OPINI, Rabu (14/06/2023), suaraindonesia-news.com – Secara prinsip, konsep “marketplace guru” layak dihargai sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi masalah rekruitmen guru. Namun, kebijakan itu cukup kontroversial di berbagai kalangan.
Banyak narasi-narasi pertanyaan muncul. Seperti, apakah istilah ‘marketplace’ tidak menciderai martabat guru? Sebab, guru merupakan profesi yang mulia.
Dari perspektif normatif, ide marketplace guru dapat dianggap sebagai langkah yang cukup baik. Terutama dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perekrutan guru.
Konsep marketplace ini mencerminkan pendekatan yang lebih terstruktur dalam menghubungkan guru potensial dengan kebutuhan sekolah atau institusi pendidikan.
Melalui cara ini, pemerintah berharap dapat mencocokkan guru yang memiliki kualifikasi dengan posisi yang tersedia. mengoptimalkan penempatan sumber daya manusia dalam sistem pendidikan.
Masalah kesejahteraan dan status guru honorer yang belum jelas juga masih menjadi isu yang belum terselesaikan. Meskipun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) memiliki wacana untuk mengangkat satu juta guru menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), target tersebut masih belum tercapai secara optimal.
Bahkan, banyak guru yang telah lulus passing grade dalam seleksi PPPK pada tahun sebelumnya tetap belum mendapatkan penempatan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memperluas dan meningkatkan proses rekrutmen guru menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) serta menjamin penempatan mereka setelah dinyatakan lulus atau lolos passing grade.
Selain itu, marketplace guru juga mencakup lulusan pendidikan profesi guru (PPG) yang memiliki sertifikat pendidik.
Dengan demikian, marketplace guru berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan informasi dan data mengenai guru-guru potensial yang dapat dipekerjakan. Tentunya yang sesuai kebutuhan lembaga.
Aplikasi berbasis database, sebenarnya sudah digunakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebelumnya. yaitu, melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang telah dapat diakses sejak tahun 2006 dan masih digunakan hingga saat ini.
Namun, ada juga kekhawatiran terkait dengan penggunaan istilah “marketplace” dalam konteks pendidikan. Istilah tersebut mungkin menimbulkan kesan bahwa guru diperlakukan sebagai barang atau komoditas yang dapat diperdagangkan.
Sebagai profesi yang berperan penting dalam membentuk generasi masa depan, sebagian orang berpendapat bahwa penggunaan istilah ini kurang menghargai martabat dan peran sosial guru.
Dengan demikian, sementara ide marketplace guru memiliki potensi positif dalam memperbaiki sistem rekrutmen guru, penting juga untuk mempertimbangkan bagaimana istilah tersebut dapat memberikan gambaran yang sesuai dengan martabat dan peran penting guru dalam pendidikan.
Gagasan pembuatan marketplace guru diusulkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR pada tanggal 24 Mei 2023. Pertanyaannya adalah apakah gagasan ini dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi masalah dalam perekrutan guru.
Penggunaan marketplace guru sebagai solusi untuk persoalan perekrutan guru dapat menjadi upaya yang efektif dalam beberapa hal.
Pertama, dengan adanya marketplace guru, proses perekrutan guru dapat lebih terstruktur dan terorganisir.
Data guru yang terdaftar dalam marketplace dapat dipasangkan dengan kebutuhan sekolah atau institusi pendidikan, sehingga dapat mempercepat proses penempatan guru yang sesuai dengan kualifikasinya.
Kedua, marketplace guru dapat membantu dalam mengidentifikasi guru-guru potensial yang belum mendapatkan formasi, namun telah melewati passing grade dalam seleksi PPPK. Dengan adanya data guru yang terkumpul, pemerintah (Kemendikbudristek) dapat lebih mudah menghubungkan mereka (tenaga pendidik). Dengan kesempatan kerja yang sesuai.
Marketplace memberikan kepala sekolah kemampuan untuk merekrut dan memenuhi kebutuhan guru secara langsung melalui platform mereka, tanpa harus menunggu proses perekrutan nasional.
Pendanaan untuk marketplace ini direncanakan menggunakan dana alokasi umum (DAU) yang akan langsung ditransfer ke sekolah dan diperuntukkan khusus untuk membayar gaji guru.
Namun, kesuksesan marketplace guru sebagai solusi yang efektif juga tergantung pada faktor-faktor lain, seperti penyediaan formasi guru yang memadai, perbaikan kondisi kerja guru, dan pengembangan profesionalisme guru secara menyeluruh. Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan aspek pengelolaan dan keamanan data dalam pengoperasian marketplace guru.
Konsep marketplace guru dapat mengurangi kesejahteraan dan motivasi guru karena mereka tidak menerima gaji dan tunjangan yang setara dengan guru yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selain itu, guru-guru juga mungkin menghadapi kendala dalam mengurus administrasi dan prosedur birokrasi yang terkait dengan pekerjaan mereka.
Konsep marketplace guru dapat menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara para guru karena mereka harus bersaing dengan ribuan guru lainnya yang terdaftar di dalam database. Guru-guru yang berada di daerah terpencil atau kurang diminati mungkin menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, sementara guru-guru yang berada di daerah yang populer atau banyak diminati dapat lebih mudah memperoleh kesempatan pekerjaan.
Apakah marketplace yang akan dikembangkan dalam bentuk aplikasi ini benar-benar dapat memberikan solusi yang efektif? Dan bagaiman ketika guru yang honorer mempunya kendala untuk mengakses market place guru, dikarenakan prosesnya yang sulit?
*Mahasiswa STKIP yang saat ini aktif di UKM LPM Retorika