Reporter: Zainal Arifin
PROBOLINGGO, Selasa (9/5/2017) suaraindonesia-news.com – Pemerintah desa (Pemdes) seolah menutup aspirasi warganya, transparansi dana desa sebagai intruksi menteri desa kurang dihiraukan. Desa ada, dibentuk/terbentuk untuk mengurus kepentingan masyarakat, mensejahterakan warga desa, itulah salah satu tujuan dibuat undang undang desa nomor 06 tahun 2014 tentang desa.
Namun seolah masih jauh dari harapan, banyak pemerintah desa yang masih setengah hati dalam menjalankan amanat undang undang desa tersebut. Hal ini disampaikan oleh H. Samsul Muarif, SH, dari Lembaga Pengawas Korupsi (LPK) Probolinggo.
“Saya sangat mengapresiasi niat baik pemerintah pusat untuk membangun desa dengan mengucurkan dana trilyunan rupiah ke desa, karena dengan gelontoran dana sebesar itu diharapkan desa bisa mengembangkan sendiri potensi desanya untuk digunakan sebesar besarnya bagi kesejahteraan warganya,” kata Samsul Muarif. Selasa (9/5/2017).
Lanjutnya, Namun dari pengamatan kami yang sering turun ke desa-desa di Probolinggo hingga saat ini masih banyak pemerintah desa dalam hal ini kepala desa seolah sengaja menutup aspirasi warganya sendiri untuk ikut berpartisipasi dalam perencanaan serta pelaksanaan pembangunan desanya.
“Buktinya, dalam berbagai musyawarah perencanaan di desa masih dihadiri oleh orang itu-itu saja, orang yang sama yang di anggap dekat dan loyal pada kepala desa, belum terpasangnya papan anggaran perencanaan di tiap desa meskipun beberapa kali dan dalam berbagai kesempatan di intruksikan langsung oleh menteri desa, serta yang paling penting, masih banyak desa desa yang tidak memasang papan nama/prasasti pada proyek proyek yang di danai baik oleh ADD maupun dana desa,” terang Samsul Muarif.
Dikatakan Samsul Muarif, hal ini merupakan indikasi dan upaya kepala desa sebagai pimpinan di desa tidak serius dalam menjalankan amanat undang undang dan aturan yang ada.
“Kami dari lembaga sosial masyarakat akan mengkoordinasikan hal ini pada dinas terkait baik dinas pemberdayaan masyarakat dan desa, inspektorat kabupaten hingga propinsi Jawa Timur untuk meminimalisir penyelewengan dalam penggunaan dana desa,” terang Samsul Muarif.
Ditempat terpisah, Zainul Arifin selaku pendamping ahli kabupaten Probolinggo saat di konfirmasi mengatakan, tidak mudah mendampingi desa agar langsung bisa sesuai dengan undang-undang serta regulasi yang ada, mengingat program ini serta aturan yang mengiringinya masi baru bagi desa.
Namun kata Zainul, pihaknya selaku pendamping akan tetap berupaya agar desa bisa menjalankan serta melaksanakan program dana desa ini sesuai dengan aturan yang ada.
“Tentunya kami tidak sendirian, kami akan bersinergi dan koordinasi baik dengan pemerintah desa, kecamatan, dinas terkait serta pemerintah kabupaten agar bisa maksimal mendampingi dan mengarahkan pemerintah desa dalam melaksanakan program program yang dibiayai oleh dana desa hususnya,” terang ujar Zainul.
Sementara salah satu perangkat desa yang tidak mau disebut namanya, membenarkan bahwa selama ini perangkat desa praktis tidak digunakan, diajak rembuk dalam perencanaan dan pelaksanaan program dana desa.
“Semuanya tertumpu pada kehendak dan kemauan kepala desa,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Haifur, salah satu warga masyarakat juga tidak pernah sekalipun dapat pemberitahuan tentang berapa dan digunakan untuk apa saja dana desa di desanya, apalagi di undang pada musyawarah perencanaan serta pelaksanaanya.
“Saya meski aktif lama dalam kegiatan sosial keagamaan didesa, belum sekalipun tahu dan diundang dalam musyawarah perencanaan pembangunan di desa mas, ketika tanya pada perangkat desa di desa saya, mereka juga menjawab tidak tahu berapa dan digunakan untuk apa saja serta dimana dana desa itu digunakan,” tuturnya.
Ia berharap sebagai warga, agar pendamping desa maupun staf di kecamatan bisa memaksimalkan fungsinya dan bisa menjadi fasilitator agar rakyat bisa tahu tentang dana desa tersebut. Ujar Haifur.