BLORA, Minggu (7/12) suaraindonesia-news.com – Lambannya perkembangan kemandirian desa, meskipun telah mengalirkan triliunan rupiah melalui Dana Desa (DD) selama lebih dari satu dekade, mendapat sorotan keras. Wakil Ketua Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kabupaten Blora, Jalmo, secara terbuka menyampaikan keprihatinannya terhadap stagnasi pembangunan desa, meskipun Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 telah diberlakukan sejak 11 tahun lalu.
Jalmo mengungkapkan bahwa besarnya anggaran yang dikelola oleh desa seharusnya cukup untuk menyelesaikan masalah-masalah dasar pembangunan di desa. Menurutnya, lambannya kemajuan tersebut memerlukan evaluasi mendalam.
“Dana Desa jumlahnya besar, Undang-Undang Desa sudah berjalan sekitar 11 tahun, seharusnya desa sudah jauh lebih maju. Pertanyaannya, kenapa itu belum tercapai? Ini yang harus dikoreksi,” tegas Jalmo, Sabtu (6/12/2025).
Ia juga menyoroti adanya masalah struktural dan pola pikir yang perlu diubah di tingkat pengelola desa untuk mempercepat pembangunan.
Jalmo menandai tahun 2025 sebagai “Tahun Ujian” bagi desa, dengan momentum yang sangat penting untuk memperkuat ekonomi desa. Ia mengacu pada kebijakan pemerintah pusat yang telah menunjukkan komitmennya melalui Surat Edaran Bersama (SEB) tiga menteri dan program besar Presiden Prabowo, seperti pengembangan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dan penguatan BUMDes Ketapang.
“Dengan adanya SEB tiga menteri ini, pemerintah pusat telah memberikan dukungan penuh bagi desa. Karpet merah telah digelar, penguatan desa tinggal dijalankan. Kalau masih berjalan di tempat, itu berarti ada yang salah dengan pengelolanya,” ungkap Jalmo.
Meskipun beberapa desa di Blora telah berhasil mencapai status desa mandiri, Jalmo menekankan bahwa keberhasilan tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk menutupi kemajuan desa lainnya yang masih terhambat. Ia menegaskan bahwa otonomi desa akan sia-sia jika tidak disertai dengan semangat kewirausahaan dan kreativitas yang tumbuh di tingkat akar rumput.
Selain itu, Jalmo juga mengkritik kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Ia menilai banyak program yang dicanangkan di tingkat kabupaten hanya berhenti pada tahap slogan atau konsep tanpa adanya implementasi yang nyata di lapangan.
“Pemerintah mendorong OPD agar inovatif, tapi itu jangan hanya menjadi jargon semata. Desa dan OPD harus kreatif, segala potensi harus dimanfaatkan untuk peluang usaha,” tambahnya.
Dengan dukungan regulasi dan program ekonomi yang berpihak pada desa, Jalmo menegaskan bahwa tidak ada alasan lagi bagi perangkat desa untuk tidak bergerak. Ia pun menutup pernyataannya dengan peringatan tegas.
“Jika tahun ini desa masih belum bangkit, itu bukan karena tidak ada kesempatan, tetapi karena kesempatan itu tidak dimanfaatkan,” pungkasnya.












