Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita UtamaHukumPemerintahan

Polda Kaltim Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Pengadaan RPU Dinas Ketahanan Pangan Kutim

Avatar of admin
×

Polda Kaltim Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Pengadaan RPU Dinas Ketahanan Pangan Kutim

Sebarkan artikel ini
IMG 20251203 210454
Foto: Jajaran Ditreskrimsus Polda Kaltim menunjukkan uang tunai sebesar Rp 7 miliar rupiah yang berhasil disita dari para tersangka korupsi pengadaan mesin RPU Dinas Ketahanan Pangan Kutim, di Gedung Mahakam Polda Kaltim, Rabu, (3/12).

BALIKPAPAN, Rabu (3/12) suaraindonesia-news.com – Subdit III Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltim resmi menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Rice Processing Unit (RPU) di Dinas Ketahanan Pangan, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim), senilai Rp 24,9 miliar tahun anggaran 2024.

Dari ketiga tersangka ini masing-masing berinisial GP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), DJ selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan BR sebagai penyedia barang.

Direktur Ditreskrimsus Polda Kaltim, Kombes Pol Bambang Yugo Pamungkas, mengatakan bahwa dalam kasus ini, diduga terdapat penyimpangan dalam proses pelaksanaan maupun pengadaan barang yang dilakukan oleh ketiga tersangka melalui mekanisme e-katalog.

“Ketiga tersangka ini bersekongkol, mulai sejak di mulainya proses pengadaan RPU hingga selesai,” ujar Bambang didampingi Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto dan Kasubdit III Tipidkor, AKBP Kadek Adi Budi Astawa dalam konferensi pers di Gedung Mahakam Polda Kaltim.

Ia menjelaskan, proyek pengadaan RPU tersebut diketahui berlangsung sejak Maret hingga Desember 2024. Dalam proses penyidikan, Ditreskrimsus Polda Kaltim telah memeriksa sebanyak 32 saksi, mulai dari pejabat dinas, rekanan, pihak perusahaan, 5 saksi ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah, ahli keuangan, ahli digital forensik, auditor, dan ahli pidana korupsi.

“Setelah proses pemeriksaan saksi-saksi, kita menetapkan tiga tersangka. Yaitu, GP, DJ dan BR,” jelasnya.

Selain menetapkan ketiga tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa 7 handphone, 2 unit komputer, dokumen, serta uang tunai sebesar Rp 7 miliar rupiah.

Ia memaparkan, bahwa terjadinya kasus korupsi ini di awali dengan kunjungan tersangka GP dan DJ ke salah satu koperasi di bulan Maret 2024. Dalam pertemuan itu turut dihadiri oleh BR dan LN selaku perwakilan dari PT SIA.

Setelah pertemuan itu, ketiganya pun mulai berkomunikasi dengan intens, dan diawali dengan pembuatan design oleh BR untuk pemasangan mesin RPU berkapasitas 2 – 3 ton per jam.

Baca Juga :  Siap Bergerak Satu Suara, Ratusan Mahasiswa Sumenep Deklarasi Siap Menangkan Nia Kurnia Fauzi

Kemudian pada April 2024, tersangka DJ memberi informasi kepada LN bahwa untuk proyek pengadaan RPU telah di anggarkan senilai Rp 25 miliar, dan meminta untuk dibuatkan Standar Satuan Harga (SSH), yang dilanjutkan dengan pengiriman format administrasi yang harus diisi.

“LN ini kemudian meneruskan format tersebut kepada tersangka BR, sehingga ditentukan nilai sebesar Rp 24,9 miliar rupiah. Nilai itu kemudian diserahkan kembali kepada DJ dalam format PDF, yang kemudian ditandatangani,” jelasnya.

Pada Mei 2024, tersangka DJ kembali menginformasikan kepada LN bahwa rencana lelang RPU tersebut melalui mekanisme e-katalog. Sehingga pada pertengahan Mei, tersangka BR meminta LN untuk mengunggah terhadap 18 item RPU sesuai dengan SSH yang telah dibuatkan.

“DJ kembali menghubungi BR untuk meminta supaya dicarikan survei SSH dari perusahaan lain sebagai pembanding dari nilai yang dibuat oleh PT SIA. BR kemudian menghubungi dua perusahaan pembanding, dan berpesan agar menentukan nilai tidak lebih dari 25 miliar, dengan maksud PT SIA tetap memiliki harga yang terbaik dan tetap menjadi patokan dalam pembuatan SSH,” paparnya.

Pada Juni 2024, BR dan DJ melakukan perjalanan ke luar negeri dengan tujuan mengunjungi salah satu pabrik tempat produksi mesin RPU.

“Kemudian pada Agustus, DJ beserta staf sudah mulai menginput kegiatan RPU tersebut di dalam RKAP, dilanjutkan dengan pemesanan barang sebanyak 28 item senilai Rp 2,1 miliar dan melakukan PO dengan perusahaan ekspor-impor, yaitu PT ETM,” kata Bambang.

Namun, pada Oktober 2024 tersangka BR membuat kesepakatan dengan perusahaan lokal untuk pembuatan alat pendukung RPU termasuk alat pemasangan atau perakitan RPU di lokasi yang telah ditentukan.

“Setelah perusahaan lokal ini melakukan kesepakatan yang ditandai dengan DP oleh BR, kemudian dibuatkan PO. Pada 16 Oktober 2024, terbit DPAP terkait dengan pengadaan mesin RPU 24,9 miliar, dan dibuatkan dokumen spek oleh GP tanpa melakukan survei dan hanya menyalin produk yang tertera dalam DPAP tanpa memperhatikan SNI, TKB, PDN maupun garansi produsen,” terangnya.

Dalam kasus ini, ketiga tersangka diduga melakukan rekayasa dalam proses pelaksanaan pengadaan barang. Tersangka GP selaku PPK pada dinas tersebut melakukan penunjukan secara tidak benar terhadap salah satu penyedia barang, dengan tidak membuat spesifikasi.

Baca Juga :  Kantor BPN Kota Bogor, Meraih 3 Penghargaan Sekaligus

Kemudian dalam pembuatan dokumen persiapan pengadaan UPP sebagai syarat untuk melakukan proses ecocessing tidak melakukan survei secara langsung atau riil.

“GP melakukan pemeriksaan dan serah terima pekerjaan 100 persen. Pada hal kondisinya saat itu barang yang dimaksud masih berada di dalam boks atau peti dan belum dilakukan uji coba,” ujarnya.

Berikutnya, untuk tersangka DJ selaku PPTK diduga turut serta dalam melakukan pemilihan penyedia yang tidak berkompeten dengan cara membuat berita acara survei SSH dengan meminta bantuan (tanpa melakukan survei riil) kepada PT SIA sebagai syarat administrasi atau formalitas dalam mengajukan SSH.

Tersangka DJ juga diduga kuat membantu tersangka GP dalam menyiapkan dokumen persiapan pengadaan dengan meminta PT SIA, dan membuat dokumen pembayaran terhadap pekerjaan yang sudah dinilai 100 persen. Pada hal kondisi pekerjaan belum di kategorikan selesai.

Selanjutnya, untuk tersangka BR melakukan modus operandi dengan memberikan dokumen berupa spek kepada tersangka DJ sebagai dasar pengungsian barang di dalam RKA atau DPA.

BR juga diduga membantu tersangka GP melalui tersangka DJ dalam membuat dokumen persiapan pengadaan, yaitu dengan menyiapkan data berupa link e-katalog dan screenshoot gambar barang yang merupakan lampiran dari DPP, sekaligus memberikan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

“Dari hasil audit, ditemukan kerugian negara sebesar Rp10,8 miliar pada proyek senilai Rp 24,9 miliar tersebut. Dari total kerugian itu, kita berhasil menyita Rp 7 miliar dari para tersangka,” bebernya.

Tinggalkan Balasan