SUMENEP, Jumat (15/8) suaraindonesia-news.com – Kepala Desa (Kades) Sapeken, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Joni Junaidi, sempat ramai menjadi bahan pembicaraan warganya, pasalanya, ia dilaporkan oleh seorang warganya, Nadia (21), atas dugaan penganiayaan. Laporan tersebut disampaikan ke Polsek Sapeken pada Rabu (14/8/2025).
Menanggapi laporan itu, Kades Joni Junaidi menyampaikan penjelasan terkait kronologis peristiwa. Ia mengatakan bahwa persoalan bermula sejak 2024 lalu ketika dirinya menerima laporan warga mengenai penampilan Nadia di Pelabuhan Sapeken layaknya seorang turis.
Menurutnya, masyarakat menilai hal tersebut tidak sesuai dengan norma adat dan agama yang berlaku di Sapeken.
Joni mengaku sempat menegur Nadia, bahkan membuat surat pernyataan agar yang bersangkutan menyesuaikan diri dengan aturan lokal.
“Pada tahun 2024 lalu ada laporan warga ke saya bahwa ada seorang perempuan berpenampilan layaknya turis dengan memakai rok mini, memakai tangtop, badan bertato dan rambut pirang sedang asik merokok di Pelabuhan bersama laki laki pada pukul 10 malam,” tutur Joni.
Menurutnya, karena dirinya penasaran dengan laporan warga ia langsung menuju pelabuhan bersama Kepala Dusun.
“Karena bagi saya laporan itu tidak masuk akal. Sebab, di Sapeken tidak ada orang yang berpenampilan seperti itu, bahkan di desa saya ini dari usia 7 tahun hingga dewasa sudah memakai jilbab, tidak ada yang tidak memakai jilbab,” katanya.
Sesampainya di Pelabuhan, kata Joni, Kadus mengatakan bahwa perempuan yang dimaksud dengan rambut pirang dan bertato itu adalah Nadia dan merupakan warganya.
“Saya tanya ke Kadus apa betul warganya, Kadus bilang bahwa Nadia ada di dusunnya dan Nadia sudah lama tinggal di Bali,” jelasnya.
Pada saat diinterogasi, cowok yang menemani Nadia itu lari, sehingga Nadia di bawa ke kantor desa.
“Saat di kantor saya tanya baik-baik kenapa berpakaian sefulgar itu. Dia jawab kalau dirinya sudah lama di Bali dan bekerja di perusahaan Tato. Kemudian saya tanya dia kalau sudah bertato sudah tidak sholat ya ? dia bilang ya saya sudah tidak sholat. Kemudian Kadus tanya sahadatnya masih ingat tidak ? dia bilang sahadat juga sudah lupa dan Kadus saya marah waktu itu karena seakan melecehkan agama,” ungkapnya.
Karena tidak ingin balai Desa Gaduh, Kades membuat surat perjanjian. Poin pentinya, saat Nadia keluar rumah harus berpakaian sopan karena di Sapeken sangat menjunjung norma norma agama mulai dari leluhur.
“Alhamdulillah keesokan harinya ia (Nadia,red) memakai celana panjang dan memakai jilbab. Setelah itu dia menghilang lagi. 6 bulan kemudian dia datang lagi dengan penampilan seperti semula. Akhirnya saya suruh lagi ke Kadusnya untuk mencari anak itu. Beberapa hari kemudian dia berangkat lagi ke Bali,” terangnya.
Selang 6 bulan kemudian, Nadia datang lagi ke Sapeken dengan penampilan yang sama.
“Saat bertemu Nadia di pelabuhan,
saya tanya baik baik, kapan datang, dia jawab dengan sinis, matanya melotot sambil makan cilok seakan tidak menghargai orang tuanya. Setelah dia jawab sinis saya berdiri dan tanya kenapa kamu kok tidak memakai jilbab atau minimal memakai jaket yang ada tutup kepalanya dan tidak memakai celana panjang, dia jawab memang kenapa sambil melotot lagi seakan lupa dengan surat perjanjian yang ditandatanganinya sendiri,” terangnya menjelaskan.
Akhirnya dengan spontanitas tangan kiri sang Kades menampar pipi Nadia, namun kena cilok yang dia makan sehingga ciloknya terjatuh dan tangan Kades Joni Junaidi hanya menyerempet bagian pipinya.
“Jadi bukan penganiayaan atau pemukulan. Ini faktanya,” tandasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pada insiden di pelabuhan, pada Rabu (14/8/2025) itu, memang sempat terjadi ketegangan.
“Saat itu saya menegur, kemudian secara spontan tangan saya mengenai pipinya, tapi bukan pemukulan,” katanya.
Usai insiden, Joni menyebut dirinya dipanggil oleh tokoh agama setempat, KH Ad Dailamy Abuhurairah. Menurutnya, tokoh tersebut memberikan dukungan moral agar pemerintah desa tetap menjaga norma sosial dan keagamaan.
Sapeken dikenal sebagai daerah religius yang menjunjung tinggi nilai adat dan agama. Kasus ini memunculkan diskusi di masyarakat tentang pentingnya menjaga identitas budaya lokal di tengah perbedaan gaya hidup.
Sementara Kapolsek Sapeken, AKP Taufik, membenarkan adanya laporan tersebut.
“Benar, ada laporan dari saudari Nadia dengan terlapor Kades Sapeken, Joni. Saat ini masih kami proses sesuai prosedur yang berlaku,” jelasnya.













