Tambang Diduga Rusak Kampung, Warga Kayuh Sepeda Wadul Gubernur - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
Berita UtamaHukum

Tambang Diduga Rusak Kampung, Warga Kayuh Sepeda Wadul Gubernur

×

Tambang Diduga Rusak Kampung, Warga Kayuh Sepeda Wadul Gubernur

Sebarkan artikel ini
IMG 20200216 093532
Sejumlah warga Banyuwangi saat mengayuh sepeda melewati Lumajang.

LUMAJANG, Minggu (16/2/2020) suaraindonesia-news.com – Sejumlah warga menuntut Gubernur Jawa Timur, unyuk mencabut izin pertambangan di Kabupaten Banyuwangi. Pasalnya, pertambangan tersebut menimbulkan bencana sosial dan ekologis di Kabupaten Banyuwangi, sejak beroperasinya kegiatan industri pertambangan di gunung Tumpang Pitu dan sekitarnya, yang dilakukan oleh PT. Bumi Suksesindo (PT. BSI) dan PT. Damai Suksesindo (PT. DSI).

Yang mana kedua perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan dari PT Merdeka Copper Gold Tbk, dari sejak tahun 2012. Menurut Koordinator aksi ini, Utsman, kepada media ini, ada beragam krisis sosial-ekologis dan sejumlah persoalan keselamatan ruang hidup rakyat terus meningkat di Desa Sumberagung, dan 4 desa sekitarnya, di wilayah kecamatan Pesanggaran.

“Salah satu diantaranya yang masih membekas cukup kuat dalam benak warga Desa Sumberagung dan sekitarnya adalah bencana lumpur yang terjadi pada Agustus 2016 silam,” ungkap Utsman disaat melewati wilayah Lumajang, Minggu (16/2) pagi.

Selain telah merusak sebagian besar kawasan pertanian warga, diterangkan seorang mahasiswa Banyuwangi ini, bahwa bencana lumpur tersebut juga telah menimbulkan beberapa persoalan penting lainnya, yakni telah membuat kawasan pesisir pantai Pulau Merah (Desa Sumberagung) dan sekitarnya berada dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Bahkan karena kerusakan tersebut ditemukan sejumlah fakta bahwa beberapa jenis kerang, ikan dan beberapa biota laut lainnya mulai menghilang dari pesisir desa Sumberagung dan sekitarnya.

“Sejumlah kelompok binatang seperti monyet dan kijang juga mulai turun memasuki lahan pertanian warga karena rusaknya habitat mereka. Dan beberapa sumur milik warga mulai mengalami kekeringan diduga karena penurunan kualitas lingkungan. Hal ini belum ditambahkan dengan sejumlah peningkatan pencemaran dan polusi tanah, udara, suara yang juga cukup signifikan,” bebernya lagi.

Bagi warga Desa Sumberagung, menurut aktivis forbanyuwangi ini, keberadaan Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung sekitarnya memiliki peran penting.

Pertama, kata Utsman, adalah ‘tetenger’ bagi nelayan saat melaut. Setiap pagi, ketika mereka berada di laut lepas, titik yang mereka cari untuk menentukan arah adalah pulau Nusa Barong di sebelah Barat, Gunung Agung di sebelah Timur dan Gunung Tumpang Pitu ditengah-tengahnya. Maka jika Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung lainnya menghilang, bisa dipastikan mereka akan kehilangan salah satu tetenger daratan yang menjadi acuan arah.

“Yang kedua, adalah benteng alami bagi perkampungan komunitas nelayan yang tinggal di pesisir teluk Pancer dari ancaman angin Tenggara yang terkenal ganas pada musim-musim tertentu. Selain itu ia juga berfungsi sebagai benteng utama terhadap bahaya ancaman gelombang badai tsunami,” jelasnya lagi.

Baca Juga :  Pembangunan Non Pemukiman Untuk Warga ditanah TNI AL Grati Resmi Dilaksanakan

Sebagaimana pernah dicatat, pada tahun 1994, gelombang tsunami menyapu kawasan pesisir Pancer dan merenggut nyawa sedikitnya 200 orang. Bagi warga, saat itu keberadaan Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung sekitarnya, dikatakan mampu meminimalisasi jumlah angka korban. Sehingga bisa dipastikan jika gunung-gunung tersebut menghilang, maka potensi ancaman jumlah korban yang lebih banyak akan terjadi pada masa mendatang.

Dan yang ketiga, dibeberkan Utsman, selain berfungsi sebagai pusat mata air yang mampu mencukupi kebutuhan pertanian dan konsumsi rumah tangga, di sanalah sebagian besar penduduk, khususnya kaum perempuan, mencari beberapa tanaman obat-obatan secara turun temurun.

Dikatakan Utsman, ada juga sebuah ancaman kriminalisasi dan perluasan pertambangan.

Selain persoalan di atas, kehadiran industri pertambangan di gunung Tumpang Pitu ini, kata Utsman, juga memicu sejumlah persoalan lainnya yang tak kalah penting, yakni meningkatnya tindak represi terhadap warga Sumberagung dan sekitarnya oleh aparat keamanan negara dalam kurun waktu 8 tahun (2012-2020) belakangan ini.

Sedikitnya telah terjadi 5 bentuk kasus kriminalisasi terhadap warga Sumberagung dan sekitarnya karena berusaha berjuang mempertahankan dan menyelamatkan lingkungannya dengan cara menolak hadirnya kegiatan industri tambang. Dari 5 bentuk kriminalisasi tersebut, sedikitnya 13 warga telah dikriminalisasi dengan berbagai tuduhan.

Bahkan belakangan ini berbagai bentuk ancaman dan teror terhadap warga tolak tambang juga terus meluas dalam berbagai bentuk.

Sebagaimana diketahui, PT BSI mengantongi ijin IUP Operasi Produksi di Gunung Tumpang Pitu dan sekitarnya, di Desa Sumberagung, berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi No.188/547/KEP/429.011/2012 tanggal 9 Juli 2012. Ijin tersebut seluas 4.998,45 Ha, dan berlaku hingga 25 Januari 2030.

Dan IUP Eksplorasi PT DSI diterbitkan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur No. P2T/83/ 15.01/V/2018 tanggal 17 Mei 2018. Atas putusan tersebut PT DSI telah memperoleh penambahan jangka waktu atas IUP Eksplorasi untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan studi kelayakan dalam IUP yang berlokasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur seluas 6.558,46 Ha. IUP Eksplorasi DSI berlaku tersebut sampai dengan tanggal 25 Januari 2022.

Sebagaimana diketahui PT Merdeka Copper Gold Tbk, selain dimiliki oleh Grup Saratoga, Provident, Garibaldi Thohir (saudara Erick Thohir), dan Pemkab Banyuwangi, juga terdapat Sakti Wahyu Trenggono (Wamenhan) sebagai pemilik saham.

Dalam jajaran komisarisnya terdiri dari: Edwin Soeryadjaya, Garibaldi Thohir, Dhohir Farizi (suami Yenni Wahid), Heri Sunaryadi, Budi Bowoleksono. Sebelumnya juga terdapat Sakti Wahyu Trenggono, dan Mahendra Siregar (Wamenlu). Bahkan di tahun 2014 juga tercatat AM Hendropriyono dan Yenny Wahid.

Baca Juga :  Jelang Natal &Tahun Baru 2019, Kapolres Pamekasan Pimpin Apel

Dan di jajaran direksinya terdiri dari: Tri Boewono, Richard Bruce Ness (Eks Petinggi Freeport Indonesia dan Newmont), Gavin Arnold, Hardi Wijaya Liong, Michael WP Soeryadjaya, Colin Francis M, David Thomas Fowler, Chrisanthus Supriyo. Sebelumnya juga terdapat Rony N Hendropriyono.

Kini dalam perkembangannya, perluasan industri pertambangan yang dilakukan oleh grup PT Merdeka Copper Gold Tbk tersebut terus menuai protes dari warga Sumberagung dan sekitarnya, karena dianggap akan terus merusak kualitas lingkungan hidup, sosial, dan perekonomian warga.

Sebelum memulai aksi ini, Utsman menjelaskan kalau pada tanggal 15 Februari 2020 kemarin, warga Sumberagung dan sekitarnya telah melakukan aksi tolak tambang dengan memasang tenda perjuangan sejak 7 Januari 2020 lalu di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.

Pemasangan tenda perjuangan tersebut merupakan sikap penolakan warga terkait kedatangan Brimob dan Tim Perusahaan Pertambangan (PT BSI) yang akan melakukan kegiatan pertambangan di Gunung Salakan (tak jauh dari Gunung Tumpang Pitu yang telah ditambang).

Tenda perjuangan tersebut tetap berdiri dan bertahan hingga kini. Berbagai aktivitas sosial dan penolakan terhadap pertambangan telah banyak digelar di tenda, seperti: doa bersama, menonton film perjuangan bersama, diskusi reguler, menerima tamu dari berbagai jaringan solidaritas, hingga memasak dan tidur bersama. Dengan demikian umur tenda perjuangan yang didirikan telah memasuki umur 2 bulan.

“Tenda perjuangan tersebut akan tetap berdiri hingga waktu yang tidak ditentukan, sampai kemenangan yang diyakini akan datang,” tambahnya.

Aksi mengayuh sepeda ini adalah lanjutan dari aksi pemasangan tenda tersebut. Dan puncaknya, kami akan menyerahkan ribuan tanda tangan penolakan pertambangan yang berasal dari warga Sumberagung dan sekitarnya ke Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.

“Aksi ini akan melewati rute sepanjang 300 kilometer, dan singgah di berbagai titik konflik agraria yang tersebar di wilayah Jawa Timur, salah satunya Kota Lumajang, dengan jumlah peserta 63 orang,” imbuhnya.

Dalam aksi ini, warga yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Tolak Tambang (JMT2) menuntut beberapa hal, diantaranya :

1. Mendesak Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, mencabut perijinan pertambangan PT BSI dan PT DSI guna terciptanya keselamatan, keberlanjutan, dan pemulihan lingkungan dan ruang hidup warga Sumberagung dan sekitarnya.

2. Mendesak Gubernur Jatim, untuk memulihkan kawasan yang telah rusak di Tumpang Pitu demi menjamin kehidupan masyarakat berbasis kelestarian lingkungan dan pengurangan resiko bencana.

Reporter : Fuad
Editor : Amin
Publiser : Oca