'Jihad' di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
Pendidikan

‘Jihad’ di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

×

‘Jihad’ di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Sebarkan artikel ini
IMG 20161031 WA0047

Reporter: Cahya

Surabaya, 31/10/2016 (suaraindonesia-news.com) – Menurut syariat Islam, Jihad adalah berjuang dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Rupanya itulah yang dilakukan oleh KH. Muhammad Zakki, M.Si. yang telah menjalankan Sidang Terbuka Doktoral Ilmu Manajemen di Pascasarjana Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) pada hari Sabtu, 29 Oktober 2016. Mengusung tema unik, disertasi yang diuji berjudul: PENGARUH KEPEMIMPINAN STRATEJIK, KEPEMIMPINAN SPIRITUAL, DAN KEPEMIMPINAN KEWIRAUSAHAAN KIAI TERHADAP KEPUASAN KERJA SANTRI DAN JIHAD (KINERJA) SANTRIPRENEUR DI PESANTREN ENTREPRENEUR PROVINSI JAWA TIMUR.

Prof. Anita Lie, Ed.D selaku Direktur Pascasarjana UKWMS menyampaikan, “belum pernah ada penelitian yang menulis secara spesifik tentang pengaruh kepemimpinan stratejik, kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan kewirausahaan kiai terhadap kepuasan kerja santri dan jihad santripreneur. Penelitian ini kaya akan unsur budaya, dan sesuai dengan nilai keutamaan lintas agama yang diusung universitas kami yakni peduli, komit dan antusias”.

Zakki yang menempuh studi Doktoral Ilmu Manajemen di Pascasarjana UKWMS selama tiga tahun belakangan merupakan Kiai pengasuh Pesantren MUKMIN MANDIRI. Sebuah pesantren agrobisnis dan agroindustri yang berlokasi di Waru, Sidoarjo. Produk unggulannya adalah kopi dalam bentuk sangraian, bubuk maupun kemasan sachet.

“Dalam dunia pendidikan, di antara lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, pesantren merupakan pendidikan tertua dan dinilai sebagai hasil proses sejarah panjang. Pengaruhnya sangat kuat terutama di masyarakat pedesaan. Sejak masa kolonial, pesantren sudah menjadi alternatif pendidikan, di samping sistem pendidikan Barat. Bahkan, waktu itu menjadi kebanggaan, karena sistem pendidikan pesantren tidak hanya memberikan pengetahuan dan pengasahan otak, melainkan membentuk kepribadian akhlak,” ungkap Zakki dalam disertasinya.

Baca Juga :  Bangun Diatas Saluran Pengairan Tanpa Izin, PT KAI dan DPU Pengairan Terkesan Tutup Mata

Pesantren terus berkembang dan pada saat era reformasi mengalami pergeseran. Dimulai dari fenomena bermunculan pesantren yang memfokuskan diri pada usaha entrepreneur. Pesantren membekali santri berwirausaha yang orientasinya melakukan pemberdayaan ekonomi santri guna menjawab tuntutan dan kebutuhan zaman. Menurut data tahun 2015 di Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur (Jatim), jumlah keseluruhan pesantren di Jatim kurang lebih sebanyak 2.000. 40 di antaranya berorientasi kewirausahaan.

Dari 40 pesantren hanya empat yang memenuhi kualifikasi, yakni: Memproduksi komoditas tertentu dan usahanya entrepreneurial survive yang dilakukan dalam bidang manajerial non financial, yakni human behavior (perilaku kiaipreneur dan santripreneur).

Pergeseran orientasi pesantren dari salafiyah oriented (tradisional) ke arah pesantreneurship (pesantrenpreneur) ini dipengaruhi perubahan kepemimpinan kiai yang mempunyai posisi kunci dan strategis. Perubahan orientasi dan model tersebut dipengaruhi pertimbangan dan kualifikasi kepemimpinan stratejik, kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan kewirausahaan kiai. Berubah dari model yang hanya mengandalkan simbol-simbol keagamaan atau teologis, menjadi menggunakan simbol kepemimpinan stratejik, kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan kewirausahaan. Simbol kepemimpinan kiai tersebut ternyata mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja dan jihad santripreneur.

Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah, kepemimpinan kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap jihad (kinerja) santripreneur.

“Pengaruhnya terjadi secara langsung pada jihad (kinerja) santripreneur, yang berarti setiap ada kenaikan kepemimpinan kewirausahaan, maka akan menaikkan jihad (kinerja) santripreneur,” tandas Zakki.

Dalam konteks kepemimpinan, simbol-simbol kepemimpinan kewirausahaan yang melekat pada kiaipreneur melahirkan kepatuhan santripreneur. Kepatuhan dipersepsikan sebagai ngalap barokah (mencari keberkahan). Kepatuhan model ini menjadi tradisi pesantren yang sudah turun temurun.

Baca Juga :  Siasati Ruang Kelas Rusak Dengan Lukisan Profil Pemuda Pancasila

Sebuah sikap patuh tanpa pamrih terhadap perintah kiaipreneur menjadi modal investasi penggerakan jihad (kinerja).

Selain itu, kepemimpinan kewirausahaan kiaipreneur juga dapat membentuk karakter entreprenerual santri. Kesalehan kiaipreneur dalam berwirausaha mampu membentuk tata nilai keikhlasan. Inilah budaya yang melekat di komunitas pesantren hingga menjadi derat utama. Keikhlasan ini menjadi suntikan psikologis yang dapat menggerakkan jihad (kinerja) santripreneur yang karakternya telah terbentuk.

“Ikhlas, tulus dan meyakini bahwa usaha yang dilakukan di pesantren juga bernilai ibadah, keikhlasan ini memampukan santri untuk meletakkan diri pada derajat pencapaian penerimaan di sisi Tuhan tanpa ada unsur pamrih,” urai pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Kerukunan Antar Umat Beragama (IKUB) Jawa Timur tersebut.

Dr. Mudjilah Rahayu, Kaprodi Doktor Ilmu Manajemen di Pascasarjana UKWMS, mengungkapkan bahwa KH. Muhammad Zakki merupakan Doktor Ilmu Manajemen ke 17 yang lulus dari Pascasarjana UKWMS. “Saya senang sekali karena beliau menyelesaikan studi dengan tepat waktu dan meraih predikat cumlaude,” ujarnya.

Saat ditanya mengapa memilIh Pascasarjana UKWMS, Zakki menjawab itu karena ingin mendapatkan khaZanah lebih demi menjalankan tugasnya sebagai seorang Kyai pengelola pondok pesantren yang juga harus selalu berperan sebagai pemersatu.

Ternyata di Pascasarjana UKWMS, Zakki melihat bahwa ada banyak hal yang diluar dugaan. Ternyata meskipun sebuah Institusi Katolik, pengajarnya banyak juga yang non-Katolik. Mahasiswanya juga cukup banyak yang Muslim, namun tidak ada pembedaan sama sekali. Tidak ada pemaksaan ataupun pengajaran yang bertentangan dengan keyakinan yang dipegang. Itulah yang justru sangat diperlukan untuk menjaga kebhinekaan