ACEH UTARA, Selasa (30/05/2023) suaraindonesia-news.com – Sedap-sedap getir, demikian terpancarkan dari wajah oknum-oknum yang diduga telah melakukan kolusi atas pembiayaan operasional Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa dengan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam dugaan kasus pungutan liar sebesar 50 persen dari jumlah dana transfer mereka.
Berdasarkan keterangan dari beberapa Ketua atau Anggota PPS menyebutkan, mereka dipaksakan bahwa laporan bulan realisasi kegiatan PPS dibuat oleh PPK Kecamatan.
“Setelah penarikan, kami menyerahkan uang yang diminta yaitu Rp. 1 Juta dikalikan 2 bulan, total Rp. 2 Juta. Sedangkan dari biaya yang kami terima sebesar Rp. 4 Juta kami membayar untuk kegiatan kami yang selama ini kami laksanakan di desa,” ungkap PPS yang namanya enggan ditulis oleh media ini.
Baca Juga: Oknum PPK di Aceh Utara Diduga Sunat Biaya Operasional PPS
Pengutipan dana tersebut dilakukan bervariasi oleh PPK Kecamatan masing-masing, baik Tanah Jambo Aye, Seunudon, Langkahan, Baktiya dan Baktiya Barat sebagaimana informasi wartawan. Dana itu dikutip langsung saat penarikan di BSI dengan nominal Rp. 800.000 hingga Rp. 1.000.000 per PPS untuk setiap bulanan anggaran yang masuk.
“Dana ini kami ambil untuk pembuatan laporan bulanan, karena mereka tidak bisa buat laporan,” ujar ketua PPK Seunudon, Muchu saat dimintai keterangan.
Ia menambahkan, pengutipan dana ini sudah biasa terjadi dari tahun-tahun sebelumnya masa tahun politik dan pemilihan umum.
“Ini kita lakukan berdasarkan musyawarah bersama Bang, jika pun mereka tidak ikut ya tidak apa-apa, laporan mereka buat sendiri aja,” lanjutnya.
Muchu mengakui, dalam kesepakatan tersebut mereka menyepakati dana itu diserahkan ke PPK sebesar Rp. 800.000 perbulannya, khusus biaya operasional PPS. Penarikan yang terjadi pekan lalu, ia mengatakan, ia mengutip dana tersebut sebesar Rp. 1.600.000 dari tiap PPS di Seunudon dengan jumlah desa sebanyak 33 desa/PPS.
“Sebagian belum nyetor bang, hanya sebagian saja, kami pun membuat laporannya dari pihak lain, bukan kami PPK yang membuatkan, kami menggunakan pihak ketiga,” lanjutnya.
Muchu juga berdalih, biaya operasional PPK yang dialokasikan KIP Aceh Utara tidak mampu menutupi kebutuhan anggaran kegiatan yang dilaksanakan selama beberapa bulan terakhir sejak penetapan PPK. Ia menyebut, sempat terutang untuk membiayai kegiatan pelatihan, pertemuan rapat koordinasi, pelatihan dan lainnya.
Muja sapaan akrab ketua PPK Kecamatan Tanah Jambo Aye menapik keras adanya pengutipan dana yang dimaksud, namun mereka hanya mengutip dana untuk pembuatan pelaporan realisasi PPS sebagaimana kesepakatan bersama.
Baca Juga: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara Raih Anugerah Merdeka Belajar dari Kemendikbud RI
“Kami tidak melakukan pengutipan atau pemotongan dana yang dimaksud. Kami hanya menyepakati biaya pembuatan laporan, itupun bagi PPS yang ikut, yang tidak ikut, mereka harus buat sendiri,” terang Muja.
PPK beralasan kuat, pembuatan laporan yang seharusnya menjadi tugas sekretariat PPS di tingkat desa justeru menyalahkan PPS dan sekretariatnya yang tidak dapat membuat laporan kegiatan yang harus segera disampaikan ke KIP Aceh Utara.
“PPS tidak mampu membuat laporan tersebut, kami mencoba permudahkan agar mereka tidak mengalami mati anggaran, laporan harus diserahkan per tanggal 25. Kami tidak membuatkan laporan mereka, kami mencarikan pihak ketiga baik yang berada di Pantonlabu, Seunudon untuk kami minta bantu,” ujar ketua PPK lainnya kepada wartawan, Selasa (30/05).
Atas pungli ini, tersiar isu yang menyebutkan, serentak PPK di kecamatan lainnya di Aceh Utara melakukan pungli dari anggaran operasional PPS.
Reporter : Efendi Noerdin
Editor: Wakid Maulana
Publisher: Nurul Anam