ACEH TIMUR, Jumat (24/12/2021) suaraindonesia-news.com – Tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Aceh Timur sebagaimana di ungkapkan anggota DPRK Aceh Timur M. Yahya Ys bahwa sepanjang tahun 2021 terjadi 73 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan katagori kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 23 kasus, KDRT dan kekerasan fisik 9 kasus. Sementara kekerasan seksual terhadap perempuan sebanyak 4 kasus, KDRT sebanyak 37 kasus.
Kondisi tersebut tentu menjadi momok dan wajah buram terhadap Pemerintah Aceh Timur dalam upaya melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual maupun Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Meskipun angka kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat tajam atau naik 200 persen di bandingkan tahun 2020, dimana angka kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya terjadi 26 kasus. Namun tampaknya Pemerintah Aceh Timur terkesan belum memberikan perhatian serius dalam upaya mencegah dan melindungi perempuan dan anak dari cengkeraman kekerasan.
Bukti ketidakseriusan Pemerintah Aceh Timur dalam upaya pencegahan dan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan dapat di lihat dari tingkat dukungan anggaran yang di alokasikan dalam APBK tahun 2022.
Berdasarkan penelurusan Media ini, pada dokumen APBK tahun 2022, Pemerintah Aceh Timur hanya mengalokasikan Rp 8 juta untuk belanja Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada pos anggaran Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Aceh Timur.
Sekdis PPA Resmiwati, SH, MH saat ditemui media ini di ruang kerjanya membenarkan bahwa anggaran untuk P2TP2A sangat minim.
“Iya benar, untuk tahun ini anggaran biaya operasional P2TP2A sangat minim hanya Rp 8 juta, jauh berkurang jika di bandingkan tahun 2020, capai Rp 200 juta lebih,” jelas Resmiwati.
Wanita yang akrab Buk Res itu juga menuturkan bahwa anggaran tersebut selain di gunakan kuntuk biaya operasional P2TP2A, juga untuk membayar jasa/honor konselor dan psikolog serta biaya turun ke lapangan untuk menindaklanjuti setiap ada laporan korban kekerasan.
“Anggaran operasional tersebut untuk kebutuhan tenaga konselor, psikolog serta biaya turun ke lapangan untuk menindaklanjuti setiap ada laporan masyarakat,” tutupnya.
Reporter : Masri
Editor : Redaksi
Publisher : Syaiful