RAJA AMPAT, Senin (23/7/2018) suaraindonesia-news.com – Pemerintah provinsi (Pemrov) Papua Barat melalui Dinas Pemuda dan Olahraga menunjuk Kabupaten Raja Ampat sebagai tuan rumah even olahraga liga sepak bola pelajar (LSP) Piala Menpora 2018. Liga sepak bola pelajar kali ini, diikuti sejumlah pelajar dari tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) se-provinsi Papua Barat.
Pernyataan tersebut disampaikan Sekertaris Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Raja Ampat, Paul Mayor kepada suaraindonesia-news.com.
Terkait anggaran untuk penyelenggaraan LSP 2018 di Kabupaten Raja Ampat, Paul Mayor kepada media ini mengungkapkan, Pemprov Papua Barat menyiapkan anggaran Rp.250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
“Saat itu, kepala bidang olahraga Dispora Papua Barat, Isak Sembor menyerahkan surat terkait penyelenggaraan LSP 2018. Dalam surat tersebut, Raja Ampat ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan LSP 2018,” kata Paul.
Baca Juga: Ingin Dengar Permasalahan Daerah, Jokowi Undang Walikota Batu
Dijelaskannya, karena menurut Isak Sembor, anggaran yang disiapkan minim. Sehingga ia meminta kepada Pemda Raja Ampat melalui Dispora Raja Ampat untuk Shering anggaran.
“Kami siap mensuport Pemprov Papua Barat dalam rangka penyelenggaran LSP 2018 di Kabupaten Raja Ampat,” ujar Paul.
Namun, dalam perjalanan kompetisi LSP 2018 se provinsi Papua Barat di Raja Ampat, ada beberapa peserta dari Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Raja Ampat mengeluhkan kinerja dari panitia penyelenggara dari Pemprov Papua Barat.
“Ada 5 (lima) pemain dari tim LSP kabupaten Fak-Fak umurnya tidak memenuhi persyaratan untuk bergabung dalam tim LSP tingkat SLTP,” kata Dominggus Pulu,manager tim sepakbola tingkat pelajar U14-U16 Raja Ampat LSP 2018, saat ditemui media ini di Hotel Waisai Indah, Raja Ampat, Senin (23/7) sore.
Menurutnya, pihaknya telah menyampaikan protes secara administrasi berdasarkan nomor induk nasional. Dari data dapodik, ada lima orang pemain di tim LSP U14 asal kabupaten Fak-Fak umurnya tidak masuk persyaratan atau tidak sesuai dengan juknis.
“Saya juga mantan operator sekolah, jadi saya tau. Untuk persyaratan pemain untuk berlaga di LSP yaitu, kartu keluarga asli, akte kelahiran asli, dan ijazah asli. Namun, yang bisa mereka tunjukan hanya ijazah asli,” ungkap Dominggus.
Ia menambahkan, acuan yang membuat pihaknya protes adalah setelah dirinya mendapatkan nomor induk nasional dari lima orang pemain yang dicurigai umurnya sudah melewati usia 14 tahun.
“Setelah kami cek di dapodik data pelajar yang dimaksud ada 2 (dua) pemain yang dipastikan umurnya tidak sesuai dengan perayaratan yang tertuang dalam juknis LSP U14. Sesuai data yang kami input dua nama umurnya sudah 16 tahun,” beber Dominggus Pulu, sembari menunjukan data yang dimaksud.
Terkait kejadian tersebut, Dominggus Pulu sangat kecewa kepada panitia penyelenggara. Pasalnya, panitia mengabaikan aksi protes yang dilakukan pihaknya.
“Untuk meraih prestasi dalam bidang olahraga dibutuhkan spotovitas, apalagi tahun 2020 tanah Papua akan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON),” tandasnya.
Sementara itu Informasi yang dihimpun media ini, terkait anggaran yang disiapkan Pemrov Papua Barat sebesar Rp.450.000.000 (empat ratus lima puluh juta rupiah).
Menanggapi hal tersebut, Sekertaris Dispora Kabupaten Raja Ampat, Paul Mayor yang saat itu juga berada di Hotel Waisai Indah menyampaikan, jika seperti memang benar seperti itu, meminta kepada Gubernur Papua Barat (PB), Dominggus Mandacan untuk mengevaluasi oknum Dispora provinsi Papua Barat yang tidak benar Dalam menjalankan tugas.
“Orang yang tidak benar tidak pantas berada di Dispora. Tanah Papua membutuhkan SDM yang dapat menjalankan tupoksinya dengan benar. Apalagi tahun 2020 kita akan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON),” tegas Paul.
Ia berharap, pada laga final LSP 2018 nanti. Gubernur Papua Barat bisa hadir di stadion Klanafat, Waisai Raja Ampat.
Reporter : Zainal La Adala
Editor : Amin
Publisher : Imam












