MALANG, SUARA INDONESIA-NEWS.COM – Perkembangan kasus penjualan fasum yang berupa eks Pos Satpam di pasar besar Kota Malang semakin tidak jelas. Hal ini terlihat dari belum adanya tindakan pemanggilan ES oleh Kepala Dinas Pasar Kota Malang.Terdapat kesan Kepala Dinas Ir. Bambang Surjadi tutup mata dengan kasus penjualan dua Pos Satpam ini. Saat di temui di kontornya bambang hanya berlalu tanpa mau untuk di wawancara tentang dugaan kaorupsi hasil penjualan dua fasum di pasar pasar besar Kota Malang.
Perlu di ketahui, pada tanggal 24 juli 2007, telah terjadi teransaksi jual beli sebuah toko depan pasar yang tak lain adalah pos satpam senilai Rp. 125.000.000.HI sendiri mendapatkan surat toko ini dari hasil membeli dari HS yang diduga sebagai kepanjangan tangan dari pihak dinas pasar, jual beli fasum ini dibuktikan dengan adanya kwitansi yang di tanda tangani oleh HS.
“saya beli kepada HS seharga Rp 125.000.000,00,” tutur HI
HI juga menjelaskan jika surat tersebut atas nama TA yang tidak lain adalah istri dari HS, sedangkan untuk kepala pasar saat itu adalah Eko Syah yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Penataan dan Penertiban (Trantib) Dinas Pasar Kota Malang.
Sebenarnya terdapat dua pos satpam yang kini sudah beralih fungsi menjadi bedak tempat berjualan, untuk pos satpam I kini berubah nama menjadi toko/kios/kounter depan timur/1, sedangkan pos satpam II berubah nama menjadi toko/kios/kounter depan timur/2. Dari peralihan fungsi fasum ini diduga pihak pasar dan dinas pasar mendapatkan pemasukan dana sebesar Rp 250.000.000,00 hasil penjualan kedua tempat ini.
Eko Syah sendiri yang saat itu sebagai kepala pasar besar malang menangkal tuduhan itu, dia berkilah jika permasalahan tersebut bukan lagi permasalahannya.
“Saya tidak tahu persis karena saat itu saya hanya menjalankan perintah dari atasan terkait harga dan sebagainya itu adalah wewenang dinas pasar (kepala dinas saat itu),” jelas Eko Syah saat di temui disela pemotretan model batik beberapa bulan yang lalu. Seakan ingin melepaskan tanggung jawab dari kesalahan yang dia perbuat, Eko Syah melemparkan permasalahan ini kepada Kepala Dinas Pasar dan Kepala Pasar saat ini. Eko syah juga menjelaskan sebenarnya surat toko tersebut sudah mati dan harus di perpanjang, namun dinas tidak mengabulkannya karena tempat tersebut merupakan fasum.
“ sebenarnya surat tersebut sudah mati, pernah dia mengurus untuk memperpanjang namun tidak di kabulkan karena permasalahan ini” tambahnya sambil berlalu meninggalkan tim
Bahkan kasus tidak berhenti disini saja, dari penelusuran wartawan sesuai penelusuran suara indonesia, selain dari penjualan dua fasum, terdapat juga pungli yang di lakukan oleh pihak Dinas Pasar. Menurut keterangan HI hampir seluruh pemilik toko di dalam pasar belum memperpanjang surat toko.
“banyak mas pemilik bedak atau toko di pasar ini yang belum memperpanjang suratnya mas” jelas HI kepada tim SI.
Padahal sesuai dengan peraturan daerah kota malang nomor 12 tahun 2004 pasal 13 ayat (1) Ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah ini, berlaku 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan; dan ayat (2) Ijin yang telah habis jangka waktunya dapat diperpanjang berlakunya sesuai ketentuan yang berlaku
Dari penurlusuran wartawan Suara Indonesia yang dihimpun dari beberapa pedagang diperoleh infeormasi, hampir seluruh pedagang pasar besar malas untuk memperpanjang di karenakan administrasi yang sangat mahal. Menurut keterangan dari beberapa pedagang biaya dari perpanjangan kartu identitas kepemilikan toko mencapai Rp. 350.000.00,- per surat untuk setahunnya.
“kita memang egan untuk memperpanjang surat toko kita karena biaya yang mahal mas” jelas salah satu pedagang yang tak mau namanya di korankan.
Sedangkan menurut Subardi selaku Ketua koordinator pedagang pasar blimbing malang, untuk saat ini sesuai dengan Peraturan daerah tahun 2011, untuk perpanjangan surat identitas pedagang di lakukan dalam 1 tahun sekali.
“Sesuai dengan perda tahun 2011 untuk masa berlaku surat ijin berjualan hanya 1 tahun” jelas Subardi saat di hubungi via telfon.
Selain itu terkait biayanya Subardi yang telah puluhan tahun menjadi pedagang tradisional menjelaskan, jika kita melihat perda tahun 2011 yang juga mengatur tentang RTB (Restribusi Tempat Berjualan) maka untuk biaya kita hanya di kenakan Rp .100.000,- per tahun.
Namun saat hal ini akan di konfermasikan kepada Kepala Pasar kota malang Suharianto sangat sulit untuk di hubungi. Bahkan beberapa kali wartawan SI ingin menemui di kantornya suharianto malah keluar kantor seakan menghindar.(Tim).