PAMEKASAN, Sabtu (09/07/2022) suaraindonesia-news.com – Dugaan adanya ketidak adilan salah satu seorang oknum hakim di Pengadilan Agama (PA) ketika dipersidangan atas perkara gugatan sengketa tanah di kabupaten Pamekasan, Madura Jawa Timur, dinilai kurang bijak.
Pasalnya, berdasarkan keterangan tergugat, Agung Subiantoro kepada wartawan mengaku pihak keluarga tergugat merasa tidak puas hingga dinilai dirugikan oleh pernyataan oknum hakim tersebut yang terkesan memihak hingga menyimpang.
Mengapa demikian, ketika dipersidangan menurut tergugat, dirinya didampingi oleh kuasa hukumnya melakukan pengajuan atas semua bukti-bukti kepemilikan surat sah tanahnya di tolak.
“Saya heran kenapa kok semua ditolak padahal semua eksepsi dan bukti-bukti sudah saya utarakan dan tunjukkan. Sampai saya sudah konsultasi juga ke banyak pakar hukum termasuk ketua PA cabang lain mengatakan kalau punya saya sebidang tanah ini bukan sengketa waris,” ujarnya kepada media saat ditemui di salah satu rumah makan yang ada di Jalan Trunojoyo. Sabtu (09/07/2022).
Namun, kata dia, pihak Hakim tetap ngotot untuk mengadili ini, dan dikatakan sengketa waris. Padahal semua akta jual beli ada, sertifikat juga sah dan sudah diucapkan pihak oleh pihak BPN di depan hakim.
Akan Tetapi, hakim pada saat persidangan sedang berlangsung selalu memberikan pernyataan “kita di sini belajar”.
“Dikira perkara saya ini dibuat belajar apa, ini perkara yang benar kok sudah jelas sudah digantikan oleh pihak BPN,” jelasnya.
Sebelumnya, pihak tergugat was-was tentang keabsahan surat-surat tanah miliknya. Namun setelah BPN datang dan sudah mengesahkan.
“Akan tetapi eksepsi semua tetap ditolak dan objek yang digugat juga tidak sesuai termasuk luasnya punya saya itu 989m, yang di gugat 1115m,” imbuhnya.
Untuk itu, pihaknya mengajukan eksepsi kepada hakim untuk apa semua gugatan dari pihak penggugat itu harus ditolak.
“Tetapi hakim malah menepis eksepsi dari saya dan hakim malah mau melakukan penyitaan,” terangnya.
Menurutnya, semua gugatan pihak penggugat diterima, namun eksepsi dari pihaknya di tolak. Padahal, kata dia, bukan wewenangnya PA untuk mengadili perkara ini.
“Karena ini bukan sengketa waris tapi sengketa hak milik, tapi hakim justru memberikan saran seperti ini, mas mendingan sampean damai. Kalau saya memang tidak mau mencari musuh, saya ingin cari saudara. Tapi hakim itu tetap terkesan ngotot mending baikan, mending damai mending 50 50,” ungkapnya.
“Terus apa gunanya orang tua saya punya akte jual beli. Berarti akte jual belinya ini dikesampingkan malah terkesan berpihak sebelah,” imbuhnya.
“Kalau memang saya belinya sumbangan tidak apa-apa paruhan, kalau memang saya tidak punya akte jual beli berarti saya melakukan penyerobotan malahan saya selaku tergugat dituduh melakukan penyerobotan dan merampas waris, kalau memang saya merampas hak waris tidak mungkin saya mempunyai sertifikat dan akta jual beli selama 25 tahun,” katanya menambahkan.
Tetapi, kami menduga hakim berpihak kepada penggugat. Maka disitulah pihaknya curiga dengan adanya hakim memberikan putusan tersebut.
“Pertama saya mendengarkan dari oknum hakim F, kedua ketua Hakim S, rencana kami akan melakukan banding,” sambungnya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi pada humas PA, Farhana sekaligus menjabat sebagai Hakim Anggota, menjelaskan bahwa kasus tersebut sudah masuk proses masa jeda dan bahkan sudah memasuki proses penyitaan.
“Iya mas tentang permasalahan tersebut sudah masuk di Pengadilan agama dan untuk kasusnya sendiri dalam tahap persidangan berjalan. Sementara kasus ini sudah memasuki tahap jeda untuk memasuki proses sita,” terang Farhana.
Terpisah, kepala PA Syaifuddin saat dimintai keterangan oleh sejumlah media, enggan memberikan keterangan atas kasus sengketa tanah tersebut.
Bahkan dirinya terkesan mencoba untuk menghindar dari wartawan, dengan sikap terburu-buru masuk ke ruang kerjanya.
“Kalau soal kasus tersebut sudah ada bagian-bagiannya, silahkan rekan-rekan minta wawancaranya ke hakim atau bisa ke humasnya,” tutupnya.
Reporter : My
Editor : Nurul Anam
Publisher : Romla