Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita UtamaHukum

Tolak Revisi UU TNI, PMII Jatim Khawatir Bangkitkan Dwifungsi Militer yang Mengancam Demokrasi

Avatar of admin
×

Tolak Revisi UU TNI, PMII Jatim Khawatir Bangkitkan Dwifungsi Militer yang Mengancam Demokrasi

Sebarkan artikel ini
IMG 20250316 224609
Foto: Ketua PKC PMII Jatim, Baijuri. (Foto: Ari/Suara Indonesia).

SUMENEP, Minggu (16/03) suaraindonesia-news.com – Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur menolak tegas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas secara tertutup oleh DPR bersama pemerintah.

Ketua PKC PMII Jatim, Baijuri, menilai revisi ini berpotensi melegitimasi praktik dwifungsi militer ala Orde Baru dan mengancam masa depan demokrasi Indonesia.

“Revisi UU TNI ini bertentangan dengan agenda reformasi TNI yang semestinya memastikan TNI sebagai tentara profesional, bukan kembali ke peran sosial-politik dan ekonomi seperti masa lalu,” tegas Baijuri dalam keterangannya pada Minggu Sore (16/03).

Penolakan ini didasarkan pada kajian mendalam PMII Jatim yang menyoroti tiga poin kritis dalam draft revisi.

Pertama, perpanjangan masa pensiun perwira TNI hingga 62 tahun dinilai akan memperparah penumpukan perwira non-job dan praktik penempatan ilegal di lembaga sipil.

Baca Juga :  Menteri Nusron Bertemu Gubernur dan Kepala Daerah se-NTT, Perkuat Kolaborasi Kebijakan Pertanahan dan Tata Ruang

Baijuri mengutip data Ombudsman 2020 yang menemukan 564 komisaris BUMN diduga rangkap jabatan, termasuk 27 perwira TNI aktif.

“Contoh terbaru, Mayjen Novi Helmy Prasetya diangkat sebagai Dirut Bulog. Ini melanggar UU No. 34/2004,” ujarnya.

Kedua, perluasan jabatan sipil untuk perwira aktif di 15 instansi, termasuk Kementerian Pertahanan, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung, diatur dalam Pasal 47 draft revisi.

“Ini menggerus supremasi sipil dan independensi peradilan. TNI harus fokus pada pertahanan, bukan menguasai lembaga strategis,” kritik Baijuri.

Ketiga, intervensi militer dalam politik keamanan negara melalui pengisian posisi di Kementerian Koordinator Polhukam.

“Ini pintu masuk dwifungsi ABRI baru. TNI bisa intervensi politik dengan dalih keamanan, persis seperti Orde Baru,” tegasnya.

Padahal, TAP MPR No. VII/2000 menegaskan netralitas TNI dalam politik.

Baca Juga :  DKPP Sumbangkan Dana 200 Juta, Begini Wajah Satu-satunya Wisata Tani di Sumenep

Selain itu, PMII Jatim menganggap bahwa dengan adanya UU TNI nantinya, anggota yang melanggar HAM dan kasus korupsi akan diadili di pengadilan militer, bukan pengadilan umum.

“Kasus pelanggaran HAM atau korupsi oleh TNI akan diadili di peradilan militer yang tertutup, bukan pengadilan umum. Ini ancaman bagi negara hukum,” jelas Baijuri.

Ia juga memperingatkan eskalasi pelanggaran HAM jika revisi disahkan.

“Keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembahasan UU ini harus diutamakan. Jangan sampai Indonesia kembali ke rezim otoriter,” serunya.

PMII Jatim mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan tertutup serta melibatkan masyarakat dalam proses revisi.

“Kami akan bergerak bersama elemen sipil lain untuk menolak revisi yang merusak demokrasi ini,” pungkas Baijuri.

Reporter: Ari
Editor: Amin
Publisher: Eka Putri