Meski Lingkungan Tercemar, BPMA dan Medco E&P Malaka Malah Klaim Utamakan Keselamatan Kerja - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
PendidikanSosial Budaya

Meski Lingkungan Tercemar, BPMA dan Medco E&P Malaka Malah Klaim Utamakan Keselamatan Kerja

×

Meski Lingkungan Tercemar, BPMA dan Medco E&P Malaka Malah Klaim Utamakan Keselamatan Kerja

Sebarkan artikel ini
IMG 20230111 132818
KOKOH: Kantor BPMA di Banda Aceh

ACEH TIMUR, Rabu (11/01/2023) suaraindonesia-news.com – Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) dan PT Medco E&P Malaka (Medco E&P) mengklaim dalam kegiatan operasi lebih mengutamakan aspek keselamatan kerja dan lingkungan.

BPMA dan Medco E&P merespon dan mempelajari setiap laporan keluhan warga di area operasi dengan cepat.

Terkait dengan keluhan bau tak sedap yang dialami warga, Medco E&P telah menurunkan tim dan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Timur dan Provinsi Aceh untuk melakukan pengecekan.

Perusahaan juga telah berkoordinasi dengan instansi kesehatan setempat untuk penanganan warga yang membutuhkan perawatan kesehatan lebih lanjut. Terakhir pengaduan pada Desember 2022 di Kecamatan Indra Makmu, Desa Blang Nisam.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, A Hanan menyampaikan, bau dampak dari aktivitas penambangan masih di ambang batas diperbolehkan.

Pernyataan itu disampaikan usai keluarnya hasil pengukuran di lapangan yang dilakukan tim dari DLHK Aceh di lokasi tambang milik Medco E&P pada 27 Desember 2022 atau sehari setelah warga seputar tambang mengeluh.

“Hasil temuan lapangan terhadap parameter amoniak dan sulfur masih dalam ambang batas yang diperbolehkan sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996,” kata Hanan.

Dalam siaran pers yang dikirim ke media ini Rabu (11/01), Kepala Divisi Formalitas, Sekuriti KKKS dan Hubungan Eksternal BPMA, Adi Yusfan mengatakan, bahwa Medco saat ini sedang melakukan perawatan fasilitas produksi di Central Processing Plant (CPP) dalam upaya menjaga keandalan operasi.

Dalam kondisi normal operasi, tidak terdeteksi adanya kebauan. Sedangkan pada saat perawatan fasilitas kebauan mungkin saja terdeteksi oleh indra penciuman secara intermitten karena peningkatan aktifitas kegiatan di CPP namun semua masih dalam ambang batas normal,

“BPMA akan terus mengawasi aktivitas Medco E&P dalam memenuhi kebutuhan gas domestik,” jelas Adi Yusfan.

BPMA juga akan meminta Medco agar menambah sosialisasi kepada masyarakat di setiap kegiatan perawatan fasilitas obvitnas.

“Kami berharap dukungan semua pihak agar Medco dapat melaksanakan tugasnya,” ujar Adi Yusfan.

Sebagai informasi, Medco E&P Malaka juga telah menyediakan nomor telepon pengaduan kepada warga sekitar area operasi. Perusahaan selalu menanggapi dan langsung menangani dengan cepat pengaduan warga tersebut, baik penanganan keamanan maupun kesehatan.

Sebelumnya diberitakan media ini, lembaga peduli lingkungan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Aceh dan warga lingkar operasi blok A, ancam menggugat PT Medco E&P Malaka, jika tidak segera menyelesaikan bau busuk yang kerap terjadi menimpa anak-anak, perempuan dan lansia.

“Bila terus terjadi pembiaran seperti ini, WALHI Aceh bersama warga siap gugat perusahaan, agar hak-hak hidup sehat warga terjamin,” tegas Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, Selasa (10/01) kemarin.

Selanjutnya WALHI mengingatkan PT Medco E&P Melaka bahwa pencemaran limbah udara dari proses produk minyak dan gas telah memakan korban perempuan, anak hingga ibu hamil serta para lansia yang tinggal di lingkaran tambang.

Baca Juga :  Dua Akun Tik-Tok yang Pamer Produk Tanpa Izin BPOM Diduga Milik Hilya Ajeng

Masyarakat yang berada di ring satu, yaitu Gampong Blang Nisam, Alue Ie Mirah, Suka Makmur dan Jambo Lubok sudah 4 tahun lebih mencium bau tak sedap dan mulai resah. Berbagai protes telah berulang kali dilayangkan oleh warga sejak 2019 lalu, tetapi hingga awal 2023 belum ada titik temu.

Malah dampaknya saat ini semakin meluas. Sebelumnya hanya bau busuk yang membuat warga mual, muntah, pusing hingga ada yang pingsan dan berulang kali harus dilarikan ke rumah sakit. Sekarang semakin diperparah mulai berdampak terhadap kualitas air sumur yang mulai berubah rasa dan kandungannya.

Setelah mendapat laporan dari warga, tim WALHI Aceh berkunjung ke Desa Blang Nisam Kamis (05/01/2022) untuk melakukan pertemuan dengan kelompok perempuan Lingkar Tambang – yang memprotes pencemaran tersebut. Dalam pertemuan itu, mereka bercerita sudah banyak korban dari perempuan dan anak hingga lansia.

Keterangan dari warga, sejak 2019 hingga akhir 2022 sudah 13 orang lebih yang menjadi korban dan semua harus dirawat di Puskesmas. Bahkan sebagian besar korban harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Zubir Mahmud di Idi, Kabupaten Aceh Timur.

“Keluhan mereka sesak nafas, mual, muntah-muntah, pusing, lemas hingga ada yang pingsan setelah menghirup bau busuk dari limbah proses produksi PT Medco E&P Malaka. Korbannya lagi-lagi kebanyakan adalah perempuan, anak-anak serta lansia yang berusia di atas 80 tahun,” beber Shalihin.

Pihaknya juga mengungkapkan bahwa warga sudah pernah melaporkan kasus pencemaran ini kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Timur. Tetapi solusi yang ditawarkan belum menyentuh akar masalah, malah warga yang diminta untuk adaptasi saat bau busuk terjadi.

“Ini kan lucu, solusi yang ditawarkan kok warga yang harus beradaptasi, seharusnya PT Medco lah yang harus cari solusi dan bertanggungjawab,” ungkap Shalihin,

Kasus pencemaran ini sudah berlangsung lama dirasakan oleh warga yang tinggal di lingkar tambang tersebut. Bahkan pada tanggal 9 April 2021, ada 250 jiwa warga Gampong Panton Rayeuk, Kecamatan Banda Alam terpaksa mengungsi ke kantor kecamatan karena bau busuk yang dirasakan.

“Ini persoalan serius yang harus segera ditangani, terlebih kebanyakan korbannya adalah perempuan, anak-anak, ibu hamil hingga lansia, mereka cukup rentan bila udara tidak sehat,” jelasnya.

Hingga sekarang kondisi demikian masih dialami oleh warga yang tinggal di lingkaran tambang. Baru-baru ini pada tanggal 2 Januari 2023, ada satu anak berusia 2 tahun dari Gampong Alue Patong dilarikan ke Puskesmas Alue Ie Merah dan satu orang dewasa mengalami sesak, mual-mual, muntah, pusing.

“Hari itu juga pihak Puskesmas merujuk anak usia 2 tahun itu ke Rumah Sakit Zubir Mahmud di Idi, hingga tanggal 5 Januari 2023 masih dirawat di rumah sakit,” jelas Om Sol, sapaan akrab Ahmad Shalihin.

Tidak hanya itu, WALHI Aceh saat berada di Gampong Blang Nisam disebut juga menemukan ada dua orang anak-anak terbaring lemas di rumah. Informasi yang diperoleh dari orang tuanya, anak itu lemas dan muntah-muntah setelah menghirup bau busuk beberapa waktu lalu.

“Mirisnya berdasarkan keterangan dari orang tuanya, obat yang dibeli itu menggunakan BPJS, pihak perusahaan hanya berikan satu tabung oksigen, itu pun setelah diurus oleh ayahnya baru dikasih,” jelas Shalihin.

Selain terjadi pencemaran udara, saat ini warga juga mulai merasakan dampak lainnya, seperti menurunnya kualitas air bersih dan ada warga yang mulai terjangkit penyakit kulit berupa gatal-gatal.

Baca Juga :  Bupati Jelaskan Status Warga Pati yang Ikuti Tabligh Akbar di Kecamatan Gembong

Kualitas air sumur sebelum perusahaan tambang itu beroperasi dapat dikonsumsi setelah dimasak. Tetapi sekarang kendati sudah dipanaskan, terjadi perubahan rasa dan berkeruh, sehingga warga harus membeli air isi ulang untuk konsumsi.

“Ini persoalan serius yang harus segera ditangani oleh pemerintah, karena ini menyangkut hak dasar masyarakat dan hak atas hidup sehat masyarakat,” tukasnya.

Pencemaran lingkungan akibat beroperasinya PT Medco juga sudah mulai berdampak terhadap perekonomian warga. Akibat bau tak sedap menyebabkan warga tidak bisa berkebun, karena tidak tahan menghirup udara dengan bau menyengat.

Persoalan ini, sebut Om Sol, sudah berulang kali dilaporkan ke pihak perusahaan dan pemerintah. Tetapi hingga sekarang tidak ada upaya perbaikan, agar bau tak sedap hilang dan aktivitas warga dapat normal kembali.

Oleh karena itu, WALHI Aceh meminta Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk segera bersikap dan segera menyelesaikan kasus pencemaran yang semakin mengkhawatir dan korban mulai berjatuhan, terutama perempuan dan anak yang tinggal di lingkaran tambang PT Medco E&P Malaka yang sudah berlangsung lama.

“Presiden harus segera turun, karena warga sudah pernah melaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Aceh. Tetapi hingga sekarang belum ada ditanggulangi,” harapnya, menutup keterangan.

Reporter: Masri
Editor: Wakid Maulana
Publisher: Nurul Anam