Rencana eksplorasi migas oleh Kangean Energy Indonesia Ltd. (KEI) melalui aktivitas seismik di perairan Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, kembali menuai polemik. Alih-alih membawa kabar baik, rencana ini justru menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat, khususnya para nelayan yang menggantungkan hidup sepenuhnya pada laut.
Para nelayan khawatir, aktivitas seismik yang menggunakan gelombang kejut dapat merusak ekosistem laut, mengusir ikan, hingga menurunkan hasil tangkapan. Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar, sebab berbagai penelitian menunjukkan bahwa aktivitas seismik berisiko besar terhadap keberlangsungan biota laut. Jika hasil tangkapan berkurang, maka nelayan akan menjadi pihak pertama yang merasakan dampaknya.
Ironisnya, masyarakat Kangean hingga kini merasa kurang dilibatkan dalam proses konsultasi maupun pengambilan keputusan. Padahal, prinsip dasar pembangunan adalah partisipasi masyarakat. Tidak adil jika kebijakan yang menyangkut ruang hidup warga justru diambil tanpa mendengar aspirasi mereka. Poinnya masyarakat menolak dialog, karena sudah 32 tahun PT KEI melakukana proses eksploitasi di blok Kangean, namun sampai saat ini belum memberikan dampak perkembangan apapun pada masyarakat setempat.
PT Kangean Energy Indonesia (KEI) memang beralasan bahwa eksplorasi migas penting untuk mendukung ketahanan energi nasional. Namun, pertanyaan mendasarnya: apakah kepentingan nasional harus selalu mengorbankan keberlangsungan hidup masyarakat lokal? Nelayan Kangean tidak menolak pembangunan, tetapi mereka menolak jika pembangunan itu mengancam ruang hidup dan sumber penghidupan mereka.
Pemerintah daerah dan pusat seharusnya lebih bijak. Alih-alih memaksakan proyek seismik, sebaiknya dilakukan kajian lingkungan yang lebih transparan, melibatkan masyarakat, serta mempertimbangkan dampak jangka panjang. Jangan sampai Kangean hanya menjadi “korban” dari ambisi energi, sementara warganya menanggung kerugian ekologis dan ekonomi.
Suara penolakan nelayan bukan sekadar retorika, melainkan alarm peringatan bahwa ada hal yang tidak beres dalam tata kelola sumber daya alam kita. Apabila pemerintah dan perusahaan tetap menutup mata, konflik sosial bisa makin melebar dan kepercayaan masyarakat terhadap negara kian menipis.
Kangean butuh keadilan ekologis, bukan sekadar janji investasi.