JEMBER, Sabtu (13/11/2021) suaraindonesia-news.com – Kabar gembira datang dari Sanggar Pasinaon Seni Lego Laras di Desa Tembokrejo, Kecamatan Gumukmas, Jember. Dua muridnya yaitu Sheilo Dwistanoka Az-Zahra dan Sri Sabdho Kuncoro berhasil menjuarai lomba Sabet Wayang Kulit yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Prodi Seni Pedalangan, Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI Surakarta).
“Sabdho juara 3, sedangkan Sheilo juara favorit dalam kompetisi Sabet Wayang tersebut,”ungkap pelatih seni pedalangan Sanggar Pasinaon Seni Lego Laras, Ki Andik Fery Bisono kepada suaraindonesia-news.com, Jumat (12/11/2021).
Lomba sabet wayang tersebut diikuti oleh para pedalang dari berbagai kabupaten dan kota se-Indonesia.
Lomba ini merupakan salah satu agenda tematik Himadaliska ISI Surakarta dalam menyambut Hari Wayang Dunia yang diperingati setiap tanggal 7 November.
Teknis lombanya, setiap peserta mengirimkan video pertunjukan wayang dengan didalangi oleh dirinya sendiri kepada panitia, selanjutnya penilaian dari juri dan didukung oleh jumlah durasi ditonton.
“Penjurian dalam lomba sabet wayang tersebut sudah objektif banget, aspek yang paling menentukan dinilai oleh para juri yaitu penjiwaan dalang saat membawakan pertunjukan wayang tersebut, lalu sinkronisasi dengan irama,” sambung Ki Andik, yang juga menjabat koordinator wilayah Jawa Timur SETARA (Seniman Nusantara).
Ki Andik juga menyampaikan, seni wayang adalah seni yang paling kompleks dimiliki Indonesia, mulai dari tari, musik, teater, seni rupa, seni panggung.
Baca juga: Dua Dalang Cilik Asal Jember Ikut Lomba Sabet Wayang Kulit ISI Surakarta
Dia menjelaskan karakter dari dua dalang cilik, Sabdho dan Sheilo yang dilatihnya.
“Mereka pendiam semua dan untuk karakter pedalangannya, kalau Sabdho itu klasik banget berkiblat kepada gaya pewayangan Sragen, tapi kalau si Sheilo ini gaya pewayangan Jemberan dengan penampilan atraktif,” urai Ki Andik.
Ki Andik menerangkan gaya pewayangan Jemberan bersifat atraktif yang merupakan keunikan dimiliki oleh para pedalang asal Jember, Jawa Timur.
“Wayangnya hidup, seperti Butho muter sampai 25 kali, itu Jemberan dan diakui bahwa kita (dalang Jember) adalah dalang-dalang atraktif, sampai wayang kobong (terbakar) itu adanya di Jember saja, beneran terbakar di atas pentas, pusaka meletikkan api (godho murup), dalang kena panah beneran dan keluar darah beneran tapi dalam 5 menit hilang, karakter atraktif ini menjadi kekhasan Jember di dunia pedalangan,” jelas Ki Andik.
Ki Andik menyampaikan alasannya mengikutsertakan anak didiknya dalam lomba ini sebagai eksistensi Jember dalam pedalangan nasional, dan Jember terbukti juara.
Oleh karena itu, dia menginginkan Pemerintah Kabupaten Jember memberikan perhatian khusus terhadap majunya kesenian, khususnya seni pedalangan yang belum ada di Kabupaten Jember.
“Perhatian itu, saya menyarankan seni pedalangan ini bisa dimasukkan ke sekolah-sekolah di Jember sebagai soft skill para siswa, sehingga pedalangan ini betul-betul dipelajari oleh generasi kita, yang notabene wayang adalah kekayaan asli Indonesia,” pesan Ki Andik kepada pemerintah.
Reporter : Guntur Rahmatullah
Editor : Redaksi
Publisher : Syaiful













