kekerasan pada anak.

Mengacu pada ketentuan undang-undang ini, Dr Deding mengingatkan, bahwa bentuk-bentuk penelantaran anak sesungguhnya sangat banyak dan memiliki beragam alasan. Mulai dari ekonomi, sosial, hingga pada kasus penyalahgunaan narkoba.

“Anak korban trafficking, anak yang ditinggalkan atau dibuang, anak jalanan, anak yang diasuh orangtua tetapi tidak mendapatkan perawatan atau pengasuhan yang layak sudah masuk kategori penelantaran. Hanya saja banyak yang tidak terekspos atau terlewat dari penanggulangan. Sebab  masyarakat masih enggan terlibat aktif karena khawatir dianggap ikut campur urusan orang lain,” tuturnya.

Baca Juga :  Meski Terkesan Lamban, Rumah Kost Tempat Tragedi Pemerkosaan di Sumenep Ditutup

Untuk itu, Dr Deding menghimbau, pemerintah dalam hal ini kementerian lembaga terkait seperti Kemensos, KPAI, P2TP2K, untuk aktif melakukan penguatan jaringan dengan perwakilan masyarakat seperti kelurahan, RW hingga RT hingga ormas, LSM dan yayasan social. Hal ini agar masyarakat memahami apa dan bagaimana bertindak bila di wilayah mereka ditengarai ada kasus-kasus penelantaran anak.

“Warga harus disadarkan untuk proaktif mencegah kekerasan pada anak tanpa melanggar hak privasi keluarga. Untuk itu bisa dibuat sebuah sosialisasi mengenai upaya pencegahan kekerasan dan perlindungan anak. Jangan sampai karena terlambat ada tindakan akhirnya anak yang menjadi korbannya,” ujarnya.

Reporter : Iran
Editor : Amin
Publisher : Imam