OPINI, Selasa (04/07/2023) suaraindonesia-news.com – Menjadi masyarakat Sumenep tentunya sangat bangga dengan kota yang dijuluki kota keris, dengan berbagai banyak wisata dan kekayaan alam yang melimpah, tentunya ini menjadi jawaban bagi masyarakatnya sejahtera dan makmur jika dikelola dengan baik. Namun miris ketika saya jalan jalan keluar kota seperti kota Jogja, Surabaya, Jember, solo, Surakarta, dan lain-lain. Merasa kotaku ini tidak ada yang istimewa entah mengapa hal ini menjadi pertanyaan dalam diri saya.
Sesuai dengan data dari data BPS Jawa Timur 2023, Sumenep menduduki peringkat ketiga sebagai kabupaten di Jawa Timur dengan penduduk miskin terbanyak, mengapa, kenapa ini bisa terjadi mungkin menjadi pertanyaan dari berbagai kalangan.
Melihat kenyataan ini sungguh sakit hati apalagi ketika saya jalan-jalan di Taman Adipura, tempat Pertamina, trotoar jalanan dan lain-lain. Masih banyak anak muda bahkan orang tua yang masih menjadi gelandangan bahkan ada yang gak punya rumah tidur di bawah toko tingkat utaranya Masjid Jamik Sumenep.
Beribu-ribu pertanyaan di benak saya bermunculan kenapa Kota Sumenep yang kaya akan alam dan wisatanya masih banyak rakyat yang terlantarkan? Sehingga sekian banyak penduduk Sumenep banyak yang merantau ke kota besar seperti Kalimantan, Jakarta, Surabaya, bahkan ada yang diluar negeri seperti di negara Malaysia, Arab Saudi.
Dilansir dari kompas Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 206.020 warga di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur hidup di bawah garis kemiskinan.
Sementara angka itu setara 18,76 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten SumenepBerdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) setempat, sejak 2018 angka kemiskinan di Kota Keris cenderung fluktuatif, dalam lima tahun terakhir ada peningkatan dan penurunan jumlah penduduk miskin.
Tercatat, pada 2018, jumlah penduduk miskin di Sumenep mencapai 218,060 ribu jiwa, tahun 2019 turun menjadi 211,088 ribu jiwa, 2020 meningkat sebanyak 220,023 ribu jiwa dan tahun 2021 meningkat lagi menjadi 224,073 ribu jiwa.
Selanjutnya, pada tahun 2022, jumlah penduduk miskin di Sumenep turun menjadi 206,020 jiwa, jumlah ini menurun sekitar 18.000 jiwa dibandingkan 2021.
Hal tersebut terjadi dikarenakan dikabupaten Sumenep inflasi sangat tinggi sehingga tidak stabil perputaran uang dan barang, Menurut Dolfie, inflasi di suatu daerah dapat disebabkan oleh produksi, konsumsi, dan distribusi yang tidak seimbang. Untuk mengatasi masalah ini, Dolfie berpendapat bahwa diperlukan adanya neraca pangan yang memadai. Dengan adanya neraca pangan, Bank Indonesia dan pemerintah daerah dapat mengantisipasi dan mengendalikan inflasi.
Dolfie juga menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab inflasi adalah harga-harga yang diatur oleh pemerintah secara nasional, terutama harga pangan seperti beras, telur, cabai, dan lain sebagainya. Dengan adanya pengaturan harga ini, Badan Pangan Nasional baru-baru ini telah mengeluarkan Harga Pokok Penjualan (HPP) terbaru untuk mengendalikan inflasi.
Dari sumber berbagi berita media kabupaten Sumenep, tindakan pemerintah setempat untuk menurunkan inflasi, Kemedagri dan Kemenag RI telah melakukan survei ke Pasar Anom dan Pasar Bangkal pada tanggal 27 juni 2023, hal itu dilakukan untuk memastikan harga bahan pokok kebutuhan masyarakat.
Dari hasil pantauan di pasar penyebab inflasi di Kabupaten Sumenep adalah kebutuhan pangan holtikultura bawang putih, karena daerahnya bukan penghasil komoditas itu, sehingga membutuhkan langkah untuk ketersediaannya dalam menstabilkan harga di pasar.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) perlu menyesuaikan mekanisme pasar sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah membangun gudang penyimpanan untuk mengatur pasokan dan distribusi bawang putih.
Selain itu, TPID dapat melakukan intervensi pasar dengan memberikan bantuan biaya distribusi jika biayanya terlalu tinggi. Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi beban biaya distribusi sehingga harga bawang putih tetap terjangkau bagi masyarakat.
Dengan adanya langkah-langkah tersebut, diharapkan ketersediaan bawang putih di pasar dapat terjaga dengan baik, sehingga dapat membantu menstabilkan harga dan mengendalikan inflasi di Kabupaten Sumenep.
Di lain sisi tingkat pengangguran terbuka pada 2022 sebesar 1,36 persen. Angka tersebut menurun dari tahun 2021 yang tercatat sebesar 2,31 persen. Fauzi menilai, meningkatnya sektor pariwisata juga akan memperkecil angka ketimpangan sosial dikarenakan banyak menyerap tenaga kerja di pedesaan.
Namun kenyataan tersebut berbeda dengan yang dikatakan Muhammad Al-Fayyadl dalam pengantar Buku politik agraria Madura, ia dengan tegas menyebut Suramadu sebagai alarm yang menandai privatisasi di Madura. Seiring dibukanya akses wisata ke daerah kepulauan Madura, jalur transportasi darat dan laut akan menjadi ladang pertarungan antara pengusaha lokal maupun luar untuk saling menguasai, kalau perlu, memonopoli pasar (hlm. x-xi). Beberapa tahun belakangan, Pulau Giliyang sudah dipromosikan sebagai pulau dengan kadar oksigen tertinggi kedua setelah Jordania.
Pulau Giliyang diperkirakan akan menjadi tujuan yang populer bagi para wisatawan di masa mendatang. Meskipun kita tidak boleh mengabaikan dampak ekonomi yang positif bagi sebagian masyarakat akibat kehadiran pariwisata di pulau ini, tampaknya branding “wisata kesehatan” yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep terlalu terburu-buru.
Dalam bukunya A. Dardiri Zubairi, mengatakan, Pemkab perlu jujur dan arif mendiskusikan dan menjaring aspirasi masyarakat. Terutama dalam pembangunan pariwisata. Warga harus jadi tuan rumah, bukan tamu di pulau sendiri (hlm. 49). Maka dari makanan tempat penginapan (homestay). Dan promosi produk lokal, harus di alih fungsikan langsung oleh masyarakat giliyang. Namun yang mendesain pemerintah setempat tanpa, mendatangkan ataupun menerima investor untuk memberantas ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu, pemerintah jangan terlalu memikirkan event dengan dalih ingin mengenalkan budaya dan wisata Sumenep, sementara angka kemiskinan, dan di namika ketimpangan sosial masih banyak yang belum terselesaikan serperti halnya, Galian C, Infrastruktur, Agraria, alih fungsi lahan. pengangguran.
*. Anggota LPM Retorika dan Kader PMII STKIP PGRI Sumenep
Disclaimer: Isi opini/artikel sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis.