BANDA ACEH, Kamis (30/012020) suaraindonesia-news.com – Ruang gerak wartawan sebagai jurnalis di Aceh kembali terancam dengan terjadinya pengancaman, pengeroyokan, serta upaya pembunuhan terhadap jurnalis yang sedang melaksanakan tugasnya.
Tahun lalu juga terjadi pembakaran rumah seorang wartawan Serambi Indonesia di wilayah hukum Aceh tenggara, yang diduga keras dilakukan sebagai upaya ancaman untuk menghentikan pemberitaan yang sedang ditekuninya sebagai wartawan.
Akibat dari kejadian ini, tidak hanya melenyapkan harta dan benda milik korban, tetapi korban dan keluarganya juga nyaris kehilangan nyawa karena sedang tidur lelap didalam rumah. Sangat diayangkan sampai saat ini pihak kepolisian belum sanggup mengungkap kasus ini dan pelaku masih berkeliaran bebas serta menjadi teror yang bebas bagi para wartawan terutama kepada korban.
Kejadian yang mencoreng budaya demokrasi ini kembali terjadi beberapa waktu lalu diwilayah hukum Aceh Barat. Salah satu wartawan dipaksa untuk menghentikan pemberitaannya dengan cara diancam dengan menggunakan senjata api. Dan tidak lama selang beberapa hari kemudian, kembali terjadi pengeroyokan terhadap salah satu wartawan lainnya didepan umum di salah satu warung kopi di Aceh Barat. Sangat disayangkan, ternyata kejadian ini dilakukan oleh sekelompok orang yang sama.
Terkait dengan dua kasus terakhir yang terjadi di Wilayah Hukum Aceh Barat, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia -Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Banda Aceh Syahrul, SH. MH kepada suaraindonesia-news.com Rabu (29/01) mengatakan bahwa pihaknya sangat menyayangkan atas sikap kepolisian resort Aceh Barat yang hanya menjerat pelaku dengan pasal tindak pidana ringan kepada pelaku dan sama sekali tidak melihat ancaman pidana yang dimuat dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Kejadian ini tidak hanya semata kita lihat sebagai upaya pengancaman, pengeroyokan dan upaya pembunuhan wartawan (korban) secara pribadi, akan tetapi juga uapaya pembunuhan demokrasi melalui tugas-tugas jurnalistik dalam menyampaikan informasi ke publik,” ujarnya.
Syahrul meminta Polisi sebagai aparat penagak hukum dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk segera mengungkapkan siapa pelaku dan apa motifnya, serta menghukum dengan hukum yang paling berat.
“Tindakan-tindakan seperti ini adalah ancaman serius terhadap kebebasan pers yang telah diakui, dilindungi dan dijamin oleh konstitusi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” terangnya.
Menurutnya, kejadian ini pasti sangat berdampak pada kebebasan jurnalis atau wartawan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kebebasan Pers memiliki peran strategis dalam memberikan informasi massa, pendidikan kepada publik dan yang terpenting sebagai alat kontrol sosial.
“Jaminan Kebebasan pers yang merdeka adalah sangat penting dalam konsep demokrasi. Kemerdekaan pers sebagai salah satu piranti demokratisasi saat ini jelas-jelas dan nyata sangat ternacam akibat dari kejadian-kejadian seperti ini,” tuturnya.
Ia menambahkan, jika kejadian ini tidak segera terungkap, dan pelaku dijerat dengan UU Pers maka kejadian serupa juga akan mengancam ruang gerak kerja-kerja jurnalis dan bahkan kehidupan wartawan lainnya juga terancam di masa yang akan datang.
“Maka dengan demikian kerja cepat dan terukur oleh pihak kepolisian dalam kasus ini adalah representative negara dalam melaksankan tanggung jawabnya untuk mewujudkan perlindungan terhadap kebebasan pers,” tutup Syahrul.
Reporter : Masri
Editor : Amin
Publisher : Oca