BeritaHukumPendidikan

TRCPPA Terima Aduan Dugaan Penggelapan Dana Komite Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus di Sisoarjo

×

TRCPPA Terima Aduan Dugaan Penggelapan Dana Komite Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus di Sisoarjo

Sebarkan artikel ini
IMG 20251228 080658
Foto: Ketua Umum TRCPPA Indonesia, Jeny Claudya Lumowa.

JAKARTA, Minggu (28/12) suaraindonesia-news.comKetua Umum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, menerima pengaduan resmi dari sejumlah orang tua murid terkait dugaan penggelapan dana komite Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus di Sisoarjo, Jawa Timur.

Laporan tersebut berkaitan dengan pengelolaan keuangan komite sekolah periode Juli hingga Oktober 2024 yang saat itu berada dalam tanggung jawab bendahara lama berinisial B.I. Dugaan penyimpangan mencuat setelah ditemukan ketidaksesuaian antara data pemasukan dengan pengakuan bendahara dalam proses klarifikasi internal.

Salah satu orang tua murid sekaligus anggota komite sekolah berinisial BP menyampaikan bahwa B.I. dinilai tidak kooperatif ketika diminta membuka dan menyamakan data keuangan komite. Padahal, dana komite diketahui bersumber dari delapan jenis pemasukan, yakni partisipasi wali murid tahun ajaran 2024–2025, tunggakan lama, serah terima dari bendahara sebelumnya berinisial B.E., setoran Pokja SD, Pokja SMP, Pokja SMA, sumbangan dari P.R. (guru musik sekolah), serta sumbangan kegiatan Agustusan.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun, seluruh dana dari delapan sumber tersebut berada dalam penguasaan B.I. selama periode Juli hingga Oktober 2024. Namun, dalam proses pencocokan data, ditemukan sejumlah kejanggalan. Di antaranya, sebagian pemasukan transfer dari wali murid yang tercatat dalam rekening koran BCA tidak diakui, setoran Pokja dianggap tidak sah karena tidak dilengkapi tanda tangan bendahara, adanya perbedaan tanda tangan dalam dokumen keuangan, serta sumbangan dari P.R. yang tidak diakui meskipun disebut telah diserahkan secara langsung dan disaksikan oleh perwakilan Pokja serta sejumlah guru.

Permasalahan tersebut semakin kompleks ketika pada awal November 2024, B.I. mengundurkan diri secara tiba-tiba tanpa melakukan serah terima administrasi maupun dana komite sekolah. Sebelumnya, polemik keuangan ini juga sempat berujung pada pelaporan ke Polsek Gedangan oleh pihak lain berinisial B.Z. terkait dugaan pencemaran nama baik saat persoalan keuangan dibahas dalam forum rapat komite. Tim kuasa hukum B.Z. juga dilaporkan sempat mendatangi pihak sekolah untuk meminta klarifikasi.

Berdasarkan catatan internal komite sekolah, total estimasi pemasukan dari delapan sumber dana tersebut mencapai sekitar Rp52 juta. Namun, dana yang diakui oleh pihak terkait hanya sebesar Rp3 juta, dan jumlah tersebut belum dikurangi pengeluaran.

Upaya mediasi sempat dilakukan pada 11 Desember 2025 dengan melibatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atas inisiatif K., selaku ketua komite sekolah. Namun, mediasi tersebut dinilai belum menyeluruh karena hanya melibatkan sebagian pihak. Dalam pertemuan itu, B.I. disebut menyampaikan niat untuk mengembalikan dana sebesar Rp20 juta tanpa disertai pembukaan data keuangan secara rinci.

Setelah dilakukan musyawarah bersama wali murid pada 24 Desember 2025, tawaran tersebut ditolak karena dinilai tidak sesuai dengan nilai saldo yang tercatat serta tidak mencerminkan prinsip transparansi dan pertanggungjawaban.

Menanggapi laporan tersebut, Ketua Umum TRCPPA Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, menegaskan bahwa penyelesaian perkara ini dinilai lebih tepat ditempuh melalui jalur hukum dibandingkan mediasi internal.

“Kami menekankan agar persoalan ini diselesaikan melalui proses hukum. Mediasi sudah terlalu lama dilakukan namun tidak membuahkan kejelasan dan keadilan. Kasus ini hampir satu tahun tanpa kepastian,” ujar Jeny.

Menurutnya, persoalan ini tidak dapat dipandang sebagai konflik biasa karena menyangkut dana pendidikan dan hak anak-anak berkebutuhan khusus, serta pengorbanan besar para orang tua murid.

“Ini sekolah anak berkebutuhan khusus. Orang tua berjuang keras untuk terapi, pendidikan, dan masa depan anak-anaknya, namun justru dibebani persoalan dana yang tidak transparan,” katanya.

Jeny menilai, penyelesaian secara kekeluargaan tanpa keterbukaan data berpotensi mengaburkan tanggung jawab dan memperpanjang beban psikologis wali murid.

“Jika sudah menyangkut dana pendidikan dan hak anak, tidak boleh ada kompromi. Hukum harus hadir untuk memberikan kepastian dan keadilan,” tegasnya.

Para orang tua murid menyatakan menolak penyelesaian di tingkat sekolah karena persoalan tersebut telah berlangsung hampir satu tahun dan berdampak langsung terhadap kondisi ekonomi serta psikologis mereka. Selanjutnya, mereka menyerahkan penanganan kasus ini kepada TRCPPA Indonesia untuk dibuatkan laporan resmi ke Polresta Sidoarjo.

Surat pengaduan masyarakat (dumas) dilaporkan telah dilayangkan, sementara proses hukum lanjutan direncanakan pada awal 2026 mengingat saat ini bertepatan dengan masa libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru. TRCPPA menyatakan akan mengawal proses hukum secara serius dan transparan demi melindungi hak-hak orang tua murid serta memastikan kepentingan terbaik bagi anak-anak berkebutuhan khusus di SLBN Gedangan, Kabupaten Sidoarjo.

Tinggalkan Balasan