Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating

Sidang Perdana Kasus Penganiayaan Siswa SMP

Avatar of admin
×

Sidang Perdana Kasus Penganiayaan Siswa SMP

Sebarkan artikel ini
soni dan orasi
Soni dan Orasi

PATI, Suara Indonesia-News.Com Sony Permadi, siswa SMP Negeri 1 Tambakromo dihajar guru berinisial WS, saat pelajaran seni dan budaya disekolahnya. Anehnya pada diantara guru dan murid yakni berdomisili satu desa yakni desa sitirejo kecamatan tambakromo.

Kasus tersebut terjadi pada Selasa (28/4/2015) lalu, Akibat perbuatannya, WS diadili di meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Pati, Rabu (30/9/2015).

Ada 80 warga yang mengawal kasus tersebut dua truck engkel dan satu mobil pribadi menempati Pengadilan negeri pklo.10.00 wib berorasi membawa poster berisi tuntutan dan kecaman terhadap guru yang melakukan aksi pemukulan itu.

Sony mengaku ditonjok berkali-kali. ”Guru bilang suara saya fals. Lalu saya dijewer dan ditarik ke depan untuk nyanyi. Di situlah saya dipukuli, dijewer. Saya dskor pelanggaran di ruang Bimbingan Konseling. Saat itupula  saya ditampar lagi,” tuturnya.

Baca Juga :  Perempuan Muda Warga Kalirejo Dringu Probolinggo Ditangkap Polisi

Tak hanya mendapatkan perlakuan kasar, Sony juga tidak naik kelas karena skor pelanggaran yang dilakukan mencapai 64 poin. Padahal, sebelum peristiwa tersebut, angka pelanggarannya hanya 12 poin.

Hal tersebut yang memicu orang tua sony meras diremehkan terhadap guru seni budaya WS. Padahal pernah melakukan mediasi disekolah namun guru seni budaya WS justru sebaliknya menantang kedua orang tua sony dengan tidak takut hukum, dan murid disekolah terintimidasi oleh guru WS.

Sidang perdana kasus Penganiayaan rabu sore sempat memicu amarah masa dari keluraga soni permadi. Saat kasasi yang dibacakan oleh jaksa Supriyanto dibantah WS karna tidak pernah melakukan pemukuklan, menghukum, apalagi hingga memukul berulang-ulang, orang tua soni ruslan dan siswati semakin garang diruang sidang.

Baca Juga :  Polisi Tangkap Wanita Pemilik Arisan Online Beromset Miliaran Rupiah

”Kami mengajukan tuntutan agar pelaku dijerat dengan Pasal 76 C junto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam dengan hukuman maksimal tiga tahun enam bulan atau denda Rp 72 juta,” ujarnya.

Direktur LBH Advokasi Nasional yang mendampingi kasus tersebut menyampaiakan pada suaraindonesianews.com berharap, kasus tersebut menjadi pembelajaran bagi guru agar tidak lagi menggunakan cara kekerasan dan mendidik anak.

”Anak-anak Indonesia saat ini dilindungi Undang-undang. Jadi, jangan asal main kekerasan, anak adalah citra bangsa. Tkasnya. (IPUNG)