SURABAYA, Suara Indonesia-News.Com – Budaya Indonesia itu menarik, unik dan patut dipelajari. Itulah yang disampaikan oleh Olivier Johannes Raap sebagai pembicara Kuliah Tamu Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya pada Jumat, 9 Oktober 2015 oleh Fakultas Imlu Komunikasi (Fikom) di Auditorium 301 Kampus Dinoyo Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS).
“Dengan mempelajari kebudayaan kita sendiri maupun kebudayaan orang lain, seharusnya itu bisa membantu kita menimbulkan rasa hormat dan sayang terhadap kebudayaan secara keseluruhan. Dari sejarah, bisa dipelajari banyak hal yang kini sudah tidak kita temui lagi dan saya harap itu bisa menimbulkan kecintaan terhadap budaya kita sendiri,” ungkap Olivier yang lahir di Desa Grootschermer, Belanda kepada ratusan peserta kuliah.
Menggunakan gaya dan bahasa Indonesia yang fasih namun santai, Olivier membahas apa yang ia tuliskan di dalam bukunya yang berjudul ‘Soeka Doeka di Djawa Tempo Doeloe’.
Seraya menunjukkan kartu pos bergambar perempuan bertelanjang dada, ia menjabarkan bahwa dulu ada kepercayaan bahwa orang-orang di Jawa dan Bali tidak menutupi bagian dada mereka dalam berpakaian.
“Namun pada foto itu bisa dilihat perbedaan gelap terang warna kulit, ada kemungkinan foto itu sengaja dibuat untuk keperluan komersial pornografi. Jadi tidak menggambarkan keadaan sebenarnya di tanah Jawa pada waktu itu,” ujar laki-laki yang akrab disapa ‘Mas Oli’ ini.
Lebih lanjut, Mas Oli mengungkapkan bahwa foto-foto kartu pos pada jaman itu kebanyakan diambil di studio, dengan latar belakang dan pose yang ditata oleh fotografer.
“Bisa dilihat dari peletakan keris misalnya, secara tradisional letaknya di belakang punggung, tapi di foto keris diletakkan di depan. Selain itu meskipun model dalam foto masih muda, ia menggunakan tongkat untuk menggambarkan status sosialnya yang tinggi. Apakah itu berarti orang dalam foto ini memang ningrat? Belum tentu, tetapi gambar ini bisa menunjukkan kepada kita apa yang umum dilakukan pada saat itu yang tidak lagi dilakukan saat ini,” tuturnya.
Fotografi masa lalu mengungkap banyak hal yang kini sudah tidak ada, misalnya permainan adu kemiri. Juga beberapa hal yang kini masih sering dilakukan misalnya lomba balap karung dan panjat pinang. Tidak banyak yang tahu bahwa balap karung ternyata adalah suatu kebiasaan yang dibawa oleh Belanda ke Indonesia. Di masa lalu lomba balap karung seringkali dilaksanakan pada saat hari Ratu, kini di Indonesia Balap Karung dan Panjat Pinang adalah lomba khas perayaan hari kemerdekaan.
“Latar belakang dan asesoris foto juga bercerita banyak tentang di mana foto itu dibuat, siapa fotografernya, dan bisa mengarahkan ke apa saja karyanya. Seorang fotografer resmi Keraton Yogyakarta yang bernama Kassian Chepas, memiliki peranan penting dalam perkembangan fotografi di Indonesia. Selain dia ada pula Ali S. Cohan yang karya-karyanya melibatkan unsur pornografi. Melalui penelitian dan pembandingan, saya bisa menarik kesimpulan bahwa mereka adalah orang yang sama,” papar Mas Oli.
Ia kemudian menjelaskan justru karena Cassian adalah fotografer resmi kesultanan, maka ia harus menggunakan nama lain untuk karyanya yang menggunakan model rakyat jelata, khususnya yang mengandung pornografi.
Sri Moerdijati, salah seorang pengajar di FIKOM UKWMS bertanya, bagaimana bisa Mas Oli menulis begitu banyak tentang Indonesia dari beberapa koleksi kartu pos Jawa tempo dulu yang ia miliki.
“Sebagai orang Eropa, saya bukan orang yang punya kebiasaan mencari suatu arti atau filsafat di balik suatu tindakan atau kebiasaan dan lain sebagainya. Itu kebiasaan orang Jawa, namun saya sangat tertarik dan memang hobi saya untuk mempelajari tentang sejarah. Pertama kali saya ke Indonesia di tahun 1998, suasananya begitu sedih hingga saya tidak ingin kembali lagi. Dua tahun kemudian, seorang teman kembali mengundang saya ke Indonesia, saya kembali demi menemuinya. Saat itu saya melihat, apa yang terjadi dua tahun sebelumnya ternyata sudah tidak terlalu terasa lagi, masyarakat di jawa khususnya sudah lebih semangat dan keadaan banyak berubah, itu menakjubkan,” urainya.
Sejak saat itu Olivier merasa jatuh cinta pada Jawa dan hingga kini telah menulis beberapa buku tentang budaya Jawa di masa lalu.(Adhi).